sectoral insight

Kondisi Gula RI Ngeri-Ngeri Sedap, Begini Fakta Pahitnya

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
15 March 2024 13:35
Gula kemasan di toko ritel. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Gula kemasan di toko ritel. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mengimpor gula dalam jumlah besar karena defisit produksi nasional terus terjadi akibat kualitas tebu turun dan umur pabrik sudah tua. Persoalan ini semakin menjadi beban setelah harga gula terus mengalami kenaikan.

Waspada Harga Gula Terus Menanjak

Harga gula memang terus menanjak naik mulai sekitar Mei tahun lalu. Pada  Maret 2023 lalu, harga rata-rata gula nasional masih di Rp14.380 per kg. Lalu pada bulan September 2023 naik ke Rp14.940 per kg, dan di akhir tahun 2023 terbang ke Rp17.270 per kg.

Kini, harga gula pasir lokal per Jumat (15/3/2024) sudah nyaris ke Rp18.000/kg. Jika dibandingkan setahun lalu harga gula ini sudah naik sekitar 24,22%.

Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani meminta pemerintah waspada potensi lonjakan harga gula. Pasalnya, posisi stok saat ini menipis.

Dia memaparkan, stok gula nasional di akhir tahun 2023 ditaksir mencapai sekitar 740.000 ton. Sementara, kebutuhan gula nasional berkisar 3 juta ton atau sekitar 200.000 ton per bulan. Ini adalah angka kebutuhan untuk gula konsumsi, tidak termasuk gula untuk kebutuhan industri dan lainnya.

"Khusus untuk PTPN, saat ini kami memiliki stok 166.474 ton. Sebagian besar stok itu sudah dimiliki pedagang tapi belum keluar dari gudang kami," katanya saat ikut dalam Rapat Kerja Menteri Perdagangan dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

"Artinya, ketika bicara kebutuhan hari raya, paling tidak dari PTPN baik milik sendiri dan pedagang ada 166.474 ton, ada sekitar 28.000 ton segera keluar dari pelabuhan. Artinya ini sudah agak ngeri-ngeri sedap ketersediaan gula di pasaran," tambah Abdul Ghani.

Produksi Gula Defisit Terus, Konsumsi Malah Naik

Industri gula memang masih menghadapi jalan yang terjal, untuk produksi gula nasional saat ini masih  defisit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan diperlukan impor.

Dalam 10 tahun terakhir produksi gula yang terus turun malah sangat kontras dengan konsumsi yang terus naik.

Seperti terlihat pada grafik di atas, produksi gula mencapai 2,4 juta ton 2022, kalah jauh dengan konsumsi gula yang mencapai 3,21 juta ton pada periode yang sama. Produksi yang rendah membuat pasokan gula kurang untuk mencukupi kebutuhan domestik, akhirnya industri harus melakukan impor.

Hingga akhir 2022, menurut data statistik tebu yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia melakukan impor hingga 6 juta ton. Berdasarkan asal pemasok, ada 17 negara yang melakukan ekspor gula ke RI, dari jumlah tersebut Thailand menempati posisi teratas, dengan porsi mencapai 40,26%. Kemudian disusul India, Brazil, dan Australia.

Persoalan utama dari sisi on farm mengapa produksi defisit adalah kualitas tebu dalam negeri terus turun kendati lahan meningkat. Sementara dari sisi off farm pabrik-pabrik sudah banyak yang tua dan memerlukan perbaikan.

Luas Lahan Tebu Meningkat, Produktivitas Malah Turun

Luas lahan tebu selama satu dekade ini selalu meningkat, tetapi belum bisa disertai produktivitas belum efektif. Hal ini terjadi lantaran kurangnya penerapan teknologi pada perkebunan tebu, ketersediaan tenaga kerja kurang, faktor iklim, hingga pabrik gula di RI yang mayoritas berusia tua.

Menurut data yang dilaporkan National Summit Sugar yang diselenggarakan 13 Desember 2023 lalu, luas lahan perkebunan tebu selama 10 tahun terakhir dalam tren yang terus naik. Pada 2022 saja luas lahan tebu di seluruh Indonesia mencapai 490 ribu ha, hingga 2023 luas lahan diperkirakan masih akan terus meningkat hingga 505 ribu ha.

Peningkatan luas lahan seharusnya membuat jumlah tanaman meningkat sehingga yang dipanen untuk produksi harusnya ikut naik.

Namun, realita berbicara berbeda lantaran defisit produksi terjadi akibat kualitas tebu yang kita punya semakin turun. Hal ini semakin tercermin pada tingkat produktivitas yang ikut turun.

Pada akhir 2023, National Sugar Summit (NSS) memproyeksikan tingkat produktivitas pada setiap satu hektar perkebunan hanya akan menghasilkan 61,5 ton gula. Ini akan menandai produktivitas terendah dalam satu dekade.

Penurunan kualitas tebu ditengarai karena eksploitasi tanah yang besar-besaran dan pemberian pupuk yang berlebihan membuat kualitas tanah menurun. Jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang, kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan produksi.

Pabrik Gula Sudah Tua, Perlu Perbaikan Fasilitas dan Teknologi Baru

Selain itu, penerapan teknologi yang mumpuni dalam industri gula belum efektif dilakukan di perkebunan tebu hingga pabrik gula Tanah Air. Apalagi, pabrik gula di Indonesia ternyata banyak yang usia-nya sudah tua,

Sebagai contoh saja pada sepanjang 2016, total pabrik gula yang dimiliki BUMN baik yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai holding company‎ dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) ada sebanyak 45 pabrik. Mirisnya, dari jumlah tersebut mayoritas pabrik sudah berusia di atas 100 tahun.

Oleh karena itu, diperlukan bantuan pemerintah guna menjalankan upaya revitalisasi pabrik gula dan penggilingan tebu yang harapannya bisa meningkatkan tingkat produktivitas agar Indonesia semakin mendekati swasembada pangan terutama dari gula.

Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Sarmuji menanggapi persoalan defisit produksi gula nasional. Menurutnya, harus ada pembinaan pada petani tebu dan perbaikan terhadap fasilitas pabrik.

"Kalau enggak dilakukan (perbaikan) dengan mesin yang lama itu pasti (kualitas) rendaman tebu itu pasti akan terpengaruh oleh pabrik yang menggunakan fasilitas lama. Karena itu perlu ada perbaikan-perbaikan guna merealisasikan target yang diinginkan pemerintah," jelas Sarmuji.

Sarmuji juga menegaskan bahwa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) perlu melakukan pembinaan pada pabrik gula. Pembinaan tersebut berkaitan dengan bagaimana menanam tebu dengan produksi yang bagus serta varietas yang unggul.

"Guna menciptakan swasembada gula, perlu ada lahan terutama pabrik-pabrik gula yang sebagian besar ada di Pulau Jawa, tetapi sangat disayangkan bila constraint (hambatan) lahannya tidak diatasi," katanya.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation