BREN Jadi Korban, Apa Itu Full Call Auction di Bursa Saham?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
31 May 2024 11:25
Kondisi papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (9/2/2018). IHSG hari ini bergerak negatif karena respon sentimen anjloknya bursa saham Amerika hingga 4,15%. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten energi baru dan terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) lagi-lagi menjadi penekan terbesar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi I hari ini.

Pada perdagangan sesi I Jumat (31/5/2024) pukul 10:00 WIB, BREN membebani IHSG hingga mencapai 34,9 indeks poin. Hal ini lantaran saham BREN kembali ambles dan bahkan sudah menyentuh auto reject bawah (ARB) untuk ketiga kalinya sejak suspensinya dibuka oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa lalu.

Pada hari ini pula, saham BREN sudah ambruk 9,86% ke posisi Rp 8.225/unit, dan tentunya sudah menyentuh ARB. Pada pembukaan perdagangan hari ini, titik Indicative Equilibrium Price (IEP) sudah diketahui berada di harga Rp 8.225/unit.

Alhasil, IHSG yang sebelumnya sempat menguat di pembukaan perdagangan sesi I hari ini, selang satu jam kemudian langsung berbalik arah ke zona merah.

Sebelumnya, BEI melakukan suspensi terhadap saham BREN untuk kedua kalinya di tahun ini pada Senin hingga Selasa lalu. Adapun suspensi pertama BREN terjadi pada awal Mei lalu.

Perdagangan BREN saat ini menggunakan sistem full call auction (FCA), karena saham BREN sudah berada di papan pemantauan khusus dan diberikan notasi khusus oleh bursa yakni notasi X, yang artinya saham bersangkutan dalam pemantauan khusus oleh bursa.

Alhasil karena BREN menggunakan sistem FCA, maka investor yang memiliki saham BREN tidak bisa mengamati bid offer sebagaimana perdagangan saham biasa. Fitur yang disajikan bursa hanya IEP dan Indicative Equilibrium Volume (IEV).

Tentunya, sistem FCA ini membuat masyarakat kontra sejak awal diterapkannya pada akhir Maret lalu. Hal ini lantaran banyak investor yang kini tidak dapat melihat lagi posisi bid offer sepanjang perdagangan berlangsung.

Sebelumnya pada 25 Maret lalu, BEI resmi meluncurkan Papan Pemantauan Khusus tahap II yang dilaksanakan secara full periodic call auction.

Apa Itu Full Call Auction

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menjelaskan, ada konsukuensi dari penerapan papan ini. Salah satunya, jika suatu emiten masuk ke papan ini selama satu tahun berturut-turut maka ada kemungkinan sahamnya akan di suspensi oleh bursa.

"Secara aturan umum bagi saham yang masuk ke dalam papan pemantauan dosis secara satu tahun berturut-turut dapat dikenakan suspensi," ungkap Irvan dalam konferensi pers secara virtual, beberapa waktu lalu.

Namun, ia mengatakan, bursa tidak akan serta merta menggembok saham yang setahun mendekam di papan pemantauan khusus tersebut. Melainkan, pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu lebih lanjut terkait sebab ekuitasnya bisa negatif.

Di sisi lain, Irvan mengaku pihaknya telah mensososialisasikan skema perdagangan baru ini kepada para anggota bursa (AB) sehingga diharap pelaksanaan perdagangannya bisa dilaksanakan secara lancar.

"Untuk anggota bursa kurang lebih sudah familiar atas perubahan dari papan pemantauan full periodical auction," jelasnya.

Diketahui, implementasi Papan Pemantauan Khusus bertujuan untuk memberikan segmentasi khusus yang sesuai dengan strategi investasi investor dan meningkatkan likuiditas saham dengan kondisi tertentu sebagai upaya meningkatkan pelindungan investor di Bursa Efek Indonesia.

Pada implementasi full periodic call auction, seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus akan diperdagangkan secara periodic call auction yang terdiri dari 5 sesi periodic call acution dalam satu hari.

Adapun periodic call auction adalahperdagangan dengan permintaan dan penawaran harga yang cocok pada jam tertentu dan ditentukan berdasarkan volume terbesar. Ini berbeda dengan perdagangan reguler yang berlangsung sepanjang jam kerja bursa.

Periodic call auction adalah mekanisme perdagangan dengan kuota bid dan ask yang akan match pada jam tertentu serta pembentukan harga diambil dari lantai dengan volume match terbesar antara bid dan offer.

Mekanisme ini memungkinkan seluruh saham pada papan pemantauan khusus dapat diperdagangkan sampai harga minimum Rp 1. Auto Rejection untuk saham dengan harga Rp 1 - Rp 10 yakni sebesar Rp 1, sedangkan untuk saham dengan harga di atas Rp 10 sebesar 10%.

Sebelumnya,periodic call auctionhanya berlaku pada emiten yang masuk salah satu kriteria pemantauan khusus, yaitu emiten dengan likuiditas perdagangan rendah.

Pada kriteria ini, nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar regulerperiodic call auction.

Saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus selain karena kriteria itu adalah saham yang diperdagangkan secara continous auction atau proses tawar-menawar secara berkesinambungan.

Kini, periodic call auction diberlakukan secarafull pada seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus atau 11 kriteria. Saham-saham tersebut dapat diperdagangkan di luar pasar reguler dalam lima sesiperiodic call acution dalam satu hari pada Senin-Kamis dan empat sesi pada hari Jumat.

Terdapat 11 kriteria saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus, yaitu:

1. Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction kurang dari Rp51,00;

2. Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer);

3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya;

4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa;

5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir;

6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float);

7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction;

8. Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian;

9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU,
pailit, atau pembatalan perdamaian;

10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 hari bursa yang
disebabkan oleh aktivitas perdagangan;

11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.

Sejarah Baru: Saham Raksasa Bisa Masuk Full Call Auction

Akibat suspensi yang terjadi lebih dari sehari, BEI memasukkan BREN ke dalam saham pemantauan khusus. Oleh karena itu, saat ini perdagangannya dilakukan dengan sistem FCA, di mana untuk ARA dan ARB dibatasi 10%.

Ini menjadi yang pertama kali, suatu saham dengan kapitalisasi terbesar di bursa masuk ke dalam perdagangan FCA.

Sejak suspensinya dibuka Rabu lalu, BREN langsung menggunakan sistem FCA, membuat saham EBT Prajogo tersebut anjlok dan mencetak ARB selama tiga hari beruntun.

Dari harga tertinggi di atas Rp 12.175 per lembar saham hingga kini di harga Rp 8.225 per lembar, BREN sudah kehilangan kapitalisasi pasar lebih dari Rp 400 triliun.

Berkaca dari kasus BREN, maka saham big cap lainnya juga berpotensi bernasib sama jika terkena suspensi lebih dari sehari. Kasus BREN ini juga membuat IHSG sulit untuk bangkit, meski ada beberapa saham big cap yang mungkin menguat dan hanya mampu menahan koreksi IHSG.

Hal ini lantaran BREN sendiri sudah menjadi saham dengan kapitalisasi pasar terjumbo di Indonesia, sehingga pergerakannya tentu mempengaruhi IHSG.

Jika saja BREN terus anjlok dan mencetak ARB, maka cukup sulit IHSG bisa bangkit meski sudah dibantu oleh saham-saham perbankan raksasa yang juga memiliki kapitalisasi pasar jumbo.

Apalagi saat ini, saham perbankan raksasa masih rentan untuk terkoreksi dan belum ada tanda-tanda untuk bangkit kembali dalam jangka pendek.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation