
Prabowo Bakal Guyur Subsidi Pupuk Rp 44 T, Cukup Buat Petani?

Jakarta, CNBC Indonesia - Alokasi anggaran subsidi pupuk diajukan sebesar Rp 44,16 triliun untuk tahun depan. Alokasi ini memang turun dibandingkan tahun ini tetapi sangat terbilang tinggi bila dibandingkan periode sebelumnya.
Rencana alokasi subsidi pupuk sudah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Kendati disampaikan Jokowi tetapi APBN 2025 akan menjadi guidance bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto tahun depan.
Sebagai catatan, RAPBN 2025 akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama 30 hari kerja dan disahkan di Sidang Paripurna. Namun, karena ini RAPBN awal Prabowo maka membuka kemungkinan diubah melalui RAPBN-Perubahan di awal tahun.
Sebagai catatan, dalam program kampanyenya, ketahanan pangan menjadi salah satu fokus utama Prabowo. Termasuk di antaranya adalah dengan Membangun Desa dan Membangun dari Desa yakni melanjutkan subsidi pupuk.
Dalam ota Keuangan RAPBN 2025 disebut subsidi non-energi direncanakan sebesar Rp104,5 Trilliun, termasuk untuk subsidi pupuk Rp44,156 trilliun. Jumlah tersebut turun dibandingkan 2024 yang mencapai Rp50,68 Trilliun
Alokasi anggaran subsidi pupuk mengalami fluktuasi yang cukup tajam selama satu dekade terakhir. Pada tahun 2023 sendiri mengalami kenaikan sebesar 41,8%, dengan jumlah yang mencapai Rp42,1 Triliun.
Subsidi pupuk pada tahun ini yang menembus Rp 50,69 triliun adalah yang tertinggi dalam sejarah.
Pada tahun-tahun sebelumnya, anggaran subsidi pupuk juga mengalami berbagai fluktuasi. Setelah mencapai puncaknya di Rp34,3 triliun pada tahun 2019, alokasi anggaran mengalami penurunan pada tahun 2020 dan 2021, masing-masing menjadi Rp34,2 triliun dan Rp25,3 triliun. Namun, tren ini berbalik arah pada tahun 2022 dan melonjak pada tahun 2023.
Mengutip dari Buku II Nota Keuangan RAPBN TA 2025, subsidi Pupuk diberikan untuk mendorong produktivitas petani kecil dan mengurangi biaya usaha tani serta untuk mendukung ketahanan pangan.
Dalam hal ini, petani yang dimaksud adalah petani tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan yang terdaftar dalam eRDKK (elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) bersumber dari Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan). Pemberian Subsidi Pupuk tahun 2025 diberikan untuk jenis pupuk tertentu pada komoditas prioritas.
Anggaran subsidi pupuk ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi sektor pertanian, terutama dalam meningkatkan produksi pangan dan mendukung kesejahteraan petani.
Subsidi Pupuk Terus Menuai Persoalan
Sejak presiden Jokowi menjabat pada Oktober 2014 anggaran subsidi pupuk langsung melesat. Lihat saja pada tahun 2015, anggarannya langsung naik Rp 31,3 triliun. Meski pergerakan tiap tahunnya fluktuatif namun angkanya masih berada di atas Rp 25 triliun.
Bandingkan dengan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode 2005-2014. Pada periode tersebut, realisasi belanja subsidi pupuk nasional berkisar antara Rp1 triliun sampai Rp21 triliun per tahun.
Jika di rata-ratakan, subsidi pupuk pada era SBY mencapai sekitar Rp13,2 triliun per tahun.
Alokasi subsidi pupuk terus menjadi perhatian karena dinilai tidak tepat sasaran. Selain angkanya yang terus membengkak, persoalan kesalahan data dan alokasi juga disorot.
Dalam RAPBN 2025 disebutkan pelaksanaan kebijakan subsidi pada periode 2020-2024 menghadapi beberapa tantangan.
Di antaranya adalah rendahnya tingkat validitas data penerima subsidi, masih terjadinya ketidaktepatan sasaran penerima subsidi (inclusion dan exclusion error), fluktuasi harga minyak mentah dunia/ICP, harga acuan produk BBM (Mean of Platts Singapore/MOPS) dan produk LPG (Contract Price Aramco/CP Aramco), serta nilai tukar rupiah, dan kebutuhan anggaran yang meningkat seiring dengan komitmen pemerintah dalam melaksanakan transisi energi.
Alokasi subsidi pupuk mengalami perubahan setiap tahunnya. mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial atau data luas lahan dalam dalam sistem informasi manajemen penyuluh pertanian (Simluhtan), dengan tetap mempertimbangkan luas baku lahan sawah yang dilindungi (LP2B).
Permasalahan akan pupuk makin bertambah dengan kejadian kelangkaan dan penimbunan pupuk bersubsidi, yang memang seharusnya ditindak tegas.
Efektivitas dari pengeluaran yang besar untuk pupuk sudah mendapatkan perhatian lembaga internasional setidaknya Bank Dunia. Pada tahun 2011, Bank Dunia mempublikasikan kertas kerja bertajuk Who is Benefiting from Fertilizer Subsidy in Indonesia.
Dengan menggunakan model ekonometrika yang robust, dan data dari Sensus Pertanian 2003 serta survei antar sensus 2008, studi ini menemukan bahwa banyak subsidi pupuk diterima oleh petani dengan luasan lahan lebih dari yang dipersyaratkan.
Di sisi lain, studi IRRI pada tahun 2016, dikonfirmasi oleh Bank Dunia pada 2020, menunjukkan bahwa dibandingkan beberapa produsen beras di Asia, petani padi Indonesia mengeluarkan biaya paling tinggi, lebih dari dua kali di Vietnam. Namun dari semua komponen pengeluaran, harga pupuk di Indonesia yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain, kecuali India.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia terhadap petani di Jawa Tengah, Beberapa survei menunjukkan bahwa sebagian besar masih menjawab bahwa subsidi pupuk tetap diperlukan petani, namun efektivitas penyalurannya memang harus diperbaiki.
Penyaluran subsidi pupuk saat ini masih terkendala. Belum lengkapnya pendataan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), distribusi pupuk bersubsidi ke pihak yang tidak berhak, kurangnya volume penyaluran yang menimbulkan kelangkaan pupuk, pengadaan dan distribusi pupuk.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
