Sri Mulyani-Tim Prabowo Hari Ini Bakal Buka-Bukaan, IHSG-Rupiah Aman?
- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam pada perdagangan terakhir pekan lalu, rupiah masih tertekan sementara IHSG menguat
- Wall Street bergerak beragam pada perdagangan Jumat pekan lalu, S&P melemah
- Konferensi pers RAPBN 2025 serta keluarnya BREN dari FCA diperkirakan akan menjadi sentimen hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif Jumat (21/6/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbang sementara nilai tukar rupiah mengalami depresiasi namun berbeda halnya dengan Surat Berharga Negara (SBN) yang diminati asing.
Pasar keuangan diperkirakan bergerak cukup volatil pada hari ini, Senin (24/6/2024) kendati minimnya agenda yang akan terjadi pada di hari ini maupun sepanjang pekan ke depan. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, IHSG ditutup naik 0,89% ke level 6.879,98. Sebanyak 355 saham naik, 192 turun, dan 234 tidak berubah.
Penutupan IHSG pada Jumat kemarin terjadi melanjutkan tren positif hari sebelumnya, Kamis (20/6/2024), di mana indeks ditutup naik 1,37% dengan nilai transaksi mencapai Rp16,99 triliun.
Mengutip Refinitiv, Barito Renewables Energy (BREN) yang sudah keluar dari Full Call Auction (FCA) menjadi penggerak utama IHSG dengan 25,33 indeks poin. Selain itu saham perbankan juga mulai bangkit dan membantu IHSG berada di zona hijau.
Kebijakan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merevisi aturan FCA terbukti mampu mendorong IHSG kembali bergerak di atas 6.800.
Revisi yang aturan FCA yang menjadi sorotan publik yakni bahwa emiten dapat keluar setelah tujuh hari. Hal ini kemudian menyebabkan saham BREN, yang dalam beberapa waktu terakhir menjadi penggerak IHSG keluar dari FCA.
Emiten | Harga | Perubahan | Indeks Poin |
BREN | 9.100 | 7,69% | 25,33 |
BBRI | 4.440 | 3,98% | 18,34 |
BMRI | 6.125 | 2,94% | 16,03 |
TLKM | 2.950 | 3,87% | 12,94 |
BBCA | 9.600 | 1,86% | 11,38 |
Sementara dari pasar mata uang, rupiah masih tercatat ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Jumat kemarin sebesar 0,12% di angka Rp16.445/US$. Bahkan di tengah perdagangan, rupiah sempat menyentuh titik terlemahnya yakni di level Rp16.475/US$.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menegaskan, permasalahan faktor fundamental yang menekan rupiah salah satunya adalah karena bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat Indonesia yang masih harus dipenuhi dengan impor. Hal ini membuat kebutuhan dolar pun tentu masih sangat tinggi untuk membeli produk asing tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kegiatan impor beras ke Indonesia masih tinggi hingga Mei 2024. Menurut data BPS, pada periode Januari-Mei 2024 impor beras ke Indonesia meningkat 165,27% dari posisi data pada Januari-Mei 2023 sebanyak 854 ribu ton, menjadi 2,2 juta ton pada periode Januari-Mei 2024.
"Ketergantungan impor pangan ini akan terus meningkat ke depannya, sejalan juga dengan produksi pangan dalam negeri yang bisa dibilang stagnan, luasan lahan panen yang cenderung turun, ada anomali cuaca yang juga tidak dipersiapkan dengan baik di dalam negeri mengganggu produksi pangan," ucap Bhima.
Jika hal ini terus terjadi, maka tekanan terhadap rupiah tak akan dapat terbendung.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami penurunan menjadi 7,115% pada penutupan perdagangan Jumat kemarin.
Sedangkan secara mingguan, imbal hasil SBN terpantau menurun sebesar 0,35%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.
(rev/rev)