
Prabowo Mimpi RI Swasembada Pangan, Sayang RI Gak Punya Duit

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketahanan pangan menjadi salah satu isu besar yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto selama masa kampanye. Namun, keseriusan peningkatan ketahanan pangan belum tercermin dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Dalam RAPBN 2025 disebutkan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 124, triliun. Anggaran ini hanya naik 7,9% dibandingkan outlook tahun ini. Kenaikan ini terbilang stagnan karena anggaran ketahanan pangan rata-rata 7,5% dalam 10 tahun terakhir.
Anggaran dimanfaatkan untuk menjawab tantangan ketahanan pangan yang semakin kompleks di Indonesia. Alokasi tersebut mencakup berbagai tahapan penting dalam rantai pasok pangan, mulai dari pra-produksi hingga konsumsi.
Seerti ketahui, anggaran ketahanan pangan tersebar di sejumlah kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah. Di antaranya adalah di Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, hingga Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Anggaran tersebut juga disalurkan ke Transfer Daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Terdapat pula anggaran ketahanan pangan di non Kementerian/Lembaga melalui subsidi pangan, subsidi pupuk hingga subsidi benih, hingga subsidi resi gudang.
Indonesia sendiri masih menghadapi tantangan besar dalam ketahanan pangan di antaranya adalah produktivitas hasil pertanian masih rendah antara lain karena alih fungsi lahan, keterbatasan sarpras pertanian, serta keterbatasan kapasitas dan akses modal petani dan nelayan.
Persoalan lainnya adalah perubahan iklim dan keberadaan organisme pengganggu tanaman (OPT) menyebabkan gagal panen dan biaya distribusi pangan yang tinggi karena geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan.
Terdapat juga hambatan rantai pasokan pangan dan stabilitas harga akibat dinamika geopolitik serta meningkatnya konsumsi karena populasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan anggaran ketahanan pangan akan dimanfaatkan mulai dari pra produksi, distribusi, hingga sampai ke konsumen.
![]() RAPBN 2025 |
RAPBN 2025 juga mencerminkan upaya pemerintah dalam memenuhi salah satu janji utama pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yaitu pengembangan program food estate.
Rencana ini akan dilakukan di tiga lokasi utama, yakni Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, terdapat ironi ketika membandingkan janji kampanye dengan realisasi anggaran.
Prabowo-Gibran berjanji untuk mencetak tambahan 4 juta hektar luas panen tanaman pangan pada tahun 2029, namun RAPBN 2025 hanya mencakup cetak sawah seluas 250 ribu hektar dan pengembangan kawasan padi seluas 485 ribu hektar. Target ini tampak sangat ambisius jika dibandingkan dengan langkah konkret yang direncanakan pemerintah.
Meskipun pemerintah berkomitmen pada program "food estate" sebagai solusi ketahanan pangan, fokus RAPBN 2025 lebih banyak diarahkan pada peningkatan infrastruktur fisik seperti pembangunan bendungan, jaringan irigasi, serta pelabuhan logistik. Aspek distribusi dan tata kelola impor pangan, yang sangat penting untuk ketahanan pangan berkelanjutan, tampaknya masih kurang diperhatikan.
Ironi lainnya muncul dari janji Prabowo-Gibran untuk memperkuat kedaulatan pangan berbasis laut melalui program perikanan budidaya laut dan perikanan laut dalam. Sebagai negara maritim dengan potensi besar di sektor kelautan, Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan kekuatan ini. Namun, RAPBN 2025 belum menunjukkan alokasi anggaran yang signifikan untuk program-program ini, yang sebetulnya menunjukkan potensi besar yang belum tergarap secara optimal.
Di sisi lain, beberapa aspek positif patut dicatat. Janji untuk mendukung petani dan nelayan melalui program Kredit Usaha Tani, subsidi pupuk, serta bantuan alat tangkap ikan dan mesin pertanian tampaknya mulai terealisasi. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor pertanian secara nyata.
Dalam konferensi pers RAPBN 2025 , Sri Mulyani menekankan bahwa anggaran ketahanan pangan mencakup subsidi pupuk, bantuan alat pertanian, dan revitalisasi lahan produktif. Meski demikian, skala program ini masih dipandang terbatas jika dibandingkan dengan janji kampanyenya.
