Harga Batu Bara Jeblok, Sri Mulyani - Warga Kalimantan Deg-Degan Nih

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
07 June 2024 12:55
Labourers load coal on trucks at Bari Brahamina in Jammu May 20, 2010. REUTERS/Mukesh Gupta/Files
Foto: REUTERS/Mukesh Gupta/Files

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terpantau ambles dalam beberapa hari terakhir. Penurunan ini turut menjadi kekhawatiran penurunan tingkat ekspor Indonesia sebagai negara eksportir batu bara terbesar dunia serta penerimaan negara.

Harga batu bara global acuan ICE Newcastle untuk kontrak Juli 2024 pada Kamis (6/6/2024) tercatat sebesar US$135,9 per ton, turun 0,8% dari hari sebelumnya. Dalam waktu sebulan, harga batu bara telah merosot sebesar 7%, dari US$145,95 per ton pada 6 Mei 2024. Penurunan ini menandai tren penurunan yang signifikan dalam harga batu bara global, yang dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan kebijakan energi.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi penurunan harga batu bara adalah peningkatan signifikan dalam kapasitas energi terbarukan di China. Menurut laporan Badan Energi Internasional (IEA), China menambahkan hampir 350 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan baru pada tahun 2023, yang merupakan lebih dari separuh total kapasitas global.

Jika tren ini berlanjut, China diperkirakan akan melampaui target energi terbarukan mereka pada tahun 2030 dalam waktu dekat, dengan kapasitas terpasang saat ini mencapai 1.130 GW dari target 1.200 GW pada tahun 2030.

Selain China, negara-negara di kawasan Asia lainnya juga menunjukkan peningkatan dalam adopsi energi terbarukan. India, misalnya, memiliki rencana untuk menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 500 GW pada tahun 2030, sementara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menargetkan 225 GW pada tahun yang sama. Indonesia sendiri berencana mencapai kapasitas 44 GW energi terbarukan pada tahun 2030.

Di sisi lain, permintaan impor batu bara di India mengalami penurunan pada awal tahun 2024. Meski demikian, total impor batu bara India pada Januari 2024 masih meningkat sebesar 16% dibandingkan Januari 2023, dengan total impor mencapai 19,81 juta ton. Produksi batu bara domestik India juga menunjukkan peningkatan, dengan produksi dari Coal India Ltd (CIL) dan perusahaan tambang lainnya meningkat signifikan.

Dampak Terhadap Ekonomi Indonesia

Bagi Indonesia, penurunan harga batu bara global memiliki dampak yang cukup signifikan. Sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia, penurunan harga ini dapat mempengaruhi pendapatan negara dari sektor ini hingga neraca perdagangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa nilai total ekspor Indonesia pada 2023 tercatat sebesar US$258,82 miliar. Dari total tersebut, batu bara atau emas hitam menjadi komoditas yang paling banyak diekspor. Ekspor bahan bakar mineral (HS 27) yang didominasi batu bara dan turunannya, menyumbang 22,99% dari total ekspor Indonesia.

Berdasarkan data Refinitiv, rata-rata harga batu bara ICE Newcastle sepanjang 2023 tercatat senilai US$ 172,05 per ton. Sedangkan, rata-rata harga batu bara sepanjang 2024 tercatat lebih rendah berada di US$132,05 per ton. Artinya, terdapat penurunan harga sekitar 23%. 

Secara historis, batu bara menyumbang ekspor sekitar 19% dari total ekspor Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa selama empat tahun atau 48 bulan terakhir, komoditas utama yang menopang surplus ekspor Indonesia adalah batu bara dan minyak mentah kelapa sawit (CPO). Kedua komoditas ini memainkan peran penting dalam mempertahankan kinerja ekspor negara.

Pelemahan harga batu bara sudah mulai terasa tahun ini.  Data BPS menunjukkan dari sisi volume, ekspor batu bara Indonesia pada Januari-April 2024 menyentuh 130,3 juta ton atau naik 7,4%. Namun, karena harga turun maka nilai ekspor batu bara Indonesia pada Januari-April 2024 jeblok 24,2% menjadi US$ 10,18 miliar.

Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menambahkan, nilai ekspor komoditas seperti batu bara dan CPO sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga internasional. Ketika harga jual komoditas seperti CPO mengalami penurunan di pasar global, kinerja ekspor Indonesia juga turut terpengaruh dan mengalami penurunan.
 Jika harga batu bara terus melemah maka ekspor Indonesia akan ikut terseret turun. Akibatnya surplus perdagangan bisa mengecil sehingga transaksi berjalan bisa terus defisit. Pelemahan ekspor ini juga bisa berdampak pada stabilitas nilai tukar karena ekspor yang menurun menandai semakin berkurangnya pasokan dolar Amerika Serikat di pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini membuat Indonesia rawan gejolak jika ada guncangan global.

Pelemahan harga komoditas juga menjadi kabar buruk bagi jutaan masyarakat yang menggantungkan hidup pada pasir hitam. Pendapatan masyarakat di kantong-kantong produksi batu bara seperti Kalimantan dan Sumatera bisa melemah.

Selain itu, pendapatan negara dari pajak penghasilan (PPh) produsen batu bara ataupun royalti batu bara bisa menurun. Data Kementerian ESDM menyebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke negara sejumlah Rp183,35 triliun atau melebihi dari target sebesar Rp 101,84 triliun. Komoditas batubara menyumbang 80% dari nilai royalti PNBP. Pendapatan dari subsektor PNBP minerba diestimasikan sebesar Rp172,96 triliun pada 2023.


Sebagai perbandingan, pendapatan royalti termasuk dari batu bara pada Januari-Mei 2024 mencapai Rp 41,65 triliun atau jeblok 33,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Dampak pelemahan harga komoditas termasuk batu bara sudah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR Selasa (4/6/2024), Sri Mulyani menyampaikan ada risiko ekonomi dari pelemahan harga komoditas.  
Dalam rapat  tersebut, Sri Mulyani membeberkan dampak besar dari penurunan harga komoditas andalan Indonesia seperti minyak dan batu bara terhadap penerimaan negara.

"Ini (turunnya) cepat sekali dalam 1-2 tahun. Kulo nuwunnya sangat pendek banget dan kemudian langsung jatuh," ujar Sri Mulyani.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation