
IHSG & Rupiah Galak Lagi, Masa "Berdarah-Darah" Usai?

Pergerakan pasar keuangan pada hari ini, Rabu (7/8/2024) akan diwarnai sentimen dari eksternal maupun domestik, mulai kelanjutan respon pasar terhadap nada dovish the Fed, berlanjut ke penantian rilis data neraca dagang China sampai cadangan devisa RI.
Menguatnya IHSG dan bursa saham dunia global kemarin menjadi kabar baik setelah bursa saham global berdarah-darah pada Jumat pekan lalu dan Senin kemarin. Seperti diketahui, bursa saham menjadi lautan merah pada Senin pekan ini karena aksi jual besar-besaran. Kondisi ini semula dikhawatirkan akan berlangsung lama. Namun, saham dengan cepat berbalik arah pada Selasa.
Begitu pula dengan nilai tukar. Mata uang Garuda sempat ambruk pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2024 tetapi sudah kembali menguat. Menghijaunya bursa saham dan rupiah diharapkan terus berlanjut hari ini.
Berikut rangkuman beberapa sentimen yang potensi menggerakkan pasar keuangan RI hari ini :
Pejabat The Fed Beri Nada Dovish, Kekhawatiran Resesi Mereda
Para pejabat the Fed baru-baru ini memberikan komentar penolakan terhadap gagasan bahwa data tenaga kerja yang lemah dapat menyebabkan kemerosotan ekonomi alias resesi. Presiden Fed Chicago, Austan Goolsbee, juga mengingatkan jika ambruknya saham pada pekan lalu dan Senin tidak bisa memaksa The Fed untuk memangkas suku bunga sesuai keinginan pasar. The Fed tetap bergerak sesuai data yang berkembang.
"Tidak ada dalam mandat Fed yang bertujuan untuk memastikan bahwa pasar saham merasa nyaman," kata Presiden Fed Chicago, Austan Goolsbee, dalam wawancara dengan New York Times.
Sebagaimana diketahui, pada awal pekan ini, market dilanda volatilitas yang sangat tinggi, VIX index yang mengukur ketidakpastian pasar hanya dalam sehari naik lebih dari 60%. Seluruh instrumen di pasar keuangan global pun tak kebal dari goncangan.
Meski begitu, pada kemarin VIX indeks sudah kembali turun dengan cepat yang menunjukkan pemulihan pasar keuangan, termasuk IHSG sampai rupiah.
Pemulihan gerak pasar yang cepat, salah satunya dipengaruhi komentar para petinggi Fed yang menolak gagasan bahwa data tenaga kerja yang lemah dapat menyebabkan kemerosotan ekonomi alias resesi
Komentar penolakan pejabat the Fed terhadap resesi tersebut setidaknya memberikan "angin segar" yang membuat kekhawatiran mereda.
Melansir dari Reuters, beberapa dari mereka juga tidak tinggal diam, mereka juga menegaskan bahwa Fed perlu segera memangkas suku bunga untuk menghindari potensi kemunduran ekonomi.
Pelaku pasar kini membaca peluang sekitar 75% bahwa Fed akan memotong suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada September. Menurut alat FedWatch dari CME Group Investor mengestimasi Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun mencapai 4,25 - 4,50%.
Wait and See Neraca Dagang China
Sentimen berikutnya akan dari negeri Naga Asia, Tiongkok yang akan merilis neraca dagang pada pagi ini, sekitar pukul 10.00 WIB.
Menurut penghimpun data, Trading Economics, pasar memperkirakan surplus neraca dagang China untuk periode Juli 2024 akan menyusut tipis ke US$ 99 miliar dari bulan sebelumnya US$ 99,05 miliar.
Sementara itu, ekspor diperkirakan bisa tumbuh lebih atraktif mencapai 9,7% dari bulan sebelumnya yang tumbuh 8,6%. Sedangkan, impor diproyeksikan bisa turnaround dengan tumbuh positif 3,5% dari bulan lalu yang masih kontraksi 2,3%.
Sebagai catatan, surplus neraca perdagangan pada bulan lalu sebenarnya sudah mencetak posisi terbesar sejak Juli 2022 akibat lonjakan ekspor yang mencatat laju tercepat dalam 15 bulan dan melampaui konsensus sebesar 8%, meskipun impor masih turun.
Bagi Indonesia, Tiongkok merupakan partner dagang terbesar dalam ekspor-impor. Perlu diperhatikan jika impor China tidak kunjung pulih ini atau meleset ekspektasi akan berdampak cukup besar bagi perdagangan Indonesia. Sebaliknya, jika impor membaik tentu akan berdampak positif ke Tanah Air.
Cadangan Devisa RI
Beralih ke domestik, akan ada rilis data cadangan devisa untuk periode Juli 2024 yang akan diumumkan oleh Bank Indonesia (BI) pada pagi ini sekitar pukul 10,00 WIB.
Posisi cadangan devisa diperkirakan bisa turun lantaran dipengaruhi prospek pelemahan permintaan ekspor dan kinerja rupiah yang mengecewakan bulan lalu.
Salah satunya dari pelemahan permintaan ekspor ke AS, meskipun ekspor Indonesia ke AS tidak sebesar ke China, tetapi bahan baku atau barang setengah jadi yang dikirim ke China juga akan diolah dan berakhir di AS lagi.
Melihat dari sisi makro, pelemahan ekspor ke AS ini disinyalir karena daya beli yang turun di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang mengecewakan di tambah kondisi manufaktur yang masih terkontraksi.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2024 sebesar US$ 140,2 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Mei 2024 sebesar US$ 139,0 miliar.
Meskipun ada potensi penurunan untuk cadangan devisa terkini, tetapi Bank Indonesia (BI) masih tetap menjaga posisi cadangan devisa berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Halaman 4 >>
(tsn/tsn)