Newsletter

RUU Pilkada Batal Disahkan: Pasar RI Bakal Adem Atau Tetap Kebakaran?

Revo M, CNBC Indonesia
Jumat, 23/08/2024 06:00 WIB
Foto: Massa pengunjuk rasa menolak RUU Pilkada di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024) masih bertahan di sekitar gedung hingga jalan tol dalam kota. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Indonesia kebakaran di tengah aksi demo Darurat Indonesia
  • Wall Street kompak berakhir di zona merah di tengah wait and see investor menunggu pidato The Fed
  • Dibatalkannya revisi RUU Pilkada, defisit transaksi berjalan dan simposium The Fed akan menjadi penggerak sentimen hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kebakaran pada Kamis (22/8/2024) di tengah panasnya aksi demo Darurat Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) anjlok. Sementara Surat Berharga Negara (SBN) tampak dijual investor.

Pasar keuangan diperkirakan masih bergerak cukup volatil pada hari ini, Jumat (23/8/2024) dengan terdapat beberapa sentimen yang dan agenda hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini

IHSG pada perdagangan kemarin (22/8/2024) ditutup di zona merah di 7.488,67 atau melemah 0,87% dalam sehari. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 19 Agustus 2024.

Ada sebanyak 18,43 juta lembar saham yang berpindah tangan hingga 1,08 juta kali, sehingga total transaksi kemarin mencapai Rp35,59 triliun. Adapun 194 saham menguat, 389 saham turun, sementara sisanya 202 saham cenderung stagnan.

Beberapa sektor menjadi penekan IHSG kemarin, yakni sektor infrastruktur sebesar 1,5%, teknologi sebesar 1,4%, transportasi sebesar 1,23%, dan keuangan sebesar 1,19%.

Dari sisi saham, emiten perbankan raksasa menjadi penekan terbesar IHSG kemarin, yakni saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar 25,6 indeks poin, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 9,9 indeks poin, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 8,2 indeks poin, dan saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 7,4 indeks poin.

Namun hal menarik yang dapat diperhatikan yakni investor asing justru melakukan net buy di semua market dengan total Rp1,26 triliun atau sekitar US$81,09 juta. Hal ini menunjukkan bahwa pelemahan IHSG kemarin tampaknya muncul dari kepanikan investor domestik semata.

Investor domestik terpantau melakukan penjualan sebesar Rp35,15 triliun dengan pembelian sebesar Rp33,88 triliun sehingga jika dikalkulasikan, investor domestik melakukan jual bersih sebesar Rp1,26 triliun.

Beralih ke pasar mata uang, rupiah terpantau ambles di hadapan dolar AS sebesar 0,74% ke level Rp15.595/US$. Hal ini semakin memperpanjang tren pelemahan rupiah yakni menjadi dua hari beruntun.

Depresiasi rupiah kemarin juga merupakan pelemahan terbesar sejak perdagangan 14 Juni 2024. Saat itu rupiah ambruk 0,8% dalam sehari.

Pasar keuangan domestik mengalami tekanan bersamaan dengan momentum situasi politik dalam negeri yang memanas.

Seperti diketahui, aksi demo besar-besaran mahasiswa dan buruh digelar kemarin. Aksi demo adalah bentuk protes atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Aksi ini bahkan hingga menyebabkan pagar di belakang gedung DPR pun berhasil dirobohkan oleh kalangan mahasiswa yang berunjuk rasa. Di hari biasa, gerbang ini biasa digunakan sebagai tempat masuk mobil.

Setelah dirobohkan, pendemo tidak merangsek masuk ke area DPR. Mereka bertahan di gerbang yang dirobohkan sambil bernyanyi lagu Tanah Air bersama-sama. Selain itu, mereka juga menyanyikan lagu lainnya.

Sejumlah mahasiswa juga menaiki gerbang yang roboh itu dan membacakan orasi yang menolak pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada. Mereka menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan DPR untuk melanggengkan kekuasaannya lewat revisi UU Pilkada yang mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Panasnya demo membuat investor, terutam asing kabur dari pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini tercermin dari naiknya imbal hasil SBN tenor 10 tahun. Imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami kenaikan dari 6,606% menjadi 6,667%.

Kenaikan ini mematahkan tren penurunan imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang telah terjadi selama tujuh hari beruntun atau sejak 13 Agustus 2024.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan minat investor mulai keluar dari SBN.


(rev/rev)
Pages