
Tolong! Kantong Warga RI Makin Kering, Jajan Tak Bisa & Hidup Pesimis

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) pada semester I untuk pertama kalinya terkontraksi dalam empat tahun terakhir. Kontraksi ini semakin memicu kekhawatiran adanya perlambatan daya beli masyarakat Indonesia.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan penerimaan PPN DN pada semester I-2024 tercatat Rp 193,06 triliun. Angka ini anjlok Rp 23,9 triliun atau 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data Kementerian Keuangan juga mencatat ini kali pertama PPN DN mengalami kontraksi sejak semester I-2020 atau empat tahun terakhir. Ironisnya, kontraksi justru terjadi saat Indonesia keluar dari pandemi Covid-19.
Kontraksi pada PPN DN ini juga sejalan dengan koreksinya penerimaan pajak sektor perdagangan sebesar 0,8% pada Semester I-2024.
PPN DN menghitung pemungutan atas pajak konsumsi yang dibayar sehubungan penyerahan barang kena ajak dan jasa kena pajak di dalam negeri. Kontraksi bisa mencerminkan adanya perlambatan permintaan.
Kontraksi ini semakin memicu kekhawatiran adanya perlambatan daya beli masyarakat Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan penurunan PPN disebabkan tingginya restitusi PPN pada tahun ini.
Namun, sejumlah indikator ekonomi tak bisa dipungkiri juga menunjukkan adanya perlambatan. Termasuk di dalamnya adalah penjualan ritel, indeks keyakinan konsumsi, hingga tingkat belanja kelas menengah bawah.
Indikator Daya Beli Semakin Mengkhawatirkan?
Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI) menunjukkan Indeks Penjualan Riil Indonesia ada di angka 228,1 pada Mei 2024. Indeks hanya naik 2,1% (year on year/yoy) dan terkontraksi 3,5% (month to month/mtm). Indeks juga melandai ke level terendah dalam tiga bulan.
Data Survei Penjualan BI juga menunjukkan ada tiga kelompok pengeluaran yang sudah mengalami kontraksi selama berbulan-bulan.
Kelompok pengeluaran untuk perlengkapan rumah tangga lainnya sudah terkontraksi selama dua bulan terakhir. Kelompok pengeluaran peralatan informasi dan komunikasi sudah terkontraksi selama 17 bulan terakhir.
Data Bank Indonesia lainnya yakni Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) juga menunjukkan adanya pelemahan optimisme di kalangan menengah ke bawah, bahkan hingga enam bulan ke depan.
Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga menunjukkan proporsi tabungan masyarakat terus berkurang menjadi 16,5% pada Juni 2024 atau terendah lima bulan terakhir sementara konsumsi dan cicilan meningkat. Proporsi konsumsi meningkat menjadi 73,9% pada Juni dari 73% pada Mei 2024.
Kondisi ini bisa mencerminkan semakin terkurasnya tabungan untuk konsumsi.
Untuk kalangan pengeluaran terbawah, proporsi untuk tabungan kini hanya 16,5% pada Juni 2024 atau terendah lima bulan terakhir.
Proporsi konsumsi kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta meningkat menjadi 75,8% pada Juni 2024 dari 75% pada Mei 2024. Proporsi cicilan naik menjadi 7,7% atau tertinggi dalam empat bulan.
Indeks Ekspektasi Konsumen pada saat survei Juni sama dengan survei pada Maret 2024 tetapi menjadi yang terendah sejak survei pada September 2023 atau sekitar sembilan bulan terakhir.
IEK menggambarkan optimisme masyarakat Indonesia dalam memandang ekonomi enam bulan ke depan. Ada tiga indeks yang dihitung dalam IEK yakni Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja, Indeks Ekspektasi Penghasilan, dan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha.
Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha saat disurvei pada Juni jatuh ke 131,5 atau level terendah sejak survei pada Februari 2024. Kondisi ini mencerminkan optimisme masyarakat dalam memandang bisnis ke depan semakin sulit.
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dalam enam bulan ke depan juga jatuh. Survei pada Juni menunjukkan indeks melemah ke 131,7 atau terendah sejak survei pada Februari 2024. Kondisi ini mencerminkan pandangan masyarakat yang menganggap semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan dalam enam bulan ke depan.
Indeks Ekspektasi Penghasilan enam bulan ke depan juga melemah. Pada survei Juni 2024, indeks ada di 138 atau terendah sejak survei pada Februari 2024. Kondisi ini mencerminkan jika optimisme masyarakat untuk mendapatkan penghasilan lebih besar semakin susah dalam enam bulan ke depan.
Optimisme Indeks Ekspektasi Penghasilan, Ketersediaan Lapangan Kerja, dan Kegiatan Usaha untuk enam bulan ke depan turun untuk semua kelompok pengeluaran.
Pengecualian hanya terjadi pada kelompok Rp 5 juta ke atas. Optimisme kelompok pengeluaran Rp 1-2 juta anjlok untuk Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dan Kegiatan Usaha, Namun, mereka semakin optimisme dalam melihat Indeks Penghasilan dalam enam bulan ke depan.
Yang menarik kelompok paling kaya dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta semakin optimis dalam melihat ketersediaan lapangan kerja, kegiatan usaha, hingga penghasilan.
Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha untuk enam bulan ke depan ada kelompok kaya bahkan menembus rekor tertinggi sejak survei pada Oktober 2023 atau delapan bulan terakhir.
Untuk mereka kelompok dengan pengeluaran terkecil yakni Rp 1-2 juta, melemahnya optimisme dalam melihat kondisi ekonomi terkini dan ke depan bisa semakin menekan permintaan akan barang.
Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan indeks tabungan kelompok bawah atau atau konsumen dengan rata-rata tabungan kurang dari Rp 1 juta anjlok. Indeks kini ada di posisi 41,8% pada akhir Juni 2024. Posisi tersebut turun jauh dibandingkan pda Januari 2023 yang masih bertengger di kisaran 100%.
Konsumen dengan penghasilan Tp 10 juta atau paling atas justru mencatatkan kenaikan indeks tabungan dan penurunan belanja.
![]() Indeks Tabungan kelas masyarakat |
Di tengah semakin turunnya optimisme kalangan berpengeluaran terendah pada saat yang bersamaan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau deflasi dalam dua bulan beruntun.
Sebagian analis melihat kondisi deflasi dalam dua bulan berturut-turut sejak Mei sampai Juni 2024 menjadi sinyal kuat daya beli masyarakat Indonesia tengah tertekan. Pasokan barang yang tersedia tak banyak terserap karena permintaan untuk pembeliannya berkurang.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2024, IHK mengalami deflasi sebesar 0,08% secara bulanan atau month to month (mtm). Data ini turun bila dibandingkan deflasi per Mei 2024 yang sebesar 0,03% mtm.
"Jadi deflasi itu indikasi dari daya beli masyarakat menurun," ucap Ekonom dari Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati dalam Program Profit CNBC Indonesia, dikutip Selasa (2/7/2024).
