Dolar Dekati Rp 16.300, Eksportir Bawa Kabur Dolar Lagi?

Revo M, CNBC Indonesia
11 June 2024 10:25
Dolar
Foto: Pexels

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mulai menggantungkan pasokan dolar Amerika Serikat (AS) pada Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diharapkan menjadi senjata "memulangkan" dolar AS belum ampuh meski nilai ekspor Indonesia masih tinggi.

Nilai tukar rupiah dalam tekanan hebat dalam beberapa hari terakhir. Pada hari ini, Selasa (11/6/2024) pukul 10.20 WIB, rupiah ada di Rp 16.290 atau melemah 0,07%. Sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah sudah jeblok 5,5%.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) periode 3-6 Juni 2024, bahwa investor asing mencatatkan beli neto sebesar Rp4,53 triliun dan selama tahun 2024 berdasarkan data setelmen sampai dengan 6 Juni 2024 tercatat beli neto sebesar Rp101,34 triliun di SRBI.

Data BI menunjukkan beli neto pada SRBI sudah tercatat selama lima pekan beruntun dengan total pembelian Rp37 triliun. Sebaliknya, di pasar saham sudah terjadi net sell selama sembilan pekan beruntun. Peminat SBN naik turun tetapi tercatat jual neto pada pekan lalu. Artinya, dana asing hanya masuk pada SRBI pekan lalu. Data tersebut juga menunjukkan ketergantungan besar Indonesia pada instrumen SRBI untuk menarik dana asing.

Untuk diketahui, SRBI merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga milik BI.

BI mencatat sejak diterbitkan pada 2023, aliran modal asing ke SRBI mencapai Rp508,41 triliun hingga 21 Mei 2024.

"Hasil assessment menunjukkan penerbitan SRBI meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter ke pasar uang SBN valas serta postiif ke pemanfaatan aset portofolio oleh bank dalam optimalisasi pembiayaan kredit," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (22/5/2024).

Masuknya aliran dana asing melalui SRbI sekilas terlihat menunjukkan BI mampu menarik perhatian investor asing dan menarik likuiditas dolar. Namun yang perlu dicermati yakni dengan imbal hasil yang tinggi, maka hal ini akan berdampak negatif dalam beberapa waktu ke depan.

SRBI memang telah terbukti menjadi kartu andalan BI dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Kepemilikannya meningkat dua kali lipat pada Mei.

Laporan yang dirilis Bank Central Asia (BCA) yang berjudul FX Reserves: A Costly Deal menunjukkan bahwa instrumen SRBI dengan imbal hasil sempat menyentuh 7,2% untuk enam bulan dengan risiko rendah akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk meningkatkan kepemilikannya.

Imbal hasil yang mahal ini pada akhirnya membebankan BI untuk membayar kewajiban bagi investor asing. Namun, di sisi lain, SRBI juga menjadi kekuatan untuk menumpuk dolar AS sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Senjata DHE Kurang Ampuh?

Dalam memenuhi kebutuhan dolar AS di dalam negeri, maka SRBI bukanlah satu-satunya cara untuk negara mampu mengumpulkannya. Salah satunya yakni dengan memanfaatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang DHE.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pengelolaan DHE SDA dari empat sektor, yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan ini menjadi sangat penting diperkuat untuk mengarahkan sumber devisa hasil ekspor untuk pembangunan ekonomi dalam negeri, termasuk menjaga stabilitas makro domestik.

Ia menyampaikan bahwa target DHE SDA sendiri sekitar US$60-100 miliar per tahun.

Dari potensi itu, maka PP 36/2023 ini kata Airlangga telah mewajibkan empat sektor yang memperoleh usaha dari SDA Indonesia itu dan memiliki nilai ekspor minimal US$250 ribu per dokumen ekspor harus mematuhi ketentuan DHE. Para eksportir wajib menyimpan DHE SDA paling sedikit 30% dalam sistem keuangan Indonesia dengan jangka waktu minimal 3 bulan per 1 Agustus 2023.

Namun seiring berjalannya waktu, PP 36/2023 tidak menunjukkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, pemerintah akan menggelar evaluasi ketentuan DHE tersebut dalam rangka memperkuat efektifitasnya untuk memasukkan dolar hasil ekspor ke dalam negeri.

Namun, realisasi DHE masih jauh dari harapan pemerintah. Instrumen Term Deposit Valuta Asing Hasil Ekspor (TD Valas DHE) per 23 April 2024 mencapai US$ 1,9 miliar.

Realisasi DHE juga jauh dari nilai ekspor Indonesia. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-April 2024 mencapai US$81,92 miliar. Nilai impor hanya turun 5,12%.

Pasokan dolar DHE yang masuk ke bank seharusnya bisa ikut menjaga nilai tukar. Saat permintaan dolar naik seperti saat ini, bank-bank memiliki pasokan cukup untuk memenuhi permintaan pasar ataupun masyarakat. Dengan demikian, nilai tukar tetap terjaga sehingga BI tidak perlu menguras cadev untuk menjaga rupiah.

Dengan pasokan dolar yang menipis maka rupiah rentan terhadap guncangan eksternal atau saat permintaan tinggi. BI harus menguras cadev untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Sebagai perbandingan, cadangan devisa (cadev) Indonesia selama lima bulan terakhir atau sepanjang tahun ini sudah berkurang US$ 7,43 miliar menjadi US$ 138, 97 miliar. Dengan pasokan dolar yang menipis maka BI harus menguras  cadev untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

BCAFoto: Banks' placement at BI increased, driven mainly by FX swap and not the newer SVBI/SUVBI
Sumber: Bank Indonesia (diolah BCA)

Jika DHE ini mampu dilaksanakan secara sempurna, maka likuiditas valuta asing (valas) di perbankan akan meningkat dan mendorong segala aktivitas produk berbasis valas.

Lebih lanjut, Dana Pihak Ketiga (DPK) valas perbankan diekspektasikan akan mengalami peningkatan yang pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan valas dalam negeri, seperti pembayaran dividen kepada investor asing hingga pembayaran utang dalam bentuk valas.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation