
Emiten Prajogo TPIA Rugi Tapi Harga Saham Melesat 365%, Kok Bisa?

1. Kinerja keuangan TPIA pada kuartal I 2024 anjlok dengan bukukan rugi Rp518 miliar dari untung Rp128 miliar.
2. Harga saham TPIA melesat 365% sejak akhir tahun 2023 karena aksi akuisisi hingga ekspansi.
3. Saham TPIA geser TOWR dan SMGR dalam indeks MSCI Global Standard Index Indonesia.
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu perusahaan milik konglomerat RI Prajogo Pangestu kembali menjadi perhatian. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) terus mencatatkan kenaikan saham. Sepanjang tahun 2024 saham TPIA telah melesat sekitar 50%.
Namun sayangnya kenaikan harga saham TPIA justru bukan didorong dari sisi kinerja keuangan. Perusahaan sendiri masih mencatatkan kerugian pada kuartal I 2024 sebesar US$32.620 juta atau setara dengan Rp518 miliar, dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya justru masih mencatatkan keuntungan US$8.535 juta atau setara dengan Rp128 miliar.
Kenaikan harga saham TPIA yang mulai terlihat pada akhir tahun 2023, justru didorong dari akuisisi perusahaan hingga masuk dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) Global Standard Index Indonesia, menggeser PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR).
Selain dari akuisisi dan masuknya ke indeks MSCI Global Standard Index, TPIA juga melakukan ekspansi bisnis untuk mendorong kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Bisnis
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) atau yang dahulu dikenal dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Perusahaan ini merupakan bagian dari Barito Group yang fokus pada segmen petrokimia dan infrastruktur.
Perusahaan memiliki delapan fasilitas pendukung bisnis perusahaan yakni:
a) Pabrik Olefin
Berupa pabrik Naphtha Cracker yang menggunakan Naphtha dan mampu mengonsumsi bahan baku alternatif seperti LPG dan Kondensat untuk memproduksi Ethylene, Propylene, Pygas dan Mixed C4 dengan kapasitas produksi tahunan masing-masing sebesar 900KTA, 490KTA, 418KTA, dan 330KTA.
b) Pabrik Polietilena
Pabrik yang berkapasitas 336KTA dan aatu rangkaian produksi PE dengan kapasitas 200KTA.
c) Pabrik Polipropilena
Pabrik berkapasitas 590KTA dan mampu memproduksi berbagai resin Polipropilena termasuk Homopolymer, Random Copolymer, dan Impact (Block) Copolymer.
d) Pabrik Styrene Monomer
Pabrik yang terdiri dari dua train dengan kapasitas 340KTA yang menggunakan Teknologi Mobil-Badger dan Teknologi Lummus.
e) Pabrik Butadiene
Pabrik berkapasitas 137KTA dan menggunakan C4 Campuran dari Naphtha Cracker kami untuk menghasilkan Butadiene dan Raffinate-1 berkualitas tinggi. Butadiene merupakan bahan baku penting untuk memproduksi karet sintetis yang merupakan salah satu bahan baku untuk produksi ban.
f) Dermaga
Perusahaan mengoperasikan tiga dermaga, yakni:
- Dermaga A dengan kapasitas untuk berlabuh kapal 80.000DWT dan melayani Naphtha, LPG, dan Pygas.
- Dermaga B dengan kapasitas untuk berlabuh kapal 6.000DWT dan ditujukan untuk melayani HP Propylene, LPG, serta Naphtha.
- Dermaga C dengan kapasitas untuk berlabuh kapal 10.000DWT dan digunakan untuk Ethylene, Pygas, Raffinate-1, Butadiene, Naphtha, dan PFO.
g) Fasilitas Pendukung
Perusahaan memiliki gudang di lokasi yang bersebelahan dengan pabrik PE & PP, serta gudang satelit di Surabaya dan Solo. Fasilitas pendukung lainnya di lokasi meliputi generator turbin gas, generator turbin uap, boiler, fasilitas pengolahan air, sistem pendingin air, sistem pemadam kebakaran, dan tangki penyimpanan untuk bahan baku dan produk.
h) Pabrik MTBE & B1
Perusahaan mengoperasikan pabrik MTBE (Methyl Tert-butyl Ether) dan B1 (Butene-1) pertama di Indonesia dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 128KTA dan 43KTA. Pabrik MTBE & B1 yang dilisensikan oleh Lummus Technology, beroperasi untuk memasok octane booster dalam negeri, yang saat ini masih diimpor.
Alur Produksi
![]() |
Alur produksi PT. Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) berasal dari minyak mentah dunia yang berada di kilang minyak yang biasanya dijadikan diesel, minyak tanah, bensin, nafta, lpg, dan kondensat. Yang kemudian disalurkan ke pabrik Naphtha Cracker untuk memproduksi Ethylene, Propylene, Pygas dan Mixed C4 dengan kapasitas produksi tahunan masing-masing sebesar 900KTA, 490KTA, 418KTA, dan 330KTA.
Kemudian dari pabrik Naphtha Cracker juga disalurkan ke pabrik Butadiene untuk menghasilkan Butadiene dan Raffinate-1 berkualitas tinggi. Dan pabrik MTBE & B1 untuk memasok octane booster dalam negeri, yang saat ini masih diimpor.
Laporan Laba Rugi
![]() |
Perusahaan mengalami kerugian pada kuartal I 2024 sebesar US$32.620 juta atau setara dengan Rp518 miliar, dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya justru masih mencatatkan keuntungan US$8.535 juta atau setara dengan Rp128 miliar.
Penyebabnya kerugian perusahaan berasal dari anjloknya pendapatan dan margin. Pendapatan perusahaan pada kuartal I 2024 turun 6,05% menjadi US$471.919 juta atau setara dengan Rp7,49 triliun, dibandingkan periode yang sama sebesar US$502.316 juta atau setara dengan Rp7,52 triliun.
Margin perusahaan anjlok dalam, pada kuartal I 2024 perusahaan hanya mencatatkan margin sebesar 0,11%, dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,64%. Hal ini berarti terdapat kenaikan biaya produksi pada beban pokok pendapatan perusahaan.
Selain itu, meningkatnya beban-beban juga mendorong kerugian perusahaan pada kuartal I 2024, yakni terdapat kenaikan pada beban keuangan dan kerugian pada instrument keuangan derivative.
Perusahaan menggunakan berbagai variasi instrumen keuangan derivatif untuk mengelola eksposur atas risiko suku bunga dan risiko perubahan nilai tukar mata uang asing termasuk kontrak valuta berjangka, interest rate swap and cross currency swap.
Rincian Pendapatan
![]() |
Melihat rincian pendapatan perusahaan, kontribusi penjualan perusahaan dari pasar lokal sebesar 84,49%, pasar luar negeri 15,28% dan sisanya sebesar 0,23% dari sewa tangki dan dermaga.
Track Record Laba/Rugi dan EPS
Perusahaan mulai membukukan kerugian sejak tahun 2022 dan mencatatkan Earning Per Share (EPS) negatif. Namun penurunan kinerja tersebut tidak menghalangi kenaikan harga saham TPIA.
Harga Saham
Meskipun pada tahun 2023 perusahaan masih mencatatkan kerugian dan EPS yang negatif, akan tetapi harga saham TPIA justru melesat sekitar 365% sejak Oktober 2023 hingga Mei 2024.
Kenaikan harga saham TPIA bukan didorong dari sisi kinerja keuangan. Apalagi jika melihat valuasi dari saham TPIA yang sudah cukup overvalued alias mahal di PBV 17, yang dimana calon investor harus membayar 17 kali lebih mahal.
Kenaikan harga saham TPIA justru didorong dari ekspansi-ekspansi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendorong kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Tahun 2023
Pada Februari 2023, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) resmi mengakuisisi dua entitas usaha PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Anak usaha KRAS yakni PT Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) telah melakukan penutupan transaksi atas Conditional Shares and Purchase Agreement (CSPA) atau Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat dengan TPIA.
Dengan adanya transaksi tersebut maka Chandra Asri menjadi pemegang saham dua anak usaha KSI. Yakni PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan PT Krakatau Tirta Industri (KTI).
Akuisisi bolt-on yang dilakukan Chandra Asri ini merupakan langkah strategis untuk mengintegrasikan seluruh aset infrastruktur, penyediaan listrik dan air yang dimiliki oleh KDL dan KTI dalam memenuhi kebutuhan industri di Cilegon serta mendukung kebutuhan rencana ekspansi berskala global (CAP2) ke depan.
Tahun 2024
Pada Januari 2024, TPIA berencana akan membangun pabrik chlor-alkali dan ethylene dichloride (pabrik CA-EDC) dengan nilai investasi sekitar US$ 800 juta pada awal tahun 2024.
Pabrik CA-EDC nantinya dioperasikan oleh anak usaha Chandra Asri Perkasa (CAP) 2, yakni PT Chandra Asri Alkali, yang akan memproduksi 500.000 metrik ton ethylene dichloride per tahun serta lebih dari 400.000 metrik ton caustic soda per tahun. Kehadiran pabrik CA-EDC diharapkan dapat membantu kekurangan bahan baku di Asia Tenggara.
Masih pada awal tahun, TPIA juga akan mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Krenceng, Cilegon. TPIA juga berkomitmen mencetak pertumbuhan eksponensial baik melalui pertumbuhan organik maupun ekspansi portofolio pada bisnis infrastruktur.
Pada Mei 2024, TPIA berencana akan mengakuisisi Shell Energy and Chemicals Parks Singapore (SECP) melalui perusahaan patungan yang mayoritas dimiliki Chandra Asri dan minoritas oleh Glencore, yakni CAPGC Pte. Ltd.
Diketahui, SECP memiliki kilang minyak mentah dengan kapasitas pemrosesan sebesar 237.000 barel per hari, ethylene cracker berkapasitas 1,1 juta metrik ton per tahun di Pulau Bukom dan aset kimia hilir di Pulau Jurong.
Masih dalam bulan yang sama, saham TPIA berhasil masuk ke dalam Indeks Standar Global MSCI.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
