Tabungan RI Terkuras, Bank Terancam Susah Cari Dana Murah

Revo M, CNBC Indonesia
28 August 2024 14:45
Utang RI di Semester I-2024 Rasionya Nyaris 40% dari PDB
Foto: Infografis/ Utang RI/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melandai dalam dua bulan beruntun, terutama pada rekening giro.

Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan DPK melandai menjadi 7,5% (year on year/yoy) pada Juli 2024 atau lebih rendah dibandingkan Juni 2024 yang berada di angka 8,2% yoy. DPK melandai dua bulan beruntun setelah menyentuh titik tertingginya pada Mei 2024 yakni 8,5% yoy.

Pertumbuhan DPK yang melambat ini terjadi baik dalam rupiah maupun valuta asing (valas). Penghimpunan DPK berdasarkan valuta rupiah juga melandai menjadi 5,9% yoy pada Juli 2024 dan valas juga melandai menjadi 16,7% yoy.

DPK Giro dan Korporasi Menipis

Dilihat dari jenis simpanannya, Dana Pihak Ketiga sendiri terdiri dari tabungan, giro, dan simpanan berjangka atau deposito. DPK giromelambat signifikan dari 12,7% yoy pada Juni menjadi 9,6% yoy pada Juli 2024.

Sementara itu, tabungan masih tumbuh tipis 5,86% pada Juli 2024, dari 5,51% pada Juni. Simpanan berjangka juga tumbuh tipis 7,34% pada Juli 2024, dari 7,0% pada Juni 2024.

iri-ciri rekening giro berikutnya terletak pada batas maksimal yang dapat dilakukan. Sebagaimana diketahui, produk tabungan reguler memiliki batas transaksi yang terbatas sesuai dengan jenis yang dimiliki.

Seperti diketahui, giro merupakan simpanan dari nasabah perseorangan ataupun badan usaha dalam rupiah ataupun mata uang asing, yang penarikannya dapat dilakukan kapan saja. Jumlah maksimum transaksi yang dapat dilakukan pada giro lebih besar. dibandingkan tabungan. Karena itulah rekening giro lebih diperuntukkan bagi kebutuhan bisnis yang membutuhkan limity ang relatif besar.

Pertumbuhan DPK berdasarkan nasabah korporasi hanya 13,6% yoy pada Juli atau lebih rendah dibandingkan 17,1% pada Juni. Sedangkan sektor lainnya yang mencakup Pemerintah Daerah (Pemda), koperasi, yayasan, dan swasta lainnya juga terpantau hanya tumbuh 5,5% yoy dibandingkan 13,3% yoy pada Juni 2024.

Melambatnya giro dan tabungan korporasi  pada Juli 2024 kali ini juga patut menjadi perhatian. Pasalnya jika pertumbuhan ini terus melandai, maka DPK berpotensi tumbuh semakin rendah.

Namun, di sisi lain, melambatnya pertumbuhan giro dan DPK korporasi juga bisa menjadi indikasi jika perusahaan menggunakan simpanannya untuk menggerakkan bisnis. Ada kemungkinan perusahaan lebih mengandalkan tabungan atau kas untuk ekspansi dibandingkan mengajukan pinjaman ke bank. Jika terus berlanjut maka tidak hanya pertumbuhan DPK yang terus melambat tetapi juga kredit.

Rekening giro yang terus-menerus dipakai ini diperkirakan terjadi di tengah banyaknya rekening koran/RC yang digunakan oleh nasabah.

Tahun lalu di saat suku bunga tinggi dan kondisi perekonomian global maupun domestik yang kurang baik, pengusaha cenderung menaruh dananya di rekening giro dan tidak/sedikit menggunakan plafond RC. Hal ini dilakukan karena perusahaan belum ekspansi seiring dengan masih lesunya perekonomian domestik.

