
Ini Penyebab IHSG Babak Belur, Ambruk 2% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk lebih dari 2% pada perdagangan Rabu (5/6/2024), di mana saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) lagi-lagi membebani IHSG.
Hingga akhir perdagangan, IHSG ditutup ambruk 2,14% ke posisi 6.947,67. IHSG pun terkoreksi kembali hingga menyentuh level psikologis 6.900. Posisi penutupan hari ini adalah yang terendah sejak 22 November 2023. Pelemahan sebesar 2,14% juga menjadi yang terdalam sejak 14 Maret 2023 atau lebih dari setahun terakhir.
Tercatat sektor bahan baku menjadi penekan paling besar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni hingga mencapai 6,29%.
Sedangkan dari sisi saham, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) lagi-lagi membebani IHSG pada hari ini, yakni mencapai 31,6 indeks poin. Tak hanya BREN, saham Prajogo lainnya yakni PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga membebani IHSG hingga 29,9 indeks poin.
Tak hanya itu saja, saham pertambangan mineral Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) juga menjadi pemberat IHSG hingga 27,5 indeks poin dan saham perbankan raksasa PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga menekan IHSG sebesar 13,7 indeks poin.
Saham BREN kembali membebani IHSG, seperti yang terjadi pada akhir Mei lalu. Bahkan, saham BREN kembali mencetak auto reject bawah (ARB) sejak awal sesi I hari ini.
Diketahui dalam beberapa hari terakhir, BREN sudah mencetak ARB sebanyak empat kali. Padahal pada Selasa kemarin, BREN sempat melesat dan mencetak auto reject atas (ARA).
BREN yang masih menggunakan mekanisme perdagangan full call auction (FCA) lagi-lagi membebani IHSG, mengingkat kapitalisasi pasar BREN masih cukup besar yakni mencapai Rp 993,36 triliun, sehingga pergerakannya juga mempengaruhi IHSG.
Kasus ambruknya BREN hingga membebani IHSG pun membuat investor ritel 'murka' karena sejak perdagangan BREN menggunakan sistem FCA dan saham BREN ambruk, IHSG pun juga tidak berkutik banyak dan ikut ambruk.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengonfirmasi saham BREN telah masuk pada papan pemantauan khusus sejak perdagangan 28 Mei lalu, atau sejak suspense kedua BREN kembali dibuka oleh BEI, sehingga hingga hari ini, metode FCA di saham BREN masih berlangsung.
Alhasil, investor terutama investor ritel hanya dapat melihat variasi posisi bid dan offerpada jam-jam tertentu, sesuai dengan skema FCA yang ditetapkan BEI.
Investor hanya dapat melihat dengan mudah Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV).Namun, tidak selalu saham BREN dapat menyentuh harga sesuai dengan IEP-nya. Hal inilah yang dianggap oleh investor ritel terkait FCA sebagai perdagangan judi di pasar saham.
Bahkan, penerapan perdagangan dengan mekanisme FCA di sepanjang perdagangan membuat Mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta, Hasan Zein Mahmud memberi kritik keras atas kebijakan tersebut.
Hasan menilai sistem continuous auction bisa lebih transparan daripada FCA.
"Sederhana sekali (solusinya). Kembali pada continuous auction yang transparan, bila perlu tanpa batas harga. Sementara itu, integritas pasar diperbaiki," ujar Hasan kepada CNBC Indonesia, Rabu, (5/6/2024).
Hasan juga menilai bahwa dengan adanya FCA, keterbukaan transaksi berganti dengan menjadi order rahasia (secret quotations). Ia bahkan menyebut FCA sebagai serial dutch auction.
"Kini, di sini, berkembang sarana spekulasi yang saya sebut BER. Bursa Efek Remang-Remang," tandas Hasan.
Hasan pun menilai, saham-saham bernotasi khusus X yang masuk dalam papan pemantauan khusus itu tidak semuanya berkinerja atau berprospek buruk. Melainkan, ada yang harga sahamnya turun karena likuiditas yang tipis.
"Para sahabat saya - investor ritel - menjerit. Sakit melilit. Bukan saja karena nilai portfolio mereka melorot tajam, tapi bahkan untuk cut loss saja sering terlambat, karena bid-offer yang tak kelihatan dan rentang harga yang sempit," jelasnya.
Ia pun menyindir BEI yang bersikukuh mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk perlindungan investor.
"Entah investor yang mana. Atau memang otoritas setuju dengan fatalisme bahwa bentuk puncak perlindungan itu adalah membunuh," tegasnya.
Sebelumnya terpisah, menanggapi gelimbang protes ini, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya selalu terbuka atas tinjauan balik dari pihak eksternal, termasuk investor ritel.
"Feedback dalam bentuk apapun kami terima. Kami senantiasa lakukan kajian untuk melakukan review kebijakan-kebijakan IDX jika diperlukan," ungkap Nyoman kepada wartawan, Senin, (3/6/2024).
Ia pun menjelaskan kembali mengenai kebijakan Periodic Call Auction dimana menurutnya sistem di perdagangan Saham Papan Pemantauan Khusus ini merupakan bentuk pelindungan investor yang diterapkan oleh BEI. Utamanya bagi para investor pemula agar bisa menjadi panduan untuk menentukan keputusan investasinya.
"Bagi existing investor diharapkan dapat mencermati lebih dalam informasi dan update terkini terkait perusahaan sekaligus melakukan analisis fundamental dengan baik serta tepat," jelasnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)