
Investor Mesti Waspada Pekan Depan, Banyak Data Penting Rilis!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada pekan depan, pasar keuangan domestik diperkirakan bergejolak kendati hanya buka tiga hari atau hingga Rabu (22/5/2024).
Pada Senin (20/5/2024), bank sentral China (PBoC) akan merilis suku bunganya (LPR) tenor satu dan lima tahun yang diperkirakan konsensus masih akan stay di angka 3,45% dan 3,95%.
Dikutip dari Reuters, China diperkirakan menahan suku bunganya meskipun ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan hipotek semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perumahan.
Survei terhadap 33 pengamat pasar, yang dilakukan minggu ini, menemukan 27, atau 82% dari seluruh responden, memperkirakan LPR satu tahun dan lima tahun tidak akan berubah.
Jika LPR masih akan ditahan di level yang sama, maka hal ini tidak akan memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang China, kecuali terdapat stimulus atau hal lainnya yang dapat mendorong perekonomian China khususnya dalam hal properti.
Selain itu, dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2024 yang terdiri dari transaksi berjalan (CA), transaksi modal dan finansial, dan lainnya.
Sebelumnya, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$1,29 miliar pada triwulan IV-2023 (0,4% PDB), meningkat dibandingkan dengan defisit US$1,0 miliar (0,3% dari PDB) pada kuartal III-2023.
Transaksi berjalan Indonesia jika dilihat secara setahun penuh, maka 2023 mengalami defisit US$1,6 miliar (0,1% dari PDB). Ini adalah kali pertama transaksi berjalan mengalami defisit sejak 2020 atau dalam tiga tahun terakhir. Kondisi ini juga berbanding terbalik jika dibandingkan akhir 2022, ketika transaksi berjalan RI mencatat surplus US$13,2 miliar.
Defisitnya transaksi berjalan menjadi sinyal akan pemburukan pada dua hal yakni melemahnya ekspor serta melebarnya defisit pendapatan primer.
Jika defisit transaksi berjalan terus-menerus terjadi, maka dikhawatirkan rupiah akan terus tertekan sehingga BI harus mengerek suku bunga. Bila suku bunga meningkat, maka aktivitas ekonomi bisa diperlambat. Harapannya impor barang bisa turun dan mengurangi beban pada transaksi berjalan.
Keesokan harinya pada Selasa (21/5/2024) dan Rabu (22/5/2024), BI akan melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Hal ini akan menjadi perhatian pelaku pasar salah satunya yang ditunggu yakni suku bunga acuan.
Sebelumnya pada April 2024, BI cukup mengejutkan pasar dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%.
"Rapat dewan Gubernur memutuskan menaikkan BI rate," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (24/4/2024).
BI mengungkapkan alasan kenaikan suku bunga tersebut karena untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk pastikan inflasi sesuai sasaran 2,5 plus minus 1% 2024 2025 sejalan dengan stance kebijakan prostabilitas.
Diketahui rupiah melemah tajam dalam beberapa waktu terakhir. Dolar AS sempat menyentuh Rp16.200.
Kemudian pada Kamis (23/5/2024), bank sentral AS (The Fed) akan menyelenggarakan Federal Open Meeting Committee (FOMC) minutes.
Pelaku pasar membutuhkan banyak wawasan tentang pemikiran pejabat Fed seputar kebijakan moneter sambil menunggu pertemuan berikutnya di bulan Juni.
Menjelang FOMC minutes tersebut, beberapa pejabat The Fed akan speech, seperti Barkin, Waller, Williams, Bostic, dan lainnya.
Setiap pernyataan yang disampaikan pejabat The Fed ini akan memberikan dampak bagi pasar keuangan global, termasuk mata uang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)