Newsletter

Kabar dari China & AS Bikin Deg-Degan, IHSG Rawan Longsor!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Senin, 09/09/2024 06:00 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pada pekan lalu bergerak sumringah, IHSG menyentuh All Time High (ATH) baru, rupiah perkasa, sementara obligasi tetap diburu investor.

Sentimen selengkapnya yang potensi mempengaruhi pasar pada hari ini, Senin (9/9/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (6/9/2024) menguat 0,53% ke posisi 7.721,85.

Apresiasi ini menghantarkan IHSG ke posisi tertinggi sepanjang masa. Sepanjang pekan IHSG naik 0,67%, sementara sejak awal tahun sudah menguat 6,17%.

Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan pekan lalu mencapai sekitar Rp 53,47 triliun dengan volume transaksi mencapai 109 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 5,6 juta kali.

Secara sektoral, sektor keuangan menjadi yang paling kencang penguatannya dan turut menopang IHSG yakni mencapai 4,26%. Kemudian disusul oleh sektor properti menguat 2,11%.

Secara konstituen, ada dua grup yang menjadi pengerek IHSG paling besar. Posisi pertama dan kelima ditempati saham Grup Salim, sementara posisi kedua sampai keempat diisi perbankan big caps.

Pertama ada PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) menyumbang 28,52 indeks poin. Hal ini seiring dengan harga saham yang ARA tiga hari beruntun.

Secara total dalam sepekan saham DNET meroket 105,77%. Nilai kapitalisasi pasarnya pun sudah melesat lebih dari dua kali lipat hanya dalam seminggu menjadi Rp151,77 triliun. Saat ini, DNET menempati posisi ke-12 market cap tertinggi di bursa.

Perlu dicatat, kenaikan signifikan saham DNET ini sudah memicu radar BEI memasukkan saham ini ke Unusual Market Activity (UMA). Ini menandai bahwa saham DNET rawan sudah rawan profit taking atau potensi terkena suspensi untuk mendinginkan harga saham.

Saham grup Salim berikutnya ada PT Amman Mineral International Tbk yang mengerek IHSG naik sebanyak 7,52 poin.

Sementara grup perbankan besar ditopang bank BUMN diantaranya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), berikut rinciannya :

Gerak IHSG yang atraktif pekan lalu juga seiring dengan aliran dana asing yang cukup deras. Asing mencatat akumulasi di pasar reguler hingga Rp3,20 triliun, sementara di pasar nego dan tunai mencapai Rp10,24 triliun.

Aliran dana deras masuk ke RI ini turut mendongkrak rupiah perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Pada akhir pekan lalu, melansir data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp15.360/US$, menguat 0,23% dalam sehari. Apresiasi ini mengakumulasi penguatan sebesar 0,58% dalam seminggu dan mencetak rekor terkuat sejak 15 September 2023.

Penguatan rupiah di hadapan greenback ditengarai oleh naiknya cadev Indonesia periode Agustus 2024 serta respon positif pasar terhadap prospek pemangkasan suku bunga AS semakin dekat akibat lemahnya pasar tenaga kerja.

Pada akhir Agustus, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$150,2 miliar, meningkat signifikan dari posisi akhir Juli sebesar US$145,4 miliar dan dari bulan sebelumnya, Juni, yang berada di angka US$140,2 miliar.

Peningkatan ini menunjukkan tren positif dalam cadangan devisa Indonesia yang berkelanjutan.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, pendorong utama atas capaian tersebut adalah penerimaan pajak dan jasa, penerimaan devisa migas, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.

Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2024 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Sementara itu dari eksternal, pasar tenaga kerja AS menunjukkan pelemahan yang memicu pemangkasan suku bunga the Fed semakin diperlukan. Ini tercermin dari data tenaga kerja ADP yang dirilis sebelumnya menunjukkan bahwa pada Agustus, penambahan pekerja swasta hanya mencapai 99.000, terendah sejak 2021, dan lebih rendah dari revisi 111.000 pada Juli serta di bawah perkiraan konsensus sebesar 140.000.

Selain itu, klaim pengangguran di AS turun menjadi 227.000 pada pekan yang berakhir 31 Agustus, level terendah sejak awal Juli. Penurunan ini lebih baik dari perkiraan pasar yang memperkirakan klaim sebesar 230.000.

Beralih ke pasar obligasi di RI juga terpantau diburu investor. Hal ini seiring dengan prospek pemangkasan suku bunga AS yang semakin dekat dan aliran dana asing yang deras.

Melansir data Refinitiv, pada akhir pekan lalu yield obligasi acuan yang bertenor 10 tahun kembali merosot 0,29% ke 6,60%. Ini menandai imbal hasil sudah turun dua hari beruntun dan kembali ke posisi terkuat sejak Maret 2024.

Sebagai catatan, imbal hasil obligasi dengan harga bergerak berlawanan arah. Oleh karena itu, ketika yield turun maka harga obligasi terkerek naik yang menunjukkan bahwa obligasi tersebut kembali diburu investor.

Halaman 2 >>


(tsn/tsn)
Pages