
Di Negara Lain Harga Gula Murah, di RI Mahal Banget, Apa yang Salah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga gula tengah mengalami lonjakan yang signifikan. Kenaikan harga gula domestik berbanding terbalik dengan harga internasional yang justru tengah turun.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) melaporkan tren pergerakan harga gula yang terus naik sejak 2023. Per Mei harga rata-rata gula mencapai Rp 18.000 per kg atau sudah di atas harga acuan pemerintah.
Seperti diketahui, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula konsumsi menjadi sebesar Rp 17.500 per kilogram (kg).
Kenaikan gula dalam negeri disebabkan oleh penurunan produksi gula nasional dan faktor musiman yang mendongkrak permintaan. Selain itu pasokan dalam negeri yang terbatas imbas El Nino telah mendorong lonjakan harga gula.
Diketahui produksi gula tahun 2023 turun menjadi 2,27 juta ton, dibandingkan tahun 2022 sebesar 2,4 juta ton. Sementara tingkat konsumsi gula meningkat pada tahun 2023 menjadi 3,4 juta ton, dibandingkan 2022 sebesar 3,2 juta ton.
Kurangnya pasokan dalam negeri, menyebabkan salah satu pendorong kenaikan harga gula. Selain itu, Pada akhir 2023, National Sugar Summit (NSS) memproyeksikan tingkat produktivitas pada setiap satu hektar perkebunan hanya akan menghasilkan 61,5 ton gula. Ini akan menandai produktivitas terendah dalam satu dekade.
Penurunan kualitas tebu ditengarai karena eksploitasi tanah yang besar-besaran dan pemberian pupuk yang berlebihan membuat kualitas tanah menurun. Jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang, kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan produksi.
Hal ini justru berbeda dengan harga gula mentah berjangka dalam pasar global. Harga gula mentah berjangka di pasar spot mengalami penurunan sepanjang tahun 2024, tercatat sejak awal tahun 2024 hingga perdagangan Senin (13/5/2024) turun sebesar 9,5% dan mendarat di level US$18,63 per pon atau setara dengan Rp300rb.
Turunnya harga gula mentah berjangka di pasar global karena para pedagang mengantisipasi surplus global pada musim 2024/2025 karena melimpahnya pasokan.
Penurunan ini juga dipengaruhi oleh penurunan tajam harga minyak mentah, yang menyebabkan harga gula etanol di Brazil anjlok dari harga tertinggi dalam 10 bulan pada April. Kondisi ini mendorong produsen tebu untuk memprioritaskan produksi gula dibandingkan pencampuran biofuel.
Brazil, eksportir gula terbesar diperkirakan akan mampu memproduksi gula sebanyak 44,5 juta ton gula, dan 35,3miliar ethanol. Lonjakan produksi akan meringankan bagi negara-negara pengimpor gula utama di Asia dan Timur Tengah yang masih mengalami keterbatasan persediaan.
Namun, para analis menganggap peningkatan ketergantungan pada satu negara merupakan risiko besar mengingat sebagian besar gula di negara tersebut dikirim dari satu pelabuhan. India sebagai produsen gula terbesar kedua diperkirakan tidak akan melanjutkan ekspor gula hingga semester kedua tahun 2025.
Antisipasi Kenaikan Gula
Meskipun saat ini harga gula dalam negeri terus mengalami peningkatan, namun Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah bersiap dengan kenaikan tersebut dengan melakukan beberapa solusi.
Bapanas meluncurkan relaksasi dengan penetapan harga gula tingkat konsumen di Rp 17.500/Kg dan Rp18.50 di wilayah 3TP yakni daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan. Selain itu Bapanas juga telah melaksanakan proses importasi gula untuk memenuhi stok sebelum masa panen dimulai.
Demi upaya swasembada gula ke depan, dibutuhkan upaya merangsang pemilik pabrik gula (PG) agar meningkatkan dan melakukan pengembangan produksi gula di dalam negeri.
Di sisi lain Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy Mandey mengungkapkan kondisi stok gula di pasar rietl masih mencukupi meski terjadi kenaikan harga. Guna memastikan pemerataan penjualan gula, ritel menetapkan pembatasan pembelian.
CNBC Indonesia Research
