
Ekonomi China Megap-Megap, RI Bisa Ikut Terseret

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk datang dari China yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Kabar tersebut datang dari beberapa data aktivitas ekonomi China yang menurun. Penurunan tersebut tentunya akan berdampak pada total perdagangan antara China dengan RI.
Pertumbuhan produksi industri China melambat pada Juli sementara pengangguran meningkat. Hal tersebut menyoroti pemulihan yang tidak merata di ekonomi terbesar kedua di dunia meskipun pemerintah China baru-baru ini mengambil langkah-langkah untuk mencoba kembali ekspansi.
Lebih dari satu setengah tahun setelah pencabutan langkah-langkah ketat Covid-19, pemulihan pascapandemi yang sangat dinanti-nantikan berlangsung singkat dan kurang kuat dari yang diharapkan, sementara krisis properti dan pengangguran yang tinggi telah membebani kepercayaan investor.
Para pemimpin China telah menyerukan untuk "menghilangkan risiko" dalam ekonomi setelah pertemuan politik utama pada Juli dan memperkenalkan 20 langkah awal bulan ini yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi.
Menurut Biro Statistik Nasional (NBS), pertumbuhan produksi industri China masih melemah pada periode Juli dengan ekspansi 5,1%, turun sedikit dari 5,3% pada periode Juni, pertumbuhan terlemahnya sejak Maret.
Angka tersebut juga lebih rendah dari peningkatan 5,2% yang diprediksi oleh para analis yang disurvei oleh Bloomberg.
Sementara itu, tingkat pengangguran naik menjadi 5,2% pada bulan Juli, dari 5% pada bulan Juni.
Pertumbuhan ekonomi China juga melandai drastis pada kuartal II-2024. Ekonomi mereka hanya tumbuh sebesar 4,7% (year on year/yoy) pada kuartal Ii-2024 atau terendah sejak kuartal I-2023.
Melemahnya ekonomi China pun berdampak pada melebarnya defisit perdagangan nonmigas dengan China.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja perdagangan nonmigas antara Indonesia dengan China mengalami defisit hingga US$7,12 miliar pada periode Januari hingga Juli 2024, atau sebesar Rp116 triliun (Rp16.294/US$1 dengan kurs akhir Juli). Defisit lebih besar dibandingkan Januari-Juli 2023 yang tercatat US$ 0,69 miliar.
Ekspor non-migas Indonesia ke China pada Januari-Juli 2024 mencapai US$ 31,85 miliar. Angka tersebut jeblok 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
China Tahan Suku Bunga
Demi memulihkan ekonominya, bank sentral China (PBoC) sudah beberakali memangkas suku bunga, termasuk pada Juli lalu. Suku bunga pinjaman/ loan prime rate (LPR) 1 tahun dipangkas 10bps menjadi 3.35%. Pemangkasan ini merupakan upaya China untuk mengerek kredit dan permintaan konsumsi.
PBoC emutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada hari ini, Selasa (20/8/2024).
PBOC mempertahankan suku bunga acuan pinjaman satu tahun pada 3,35%sementara LPR lima tahun, yang digunakan untuk menentukan harga hipotek, dipertahankan pada 3,85%.
LPR ditentukan oleh PBOC berdasarkan pertimbangan dari 18 bank komersial yang ditunjuk, dan digunakan sebagai acuan untuk suku bunga pinjaman di negara tersebut. Suku bunga lima tahun terkait erat dengan pasar properti China, yang telah berjuang dengan penjualan yang melambat selama hampir empat tahun dan krisis uang tunai yang berkepanjangan.
CNBC Indonesia Research
