
Sentimen AS-China Siap Goncang RI, Apa Saja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada pekan depan, sentimen baik dari dalam maupun luar negeri akan memengaruhi pasar keuangan domestik.
Pada Rabu (12/6/2024), China akan merilis data inflasi baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy).
Pada bulan kemarin, China telah merilis data inflasi tahunan untuk periode April yang mengalami kenaikan 0,3%, dibandingkan dengan perkiraan pasar dan angka pada bulan Maret sebesar 0,1%.
Ini adalah inflasi konsumen yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut, di tengah berlanjutnya pemulihan permintaan domestik meskipun pemulihan ekonomi sedang rapuh.
Inflasi China diperkirakan masih akan terjadi secara tahunan untuk periode Mei 2024 mengingat data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang dirilis S&P Global menunjukkan China berada di zona ekspansif dengan nilai 51,7.
PMI Manufaktur di China tumbuh paling cepat dalam dua tahun terakhir pada bulan Mei karena peningkatan produksi dan pesanan baru, terutama pada perusahaan-perusahaan kecil, menurut sebuah survei sektor swasta pada hari Senin pekan ini, sehingga meningkatkan prospek untuk kuartal kedua.
Belakangan ini, China telah meningkatkan investasi infrastruktur dan menyalurkan dana ke sektor manufaktur berteknologi tinggi untuk mendukung perekonomian secara lebih luas pada tahun ini.
Roda perekonomian yang mulai membaik ini menjadi katalis positif bahwa pertumbuhan ekonomi China diperkirakan akan meningkat diikuti dengan data inflasi yang mengalami kenaikan.
Di hari yang sama, Bank Indonesia (BI) akan merilis data Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).
IKK Indonesia pada April 2024 terpantau cukup baik dengan kenaikan sebesar 3,9 indeks poin ke angka 127,7.
Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak Mei 2023, karena keenam sub-indeks menguat setelah pemilu yang diselenggarakan pada awal tahun berjalan lancar, hanya dalam satu putaran.
Jika hal ini dapat dipertahankan, maka ekonomi Indonesia dapat dikatakan akan berada di teritori positif khususnya dalam hal konsumsi masyarakat.
Pada malam harinya, AS akan merilis data inflasi yang sudah ditunggu pelaku pasar, khususnya headline inflation dan core inflation.
Saat ini konsensus memperkirakan headline inflation akan tumbuh stabil di 3,4% yoy dan inflasi inti akan melandai ke 3,5% yoy.
Data inflasi ini akan menjadi hal yang mendapat perhatian pasar karena akan berdampak pada keputusan bank sentral AS (The Fed) dalam menentukan apakah pemangkasan suku bunga akan dilakukan di tahun ini atau tidak.
Target The Fed sendiri untuk inflasi AS yakni di level 2%. Jika hal tersebut dapat tercapai, maka besar kemungkinan The Fed akan melakukan penurunan suku bunga dari levelnya saat ini di 5,25-5,5%.
Lebih lanjut, pada Kamis (13/6/2024), rapat The Fed (FOMC) akan diselenggarakan bersamaan dengan FOMC Economic Projections dan FED Press Conference.
Sebagai informasi, sebelumnya pada dot plot Maret silam, 9 dari 19 pejabat The Fed melihat ada peluang pemangkasan suku bunga sebanyak 0,75% hingga akhir tahun ini. Proyeksi ini dengan melihat median proyeksi suku bunga oleh pejabat The Fed dalam dokumen dalam dokumen "dot plot" menjadi 4,5-4,75% atau median 4,6% hingga akhir tahun ini.
Median ini mengindikasikan jika The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 0,75% atau sebanyak tiga kali masing-masing sebesar 0,25% hingga akhir tahun.
Sementara hanya dua pejabat yang memperkirakan The Fed akan tahan suku bunganya di level 5,25-5,5% hingga akhir 2024.
![]() Sumber: The Fed |
Jika ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed kembali terjadi pada dot plot Juni ini, maka risk asset akan berpotensi mengalami apresiasi dan secara umum, pasar akan menyambut positif hal ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)