
Semua Alarm Bahaya Sudah Menyala, IHSG- Rupiah dalam Ancaman

Bursa saham Amerika Serikat (AS) bergerak variatif pada penutupan perdagangan Rabu (13/11/2024) waktu setempat, dengan investor masih mencerna dampak dari laporan inflasi yang sesuai ekspektasi. Data ini meningkatkan peluang Federal Reserve untuk kembali memangkas suku bunga pada Desember.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 47,21 poin atau 0,11% ke 43.958,19, dan S&P 500 sedikit menguat 1,39 poin atau 0,02% ke 5.985,38. Namun, Nasdaq Composite melemah 0,26% atau 50,66 poin ke level 19.230,74, seiring dengan tekanan pada saham-saham teknologi.
Laporan indeks harga konsumen (CPI) AS bulan Oktober menunjukkan inflasi tahunan merangkak naik ke 2,6%, naik dibandingkan September (2,4%).
Angka ini mencerminkan stabilitas inflasi di tengah perlambatan ekonomi global. Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi, tercatat naik 3,3%, juga sesuai ekspektasi.
Secara bulanan inflasi AS mencapai 0,2% pada Oktober atau sama dengan September 2024.
Setelah rilis data ini, probabilitas pemangkasan suku bunga oleh The Fed dalam pertemuan Desember meningkat menjadi 82% menurut CME FedWatch, dibandingkan 59% pada hari sebelumnya. Pasar kini memperkirakan The Fed akan mengambil langkah untuk menurunkan biaya pinjaman guna mendorong pertumbuhan, terutama setelah hasil pemilu yang memicu optimisme akan kebijakan ekonomi lebih longgar.
"Pasar sepertinya tidak perlu khawatir lagi dengan inflasi atau kebijakan The Fed dalam jangka pendek," ujar David Russell, Kepala Strategi Pasar Global di TradeStation, kepada CNBC International.
"Rally setelah pemilu masih berjalan, dan angka inflasi ini tidak akan menghentikan tren tersebut. Pemangkasan suku bunga Desember masih mungkin terjadi." imbuhnya.
Di sisi komoditas, harga emas melemah 0,91% menjadi US$ 2.582,7 per troy ounce, tertekan oleh ekspektasi suku bunga yang lebih rendah yang meningkatkan daya tarik aset berisiko. Minyak mentah juga mengalami penurunan tipis 0,21% ke USD 67,98 per barel, di tengah ketidakpastian permintaan energi global.
Sementara itu, indeks dolar AS naik 0,4% ke 106,50, level tertinggi sejak April 2024, diikuti pelemahan euro yang turun 0,6% ke 1,056. Penguatan dolar ini mengisyaratkan daya tarik safe haven di tengah pergerakan pasar yang bervariasi.
Nasdaq yang cenderung melemah dipengaruhi oleh penurunan saham teknologi, terutama sektor semikonduktor. ETF semikonduktor seperti VanEck Semiconductor (SMH) dan iShares Semiconductor (SOXX) masing-masing turun lebih dari 1%, mencerminkan sesi perdagangan negatif keempat berturut-turut. Saham Nvidia, yang merupakan salah satu perusahaan teknologi yang tengah jadi sorotan, turun sekitar 1%.
Selain itu, sektor ritel menunjukkan performa yang beragam menjelang musim belanja liburan. Laporan Morgan Stanley menyebutkan bahwa konsumen kelas menengah ke bawah masih selektif dalam pengeluaran, dengan permintaan terhadap barang murah lebih kuat daripada barang mewah. "Dengan inflasi yang masih terasa, banyak konsumen tidak berencana belanja besar-besaran," ujar Michelle Weaver, Analis Strategi di Morgan Stanley.
Beberapa investor, seperti miliarder Nelson Peltz, memperingatkan bahwa euforia pasca pemilu mungkin tidak berlangsung lama. "Euforia ini tak akan bertahan selamanya. Pasar akan terguncang oleh berbagai faktor di depan," ujar Peltz dalam konferensi Delivering Alpha di New York.
Pandangan investor dan pergerakan pasar ke depan akan sangat bergantung pada kebijakan ekonomi AS, serta perkembangan data ekonomi seperti indeks harga produsen (PPI) dan penjualan ritel yang dijadwalkan rilis pekan ini.
(emb/emb)