Amerika Masih Bikin Was-Was, Indonesia Ikut Cemas?
- Pasar keuangan RI bergerak mix kemarin, IHSG terpantau koreksi, tetapi rupiah menguat dan obligasi masih diserbu investor.
- Bursa saham AS kompak rebound menyusul data penambahan klaim pengangguran turun lebih baik dari ekspektasi pasar.
- Sentimen pasar hari ini akan merespon lebih lanjut perbaikan pasar tenaga kerja AS, inflasi Tiongkok, sampai rilis data penjualan ritel Indonesia.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI bergerak beragam pada kemarin, Kamis (8/8/2024). IHSG terpantau koreksi, tetapi rupiah menguat dan obligasi masih diburu investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa kompak menghijau pada hari ini. Sentimen selengkapnya tentang perkiraan pergerakan pasar keuangan RI hari ini, Jumat (9/8/2024) silahkan bisa dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin terpantau koreksi 0,24% atau 17,01 poin menuju 7.195,12.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan mencapai sekitar Rp 8,7 triliun dengan volume transaksi mencapai 15 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 921.790 kali. Sebanyak 265 saham naik, 295 saham melemah, dan 226 saham stabil.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan yakni mencapai 1,93%.
Dari sisi saham, emiten pertambangan Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penekan terbesar IHSG, yakni mencapai 30,8 indeks poin.
Beralih ke rupiah pada perdagangan kemarin, malah melesat kencang dalam melawan dolar AS dan telah kembali ke level Rp15.000.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 0,87% pada kemarin ke angka Rp15.890/US$. Ini merupakan posisi terkuat sejak 5 April 2024 atau sekitar empat bulan terakhir.
Penguatan ini terjadi usai cadangan devisa (cadev) yang naik tajam memberikan optimisme dan angin segar bagi pasar keuangan domestik. Ekonom pun menilai tren penguatan rupiah bisa saja berlanjut hingga mencapai Rp15.800.
Market Research Economic Research PermataBank Faisal Rachman itu dapat terjadi jika kondisi perekonomian global terus membaik, yang akan mendorong faktor fundamental, yakni ekonomi Indonesia.
"Sebenarnya faktor ekonomi fundamental kita memang ada tekanan ya. Memang fenomena perlambatan itu terjadi di seluruh dunia, tetapi kita memang cenderung resilien karena memang fundamental ekonomi kita itu cenderung memang sudah lebih baik gitu," kata Faisal dalam PIER Economic Review: Mid-Year 2024 secara virtual, Kamis (8/8/2024).
Ia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di kisaran 5%, yakni 5,05% pada kuartal II-2024.
Kemudian inflasi kita terjaga di level rendah, dibandingkan dengan negara-negara maju.
"Nah sekarang tinggal tunggu saja dari globalnya," ujar Faisal.
Menurutnya, kondisi global dapat mengundang arus modal masuk ke dalam negeri.
"Kalau globalnya terus membaik kondisinya sangat favorable untuk market risk on maka itu pasti akan mengundang inflow ke dalam negeri. Karena outlook kita itu sudah dikonfirmasi juga oleh beberapa lembaga rating itu kita punya outlook yang positif ya," pungkas Faisal.
Jika itu terus terjadi, Faisal mengatakan penguatan mata uang garuda dapat terus berlanjut dan dapat mencapai posisi Rp15.800 per dolar AS.
Seiring dengan rupiah yang menguat, obligasi RI juga masih ramai diserbu investor. Hal ini tercermin dari yield obligasi acuan RI dengan tenor 10 tahun yang lanjut melandai.
Melansir data Refinitiv, pada kemarin imbal hasil obligasi 10 tahun RI berakhir di posisi 6,77%, dalam sehari turun 0,46% atau sekitar 3 basis poin (bps).
Perlu dicatat, yield dan harga pada obligasi bergerak berlawanan arah. Ketika yield melandai, maka harga akan terkerek naik yang menunjukkan investor ramai membeli obligasi.
Halaman 2 >>
(tsn/tsn)