Anggaran Kementan Turun Drastis
Sebagai negara dengan populasi besar dan cakupan geografis yang luas, ketahanan pangan sudah seharusnya menjadi salah satu prioritas utama. Pembangunan infrastruktur pertanian, termasuk irigasi, menjadi krusial untuk mendukung peningkatan produksi pangan, terutama di sektor pertanian dan perikanan.
Nampaknya pemerintah mulai menyadari keberlanjutan pasokan pangan tidak hanya bergantung pada ketersediaan lahan, tetapi juga pada kualitas dan efisiensi infrastruktur pendukung seperti jaringan irigasi yang memadai.
Yang menjadi kebingungan, mengapa tren umum anggaran Kementan menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan. Pada 2015, anggaran Kementan mencapai Rp 28,68 triliun, tetapi angka ini terus menurun hingga diperkirakan hanya Rp 7,91 triliun pada 2025, yang berarti penurunan sebesar 40,66% dibandingkan tahun sebelumnya.
Anggaran pertanian memang tidak hanya di Kementan tapi tersebar di beberapa kementerian hingga pemerintah daerah. Salah satunya adalah di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). Beberapa program yang terkait dengan pertanian di KemenPUPR adalah pembangunan irigasi yang biasanya masuk Program Ketahanan Sumber Daya Air. Namun, anggaran untuk program tersebut turun 45% menjadi Rp 24,30 triliun pada 2025.
Penurunan anggaran ini bertolak belakang dengan kebutuhan untuk memperkuat infrastruktur pertanian, terutama irigasi, yang disebut-sebut sebagai faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas dan stabilitas pangan nasional.
Dengan kondisi ini apakah memungkinkan untuk mendukung irigasi dan infrastruktur pertanian dapat terlaksana dengan optimal. Irigasi memiliki peran vital dalam memastikan ketersediaan air bagi lahan pertanian, yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional. Namun, dengan anggaran yang semakin menipis, realisasi proyek-proyek irigasi yang ambisius bisa terhambat, sehingga mengancam keberhasilan upaya ketahanan pangan yang dicanangkan.
Selain irigasi, anggaran yang terbatas juga dapat berdampak pada program-program penting lainnya, seperti subsidi pupuk, bantuan alat pertanian, dan pengembangan lahan produktif. Dengan anggaran yang terus menurun, pemerintah mungkin akan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan program-program ini, yang sejatinya sangat dibutuhkan oleh petani untuk meningkatkan hasil produksi.
Penurunan anggaran ini juga berisiko memperlambat laju pertumbuhan sektor pertanian, yang sudah menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Padahal, sektor tersebut menjadi tumpuan warga Indonesia dengan menyerap 40,72 juta tenaga kerja atau 28,64% dari total.
Pada 2023 pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya mencapai 1,30% sementara pada Januari-Juni 2024 hanya 0,10%. Penurunan lebih lanjut pada anggaran Kementan bisa memperburuk situasi ini.
Selain itu, ada tantangan lainnya. Harga pangan domestik yang seringkali lebih tinggi dibandingkan harga internasional menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan, terutama dalam hal efisiensi distribusi dan penanganan biaya produksi. Di sinilah peran irigasi menjadi vital, tidak hanya sebagai sarana penyediaan air, tetapi juga sebagai faktor yang dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global.
Alokasi anggaran juga diarahkan pada diversifikasi pangan dan peningkatan kualitas konsumsi. Pemerintah menekankan pentingnya integrasi pasar dan penguatan sektor logistik untuk memastikan akses yang lebih merata dan harga yang lebih stabil. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan pangan yang terus berkembang seiring dengan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Tetapi pemerintah juga harus waspada terhadap risiko perubahan iklim dan bencana alam yang dapat mengganggu ketahanan pangan. Penguatan irigasi dan infrastruktur pertanian diharapkan mampu meningkatkan daya tahan sektor pertanian terhadap guncangan eksternal tersebut.
Dengan jumlah anggaran ketahanan pangan yang tertulis dalam RAPBN 2025, pertanyaannya adalah sejauh mana kebijakan ini akan efektif dalam mencapai tujuan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Apakah jumlah anggaran dan fokus pada irigasi serta infrastruktur pertanian cukup efisien dan akan membawa perubahan signifikan dalam jangka panjang? Karena, dengan strategi yang terukur dan implementasi yang konsisten, upaya ini dapat menjadi langkah penting menuju ketahanan pangan yang lebih kokoh bagi Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