Namun ketika ekonomi domestik mulai pulih dan ekspektasi penurunan suku bunga sudah semakin di depan mata, pengusaha mulai berani untuk mengambil aksi dalam berusaha dan melakukan ekspansi dalam bisnisnya dengan menaikkan limit plafond RC.

Pemangkasan suku bunga diharapkan bisa semakin mendongkrak permintaan kredit investasi hingga konsumsi yang pada akhirnya berdampak positif ke banyak perusahaan.

Salah satu potensi kenaikan permintaan kredit datang dari sektor properti. Kenaikan kredit properti diperkirakan akan ikut mendongkrak kinerja perusahaan semen, furnitur, cat, hingga pre-cast.

Melambatnya DPK ini dapat menjadi alarm bahaya bagi perbankan di Indonesia karena perbankan akan kesulitan mendapatkan dana murah sehingga semakin sulit dalam menyalurkan kredit kepada individu maupun korporasi.

Kekhawatiran tak mampu menyalurkan kredit ini semakin muncul ke permukaan mengingat pertumbuhan kredit perbankan Indonesia yang terbilang stagnan di kisaran 11% dengan rata-rata tumbuh 11,58% sepanjang 2024. Per Juli 2024, pertumbuhan kredit perbankan Indonesia sebesar 11,6% atau 0,2 poin persentase lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yang tumbuh 11,4 yoy.

Kredit ini paling besar didorong oleh korporasi yang tumbuh 16,8% yoy pada Juli 2024 atau 0,7 poin persentase lebih tinggi dibandingkan Juni 2024.

Bank Central Asia (BCA) lewat laporannya yang berjudul Banking Focus: Nothing bad lasts forever menyampaikan bahwa aktivitas ekonomi dalam negeri tetap cukup kuat. Namun, BCA memperkirakan bahwa tren ini dapat mengalami stagnasi atau melambat di paruh kedua 2024.

Pertimbangannya adalah terdapatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal reserve (The Fed). Ketika The Fed memangkas suku bunganya, maka Bank Indonesia (BI) berpotensi juga menurunkan suku bunganya. Hal ini dapat berdampak pada bunga deposito maupun tabungan yang cenderung akan turun dan berujung pada penarikan dana oleh nasabah. Alhasil pertumbuhan DPK pada semester II-2024 berpotensi semakin rendah.

Menurut BCA, saat ini hanya sektor swasta yang mengalami percepatan pertumbuhan simpanan, sementara dua sektor utama lainnya (individu dan Badan Usaha Milik Negara/BUMN) cenderung melambat. Akibatnya, pertumbuhan simpanan di bank BUMN juga melambat, sementara bank nasional swasta cenderung cepat.

Hal ini mungkin menunjukkan bagaimana distribusi simpanan ke berbagai pihak tetapi akhirnya berakhir di rekening bisnis sektor swasta, yang cenderung mengadopsi pendekatan "wait and see".

Belum lagi, penerbitan obligasi pemerintah (Surat Berharga Negara/SBN), terutama ritel, yang terus meningkat dan menjadi pilihan investasi di kalangan individu dan sektor swasta. Pemerintah diperkirakan akan menerbitkan SBN ritel sebanyak Rp 180 triliun tahun depan, meningkat dibandingkan tahun ini yang ada di sekitar Rp 160 triliun.

Dengan penerbitan ritel yang kencang maka ada likuiditas masyarakat yang semula ditaruh di bank akan lari ke SBN ritel.

"Tanpa sinyal yang jelas dari sentimen global atau pemerintahan baru, maka kami belum melihat katalisator bagi bisnis sektor swasta untuk membelanjakan dan mendorong pengganda uang," dalam laporan BCA.

Untuk diketahui, 15 kontributor utama dalam pertumbuhan simpanan yakni disokong oleh total simpanan di bank BUMN dengan outstanding Juni 2024-Juni 2023 sebesar Rp312,22 triliun, kemudian total rekening giro dengan outstanding Rp306,75 triliun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation