
Gen Z Ngebet Pengin Keliling Dunia, Ternyata Duitnya dari Ngutang

Jakarta, CNBC Indonesia - Anak muda kelahiran tahun 1997 hingga 2012 alias generasi Z atau yang dikenal gen Z kini lebih sering melakukan aksi travelling alias jalan-jalan dan menghabiskan banyak uang hingga berhutang.
Generasi Z bahkan bisa membuat gebrakan terbesar pada musim panas ini, dimana survei menunjukkan bahwa mereka menambah rencana liburan dan menghabiskan lebih banyak uang daripada generasi yang lebih tua.
Menurut laporan yang dirilis oleh Bank of America (BoA) pada tanggal 20 Mei 2024, bukan sekedar liburan bersama keluarga, tetapi banyak Gen Z merencanakan perjalanan internasional dengan tarif lebih tinggi daripada generasi lain.
Survei terhadap lebih dari 2.000 orang Amerika menunjukkan bahwa Gen Z berencana untuk bepergian dalam jangka waktu yang lebih lama dan mengambil liburan yang lebih mahal dengan tarif yang lebih tinggi.
Menurut laporan bulan April yang diterbitkan oleh perusahaan jasa pasar PMG, Gen Z dan generasi milenial, berada di pucuk pimpinan lonjakan pengeluaran perjalanan tahun ini.
Laporan tersebut, yang mensurvei 1.800 orang dewasa di Amerika Serikat, Inggris, India, Jerman, dan Tiongkok, menunjukkan 65% Gen Z dan 72% milenial mengatakan mereka berencana untuk menghabiskan lebih banyak uang untuk perjalanan wisata tahun ini, jauh di atas 54% Gen X dan 40% baby boomer yang mengatakan hal yang sama.
![]() |
Menurut laporan baru dari perusahaan riset Morning Consult, Gen Z yang mengatakan mereka bepergian karena memiliki tabungan jumlahnya telah turun sejak Agustus 2023.
Namun, hal itu tidak menghentikan mereka, menurut Lindsey Roeschke, analis perjalanan dan perhotelan Morning Consult dan penulis laporan tersebut.
"Gen Z tumbuh dewasa di masa yang sangat bergejolak," ujar Roeschke. "Hal ini sangat memengaruhi perilaku perjalanan mereka." dikutip dari CNBC International.
"Mereka berpikir mengapa mereka harus menunda-nunda bepergian ke tempat yang benar-benar ingin mereka kunjungi demi berhemat sementara mungkin ada pandemi, krisis keuangan, perang, atau peristiwa besar lainnya yang dapat menghalangi mereka untuk sampai ke sana?" ungkapnya kepada CNBC Internasional.
Roeschke juga mencatat bahwa Gen Z akan menghabiskan waktu mencari cara untuk memangkas biaya perjalanan, daripada membatalkan atau menunda perjalanan mereka.
"Mereka mencari cara untuk berhemat dan menghemat uang, dengan cara bepergian di musim sepi, menggunakan aplikasi dan teknologi lainnya untuk membandingkan harga, menguangkan poin kartu kredit, berhemat di area pengeluaran lain, atau mencari pekerjaan sampingan untuk mendanai perjalanan mereka," ungkapnya kepada CNBC Internasional.
Yang mengagetkan adalah bagaimana Gen Z membiayai jalan-jalan. Menurut survei oleh perusahaan jasa keuangan Bankrate, 42% Gen Z dan 47% milenial mengatakan mereka berencana menggunakan utang untuk membiayai perjalanan musim panas mereka.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa metode paling populer untuk membiayai perjalanan liburan musim panas meliputi:
- kartu kredit yang dibayar selama beberapa bulan (26%)
- layanan "beli sekarang, bayar nanti" (8%)
- meminjam dari keluarga dan teman (6%)
- pinjaman pribadi (5%)
Roeschke mencatat bahwa Gen Z yang gemar bepergian tidak selalu merasa optimis tentang keuangan mereka.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan pada bulan Mei oleh perusahaan jasa keuangan Empower, hampir seperempat (24%) mengatakan mereka merasa ditekan oleh teman-teman untuk melakukan perjalanan yang tidak mampu mereka lakukan.
Dibandingkan dengan orang dewasa lainnya, Gen Z lebih cenderung mengatakan bahwa keuangan mereka sendiri, ekonomi yang lebih luas, dan perubahan iklim berdampak negatif pada keinginan mereka untuk bepergian
Sehingga meskipun dalam keadaan ekonomi yang terbatas, Gen Z tetap akan memaksakan kehendak untuk melakukan perjalanan ataupun jalan-jalan demi kepuasan dan gaya hidup masa kini meskipun dengan cara berhutang.
Bagaimana dengan Indonesia?
Di dalam negeri sendiri, berdasarkan laporan otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa outstanding pinjaman online (pinjol) atau fintech P2P lending yang masuk ke kategori kredit macet masih didominasi kalangan anak muda pada periode Maret 2024.
Berdasarkan data Statistik P2P Lending periode Maret 2024 yang dipublikasi pada Senin (13/5/2024), menunjukkan outstanding pinjaman macet di atas 90 hari perorangan naik 20,13% dibandingkan posisi Maret tahun lalu.
Sehingga nilai outstanding pinjaman macet melesat dari Rp1,14 triliun pada Maret 2023 menjadi Rp1,37 triliun pada periode yang sama tahun ini. Peningkatan outstanding pinjaman macet itu sejalan dengan rekening penerima pinjaman (borrower) aktif yang naik 12,68% secara tahunan (yoy) dari 463.790 borrower aktif menjadi 522.619 borrower aktif.
Jika dilihat berdasarkan gender, outstanding pinjaman macet perorangan didominasi dari kelompok laki-laki yang mencapai Rp746,34 miliar. Angkanya naik 19,6% yoy dari sebelumnya hanya Rp624,02 miliar. Artinya, kelompok laki-laki mengambil porsi 54,4% atas outstanding pinjaman macet perorangan pada Maret 2024. Dan sisanya berasal dari kelompok perempuan dengan outstanding pinjaman macet senilai Rp625,5 miliar dari sebelumnya Rp517,99 miliar. Angka tersebut naik 20,76% yoy.
Pada Maret 2024, OJK mencatat sebanyak 54,46% borrower aktif memiliki kredit macet pinjol berusia di bawah 34 tahun.
Dari sana terlihat bahwa kelompok usia kurang dari 19 tahun memiliki outstanding kredit macet senilai Rp2,2 miliar atau melonjak 41,05% yoy dari Rp1,56 miliar. Peningkatan kredit macet pinjol juga terjadi di usia 19-34 tahun yang naik 8,13% yoy menjadi Rp726,63 miliar.
CNBC Indonesia Research
