
Investor siapkan Jantung Anda! Ada Kabar Genting dari China-Jepang-AS

Pasar keuangan Indonesia akan digerakkan oleh sentimen yang berada di dalam maupun luar negeri. Pengumuman kinerja perusahaan Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Bank Mandiri (Persero) bisa jadi motor IHSG hari ini, sebab memiliki bobot besar.
Sementara dari luar negeri, data tenaga kerja di AS akan dicermati sebagai landasan proyeksi kebijakan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve atau The Fed.
Empat Emiten Big Caps Bank Rilis Laporan Keuangan
Bank Rakyat Indonesia (Persero) mencatatkan perolehan pendapatan bunga sebesar Rp148,79 triliun, tumbuh 12,8% yoy. Meskipun tumbuh signifikan, beban bunga menekan top line BRI sehingga pertumbuhan bunga bersih tercatat 4,5% yoy menjadi Rp105,76 triliun. Adapun beban bunga BRI tumbuh hingga 40,2% yoy menjadi Rp43,04 triliun.
Margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) BRI tercatat 7,70% per September 2024, turun tipis sebesar 0,4% basis poin dari periode yang sama 2023.
Pengelolaan beban umum yang efisien mampu membawa BRI meraup keuntungan sebelum biaya provisi atau PPOP senilai Rp87,52 triliun. Jumlah tersebut bertumbuh sebesar 10,5% yoy.
Meski demikian, BRI terkesan cukup "defensif" menghadapi gejolak tahun ini dengan meningkatkan beban provisi atau pencadangan pinjaman yang signifikan sepanjang sembilan bulan pertama 2024. Jumlah beban tersebut senilai Rp33,59 triliun, melonjak 54,1% yoy.
Laba kepada para pemilik induk senilai Rp45,06 triliun pada periode Januari hingga September 2024 atau naik tipis 2,4% dari perolehan pada periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Tingkat pengembalian laba per ekuitas (ROE) sebesar 19,21% atau tumbug 0,7% basis poin dari September 2023.
Dari sisi kualitas aset, tingkat kredit amcet atau non performing loan (NPL) BRI tercatat 2,9% per September 2024, turun sebesar 0,2% basis poin secara yoy.
Sementara BRI mampu menyalurkan pinjaman senilai Rp1,35 triliun atau bertumbuh 8,2% yoy. Adapun penyaluran kredit kepada segmen medium dan korporasi naik signifikan masing-masing 24,6% yoy dan 16,9% yoy.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengantongi laba bersih Rp42 triliun pada kuartal III-2024, tumbuh 7,56% secara tahunan (yoy). Pencapaian tersebut juga ditopang oleh perluasan ekosistem berbasis digital dan optimalisasi bisnis pada perbaikan kualitas aset yang berkelanjutan.
Adapun pertumbuhan laba tersebut ditopang oleh penyaluran kredit sebesar Rp1.590 triliun, naik 20,8% yoy.
Capaian tersebut diikuti dengan kualitas aset yang terjaga dan semakin membaik, tercermin secara bank-only rasio kredit bermasalah atau rasio NPL Bank Mandiri sebesar 0,97% atau menurun 39 basis poin (bps) secara tahunan.
Sebelumnya, Bank swasta terbesar RI PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) membukukan laba bersih sebesar Rp41,1 triliun, tumbuh 12,8% secara tahunan (yoy) pada kuartal III-2024, dari setahun sebelumnya sebesar Rp36,4 triliun.
Kemudian, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI membukukan laba Rp16,3 triliun hingga September 2024, naik 3,52% secara tahunan (yoy).
Laba BNI ditopang oleh pertumbuhan kredit sebesar 9,48% yoy menjadi Rp 735,02 triliun. Hal ini pun mendongkrak kredit bank yang naik 5,82% yoy menjadi Rp1.068,08 triliun.
Pantau Inflasi dan PMI Manufaktur RI
Pasar juga menanti rilis inflasi dan aktiitas manufaktur Indonesia pada Jumat (1/11/2024). S&P Global akan merilis PMI Manufacturing untuk Indonesia. Hal ini menjadi penting karena kita dapat melihat kondisi aktivitas manufaktur di Indonesia apakah sudah membaik atau tidak.
Sebelumnya pada September 2024, PMI Manufaktur Indonesia berada di angka 49,2. Hal ini menandai penurunan aktivitas pabrik selama tiga bulan berturut-turut, dengan output dan pesanan baru sama-sama menurun untuk bulan ketiga berturut-turut.
Selain itu, pesanan luar negeri menyusut dengan laju tertinggi sejak November 2022, turun untuk bulan ketujuh. Perusahaan merespons dengan mengurangi aktivitas pembelian, lebih memilih untuk memanfaatkan inventaris yang ada. Di sisi lain, lapangan kerja tumbuh untuk pertama kalinya dalam tiga bulan.
Sementara itu, penundaan waktu pengiriman tetap ada akibat masalah pengiriman, tercatat dengan perpanjangan waktu tunggu rata-rata untuk ketiga kalinya berturut-turut. Dari sisi biaya, harga input meningkat, tetapi laju inflasi adalah yang terendah dalam setahun.
Menanggapi kondisi pasar yang lebih sepi, perusahaan sedikit mengurangi harga output untuk pertama kalinya sejak Juni 2023. Akhirnya, kepercayaan diri meningkat ke puncak tujuh bulan, didorong oleh harapan akan stabilitas kegiatan di tahun mendatang.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) periode Oktober 2024.
IHK Indonesia pada September 2024 tampak tumbuh 1,84% yoy. Tingkat inflasi ini merupakan yang terendah sejak November 2021 dan tetap berada dalam rentang target bank sentral sebesar 1,5% hingga 3,5% untuk periode 2024. Harga makanan naik paling sedikit dalam 14 bulan (2,57% vs. 3,39% di Agustus), karena pasokan beras tetap melimpah setelah penundaan musim panen yang biasanya terjadi pada bulan Maret menjadi Mei.
Selanjutnya, tingkat inflasi inti mencapai 2,09%, tertinggi dalam 13 bulan, naik dari 2,02% di Agustus. Secara bulanan, CPI turun sebesar 0,12%, memperpanjang tren penurunan selama lima bulan berturut-turut.
Ekonomi China Jadi Sorotan, Keputusan BoJ Dinantikan
China akan merilis Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing untuk periode Oktober 2024 pada Kamis (31/10/2024). Proyeksinya PMI Manufaktur China akan meningkat dari 49,8 menjadi 50,1 atau dari level kontraksi menjadi ekspansif.
Jika aktivitas manufaktur China benar-benar pulih, hal ini akan memberikan sentimen positif bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang utamanya karena akan kembali menggenjot ekspornya.
Selain itu, Bank of Japan (BoJ) juga akan merilis data suku bunga acuannya untuk periode Oktober. Saat ini konsensus menilai bahwa BoJ masih akan kembali menahan suku bunga acuan jangka pendek di sekitar 0,25%.
Hal penting lainnya dari BoJ yakni pada saat yang bersamaan akan dirilis laporan prospek kuartalan BoJ yang akan memberikan penilaian terhadap ekonomi Jepang.
Pertumbuhan Ekonomi AS Melambat
Ekonomi AS tumbuh sebesar 2,8% secara tahunan pada kuartal ketiga 2024, lebih rendah dari 3% pada kuartal kedua dan juga di bawah perkiraan sebesar 3%, menurut perkiraan awal dari Biro Analisis Ekonomi (BEA).
Pengeluaran pribadi meningkat pada laju tercepat sejak kuartal pertama 2023 (3,7% vs 2,8% di kuartal kedua), didorong oleh lonjakan konsumsi barang sebesar 6% (6% vs 3%) dan pengeluaran yang kuat untuk jasa (2,6% vs 2,7%), terutama obat resep, kendaraan bermotor dan suku cadang, layanan rawat jalan, serta layanan makanan dan akomodasi.
Konsumsi pemerintah juga meningkat lebih tinggi (5% vs 3,1%), dipimpin oleh belanja pertahanan. Selain itu, kontribusi dari perdagangan bersih menjadi lebih sedikit negatif (-0,56 poin persen vs -0,9 poin persen), dengan ekspor (8,9% vs 1%) dan impor (11,2% vs 7,6%) sama-sama melonjak, terutama pada barang modal, tidak termasuk otomotif.
Di sisi lain, persediaan swasta mengurangi pertumbuhan sebesar 0,17 poin persen, setelah menambah 1,05 poin persen pada kuartal kedua. Selain itu, investasi tetap melambat (1,3% vs 2,3%), terutama karena penurunan pada bangunan (-4% vs 0,2%) dan investasi perumahan (-5,1% vs -2,8%). Namun, investasi pada peralatan meningkat pesat (11,1% vs 9,8%).
(ras/ras)