Emak-Emak RI Dapat Kabar Buruk, Siap-Siap Kantong Bolong

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
11 June 2024 18:40
Lapor Pak Jokowi, Harga Beras Masih Terbang, Kapan Turun?
Foto: Infografis/Lapor Pak Jokowi, Harga Beras Masih Terbang, Kapan Turun?/Aristya rahdian

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras global mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan harga tersebut meningkatkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pemerintah.

Berdasarkan data Refinitiv, harga beras Thai 5% Broken Rice FOB Bangkok pada 6 Juni 2024 mencapai US$ 630 per ton atau setara dengan Rp 10.269.000 per ton (kurs: Rp16.300/US$). Harga beras menguat 27,9% jika dibandingkan setahun lalu (Juni 2023) senilai US$ 492,5 per ton.


Harga Beras Thailand THAI 5% BROKEN RICE FOB BANGKOK
Source: Refinitiv

Melansir Bangkok Post, Asosiasi Eksportir Beras Thailand memperkirakan volume ekspor beras akan mencapai lebih dari 900.000 ton pada Mei 2024, karena eksportir mempunyai kontrak untuk mengirimkan beras dalam jumlah besar, terutama beras putih dengan kontrak antar pemerintah ke Indonesia dan penjualan swasta ke pasar di Asia seperti seperti Filipina, Malaysia, dan Jepang.

Beras menjadi makanan utama masyarakat Indonesia. Bobot beras dalam perhitungan inflasi terbilang besar yakni 3,33% sehingga perkembangan harga beras sangat menentukan inflasi.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memprediksi harga beras akan terus naik dalam beberapa bulan ke depan. Menurunnya produksi beras tahun ini menjadi salah satu penyebab utama kenaikan harga. Produksi gabah yang rendah dibandingkan kebutuhan menyebabkan perebutan gabah di tingkat penggilingan padi, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga beras di tingkat konsumen.

"Pada saat semester II produksi pasti di bawah, sehingga akan ada perebutan gabah. Itu memicu harga (beras) akan naik di setiap akhir tahun, malah tahun ini dalam 2-3 bulan ke depan akan diprediksi naik," kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Arief juga menjelaskan bahwa peran Perum Bulog dalam menjaga ketersediaan stok dan stabilisasi harga masih akan sangat dominan sampai akhir tahun ini, atau bahkan awal tahun depan. "Prediksi saya memang Bulog ini akan berperan lebih banyak lagi, untuk stabilisasi, menjaga stok, ketersediaan. Bulog itu perannya akan sangat dominan nanti sampai dengan akhir tahun atau awal tahun depan," ujarnya.

Salah satu alasan utama produksi beras belum bisa ditingkatkan adalah perubahan iklim yang melanda dunia. Indonesia, seperti halnya negara penghasil beras lainnya, mengalami dampak negatif dari perubahan iklim ini. Di Vietnam, misalnya, stok beras yang biasanya mencapai 5 juta ton, kini hanya sekitar 300-400 ribu ton.

"Vietnam juga yang biasanya punya stok lebih itu 5 juta ton, kemarin stoknya Pak Mentan (Menteri Pertanian) bilang hanya 300-400 ribu ton lebihnya. Artinya, kejadian ini bukan hanya di Indonesia," kata Arief.

Arief memperkirakan potensi kekurangan produksi beras di Indonesia tahun ini bisa mencapai 5 juta ton. Namun, ia belum bisa memastikan apakah kekurangan tersebut akan ditutup dengan pengadaan dari luar negeri atau tidak. "Ini potensi kekurangan (produksi tahun ini) kurang lebih 5 juta ton. (Tapi masih belum tahu apakah bakal ditambah impor), karena sekarang saja dari kuota 3,6 juta ton kita masih pelan-pelan, (sekarang) baru 2 juta ton. Kita usahakan dalam negeri, karena sayang kita ambil dari luar negeri, kalau 3 juta ton saja itu sudah Rp 30 triliun," tuturnya.

 

Pengadaan beras dari luar negeri, menurut Arief, membutuhkan upaya yang lebih besar dan tidak mudah. Selain sulit mencari barangnya, kondisi nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap dolar AS juga menjadi kendala.

"Kita ambil dari luar (luar negeri) effort nya nggak mudah, (dari mulai) nyari barang, (ditambah) currency rate yang sudah Rp16.200-Rp16.300 (per dolar AS). Sayang itu, mendingan di Indonesia apapun caranya ya, termasuk ketersediaan air, pupuk, benih, sampai dengan penambahan luas lahan," jelasnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan perintah kepada pihaknya untuk tetap menjaga cadangan pangan pemerintah (CPP) meskipun menghadapi tantangan alam. "Sehingga CPP hari ini sudah 1,7 juta ton," pungkasnya.

Sebelumnya, Bapanas telah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024. Selain itu, Bapanas juga menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium berdasarkan wilayah.



CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation