Kisruh Tapera: Ini Kebijakan Perumahan Era Belanda, Soeharto - Jokowi

Revo M, CNBC Indonesia
29 May 2024 08:10
BP Tapera Salurkan Pembiayaan KPR Ke 11 Ribu ASN. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)
Foto: BP Tapera Salurkan Pembiayaan KPR Ke 11 Ribu ASN. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pungutan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi perbincangan masyarakat karena gaji yang diterima akan berkurang. Hal ini terjadi setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP).

PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah resmi diterbitkan.

Dalam aturan yang terbit pada 20 Mei 2024 ini, pemerintah mewajibkan setiap pemberi kerja mendaftarkan karyawannya ke program Tapera paling lambat 2027. Setelah terdaftar, pemerintah akan memotong gaji para karyawan sebesar 3% setiap bulan untuk dimasukan ke dalam Tapera.

Dana program Tapera tersebut kemudian dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Kemudian, perincian tugas dan wewenang BP Tapera juga telah diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, dengan tujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta, serta memiliki fungsi untuk melindungi kepentingan peserta.

Kebijakan ini akan menyasar semua pegawai di Indonesia, termasuk mereka yang bekerja di swasta. Pasal 55 PP Tapera menyebutkan setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.

Selanjutnya, Pasal 7 juga merinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera. Pasal tersebut menyebut program ini tak hanya menyasar aparatur sipil negara (ASN), namun juga pekerja lainnya yang menerima gaji.

Lewat program Tapera, peserta yang yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Lantas, apakah Tapera ini merupakan hal yang baru? Bagaimana dengan sejarah kebijakan perumahan di Indonesia puluhan tahun lalu?

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, urusan penyediaan perumahan ditangani langsung oleh pemerintah.

Secara kelembagaan, urusan perumahan ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat khususnya di Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan.

Sejarah Kebijakan Sektor Perumahan Indonesia

Awalnya pada 1924, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Burgelijk Woning Regeling atau disebut dengan BWR.

Kemudian pada 1925-1930, Pemerintah Hindia Belanda bersipa untuk menyediakan permukiman yang layak kepada orang-orang Belanda dan Eropa yang makin banyak datang ke Hindia Belanda.

Selanjutnya pada 1945 atau Era Orde Lama Soekarno, Departemen Pekerjaan Umum terbentuk, yang salah satu tugas dan fungsinya adalah melakukan pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung. Namun, karena kondisi negara sedang tidak aman dan tidak stabil saat itu, maka dampak pembangunan perumahan belum terasa oleh masyarakat.

Empat tahun kemudian, Stadsvorming Ordonantie (SVO) atau Undang-undang Pembentukan Kota ditetapkan, mendasari pembangunan Kebayoran Baru, pelopor pembangunan perumahan Indonesia.

Satu tahun selanjutnya, Penyelenggaraan Kongres Perumahan Sehat pertama dilaksanakan, tanggal 25-30 Agustus 1950 di Bandung. Kongres ini menjadi tonggak sejarah perumahan di Indonesia dan tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional (Hapernas).

Tak lama setelah itu, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) didirikan sebagai lembaga pembiayaan perumahan.

Kemudian, Djawatan Perumahan Rakyat dibentuk sebagai lembaga pembangunan perumahan, bagian dari Departemen Pekerjaan Umum.

Pemerintah semakin giat dengan membentuk LPMB (Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan) untuk menangani masalah perumahan, khususnya dalam penelitian guna mencari solusi pengembangan rumah murah. Lembaga ini kemudian mendapat bantuan dari PBB.

Pada 1958, UU Darurat Nomor 3 tahun 1958 terbit, di mana urusan perumahan menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial. Kementerian Sosial mendirikan Kantor Pusat Urusan Perumahan.

Pada 1960, terbit Ketetapan MPR No. II/1960. Pemerintah berusaha memecahkan masalah pengadaan perumahan dengan beberapa ketentuan pokok, seperti bidang perumahan hendaknya diusahakan pembangunan rumah-rumah sehat, nikmat, tahan lama, murah harga dan murah sewanya, serta memenuhi syarat-syarat kesusilaan.

Selain itu, bantuan untuk pembangunan perumahan hendaknya disalurkan melalui berbagai jalan yang mudah.

Dua tahun berikutnya, Undang-Undang Pokok Perumahan Nomor 6 tahun 1962 diterbitkan. Namun karena tidak berjalan dengan baik diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1963.

Kemudian pada 1964, Undang-Undang Pokok Perumahan No. 1 tahun 1964 diterbitkan dengan fokus pada memberikan arahan pengadaan perumahan di Indonesia.

Selang 10 tahun berikutnya, dibentuk Badan Kebijakan Perumahan Nasional (BKPN), Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

BTN pada saat itu sebagai atu-satunya bank perumahan yang membuka akses pembiayaan rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) melalui kredit perumahan.

Lalu pada 1978 atau Era Orde Baru Soeharto, KPR mulai digalakkan dan urusan erumahan rakyat ditangani kementerian sendiri, dipimpin Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat.

Pada 1983, urusan perumahan yang tadinya ditangani Kementerian Muda menjadi setingkat Kementerian Negara Perumahan Rakyat.

Kemudian pada 1994, dibentuk adan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) sebagai pelaksana pengelolaan dana tabungan.

Masuk ke awal 2000an, muncul perhitungan kuantitatif dengan istilah 1 juta backlog perumahan yang diresmikan dengan pencanangan Gerakan Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) dan pada 2004, Kebijakan Perumahan Swadaya menjadi Prioritas dengan tiga program yang ditetapkan yakni Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), Program Pembiayaan Rumah Swadaya (PRS), dan Program Kemitraan Perumahan Swadaya (KPS).

Selanjutnya pada 2005, lahir PT. Sarana Multigriya Finance (SMF) sebagai lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan pada 2006 lahir Program Seribu Tower Rumah Susun Sederhana.

Di tahun 2010 atau era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lahir bantuan pembiayaan Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Selanjutnya pada 2015, Presiden Joko Widodo mencanangkan Program Sejuta Rumah dan pada 2016, Undang-undang No. 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) disahkan.

UU Tapera hadir dengan beberapa terobosan yang membawa angin baru bagi penyediaan dana murah jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Namun, terdapat beberapa aspek legal yang perlu diperhatikan di balik konsep baru yang dibawa oleh UU Tapera ini.

Sebagaimana tercantum dalam UU Tapera terdapat badan baru yang diamanatkan untuk mengelola Dana Tapera, yakni Badan Pengelola Tapera (BP Tapera).

Badan ini diberikan wewenang oleh undang-undang untuk menetapkan besaran alokasi Dana Tapera untuk keperluan pemupukan, pemanfaatan, dan cadangan. Kegiatan pemanfaatan merupakan kegiatan utama (core) dari Tapera, yakni kegiatan penyaluran Dana Tapera untuk pembiayaan perumahan Peserta Tapera yang digolongkan sebagai MBR.

Kegiatan ini sejatinya serupa dengan penyaluran dana FLPP yang telah dilakukan oleh LPDPP (Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan).

Sebagaimana yang termuat dalam pada Pasal 61 ayat (1) UU Tapera, pembentuk UU Tapera menghendaki adanya pengintegrasian dana FLPP yang dikelola oleh LPDPP ke dalam Dana Tapera.

Pengalihan dana tidak hanya akan berbentuk dana segar dari pengalokasian APBN saja, namun juga termasuk pengelolaan dana FLPP yang telah disalurkan LPDPP kepada masyarakat melalui bank-bank penyalur KPR FLPP.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation