
Menyedihkan! Asing Cuma Tertarik pada "Jualan" BI, SBN-Saham Gak Laku

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus dana asing tercatat masuk ke Indonesia dalam lima pekan beruntun. Hal ini disambut positif dengan apresiasi bagi pasar keuangan domestik.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 3-6 Juni 2024, bahwa investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp2,42 triliun terdiri dari jual neto Rp0,66 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp1,45 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp4,53 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 6 Juni 2024 tercatat beli neto sebesar 52,94 triliun. Investor asing tercatat jual neto Rp36,02 triliun di pasar SBN, jual neto Rp8,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp101,34 triliun di SRBI.
Data BI menunjukkan beli neto pada SRBI sudah tercatat selama lima pekan beruntun dengan total pembelian Rp 37 triliun. Sebaliknya, di pasar saham sudah terjadi net sell selama sembilan pekan beruntun. Peminat SBN naik turun tetapi tercatat jua neto pada pekan lalu. Artinya, dana asing hanya masuk pada SRBI pekan lalu. Data tersebut juga menunjukkan ketergantungan besar Indonesia pada instrumen SRBI untuk menarik dana asing.
Sebelumnya, BI telah meraup Rp505 triliun dana asing ke SRBI dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI). Dari Rp 505 triliun, sebanyak 26% atau Rp 116,15 triliun merupakan SVBI.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti mengungkapkan bahwa demand valas Indonesia memang tinggi untuk keperluan impor, dividen, pembayaran utang, dan lainnya.
Destry menjelaskan instrumen SRBI dan SVBI ini menggantikan instrumen operasi moneter BI sebelumnya. Sebelumnya SRBI, BI memiliki reverse repo atau repo. "Jadi nyedot kelebihan likuid masuk BI dengan rate khusus tapi reverse repo ketika masuk ke BI gak bisa kita apa-apain, (hanya) stay di BI," katanya.
Baik SVBI dan SRBI, menurut Destry, telah memiliki underlying aset, yakni SBN. Adapun, SBN yang dijadikan underlying adalah milik BI dan penerbitannya juga sesuai ketentuan. "Artinya kita punya berapa SBN dan kita bisa terbit berapa jadi ada batasannya,tidak semena-mena," paparnya.
Derasnya dana asing yang masuk ke Tanah Air dalam lima pekan beruntun atau sejak minggu pertama Mei 2024 ini terjadi diikuti oleh selisih imbal hasil antara SBN tenor 10 tahun dengan US Treasury tenor 10 tahun yang secara rata-rat semakin melebar dalam satu bulan terakhir dibandingkan bulan sebelumnya.
Selisih antar keduanya pada periode 7 Mei hingga 7 Juni 2024 secara rata-rata berada di angka 2,469%, atau naik dibandingkan periode 5 April hingga 7 Mei 2024 yang secara rata-rata berada di angka 2,442%.
Pelebaran selisih ini semakin jelas terlihat khususnya pada pekan ini (3-6 Juni 2024) yakni dari 2,509% menjadi 2,638%.
Hal ini terjadi akibat ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) dari satu kali pada kuartal IV-2024 menjadi dua kali yakni pada September dan kuartal IV-2024.
Harapan pelaku pasar tersebut terlihat setelah data ISM Manufacturing PMI AS terpantau kembali mengalami kontraksi dari 49,2 menjadi 48,7. Penurunan tersebut merupakan penurunan kedua berturut-turut dan merupakan bulan kedua di bawah level 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan median estimasi sebesar 49,6.
Normalisasi permintaan barang pasca pandemi dan kebijakan moneter yang restriktif telah membebani sektor ini. ISM Institute berkomentar bahwa "perusahaan menunjukkan keengganan untuk berinvestasi karena kebijakan moneter saat ini dan kondisi lainnya".
Ketika hal tersebut terjadi, maka negara berkembang dengan kondisi dan prospek perekonomian yang cukup baik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi investor asing.
Advisor Treasury & Capital Market Bank BJB, Jhon Habibie Barus menilai Tingkat premi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun yang masih direntang 68-73 menunjukkan tidak ada kecemasan investor untuk berinvestasi di Indonesia di tengah tekanan nilai tukar dan berlanjutnya era suku bunga tinggi.
Jhon Habibie memandang daya tarik investasi RI masih cukup baik dengan tingkat CDS Indonesia yang masih baik. Selain itu diharapkan pelemahan rupiah akan menurun seiring dengan berakhirnya periode pembagian dividen.
Di sisi lain, Senior Economist PT Bahana TCW Investment Management, Emil Muhamad masih optimistis terhadap daya tarik investasi pasar keuangan RI. Saat ini yield SBN Rupiah sudah membaik untuk tenor-tenor pendek ditopang penerbitan instrumen SRBI.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)