Pengusaha Curhat Harga Gula Dunia Ikut Cekik Industri Minuman RI

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
13 March 2024 18:45
Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo menyebut kenaikan harga gula dunia sebesar 16,48% dari tahun 2022 ke 2023 (yoy) telah membuat pelaku usaha minuman ringan Indonesia menjadi pusing. Pasalnya, kenaikan tersebut telah mengganggu tingkat pertumbuhan penjualan minuman ringan dimana di tahun 2023 hanya tumbuh di angka 3,1%.

Triyono menyebut kemarau berkepanjangan atau El Nino telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara, yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku seperti gula. Gula khususnya gula rafinasi menjadi bahan baku utama industri minuman Indonesia.

 

Triyono mengungkapkan harga gula internasional selama 2023 naik 16,48% dibandingkan 2022 lalu.

"Kemarau berkepanjangan menjadi tantangan bagi kami di tahun 2024," kata Triyono dalam Konferensi Pers ASRIM di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Selain karena dampak harga gula dunia yang naik, lanjutnya, tingkat penjualan minuman ringan juga terganggu oleh dampak krisis geopolitik, yang mana dinamika perang antara Rusia dan Ukraina berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan mengganggu rantai pasokan global.

"Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kami, ada geopolitik yang berimbas pada biaya logistik dan supply chain," ujarnya.

Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Pengunjung memilih produk minuman berpemanis di Transmart Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (30/10/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Kemudian faktor lainnya, ada laju peningkatan inflasi komponen harga pangan yang mencapai 8,47% pada Februari 2024, angka ini lebih tinggi dari laju inflasi secara umum yaitu 2,61% (yoy). Hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, yang mana fokus konsumen jadi lebih fokus pada kebutuhan primer.

Sedangkan di sisi lain, Triyono menyebut kinerja industri minuman ringan masih belum membaik. Kata dia, pertumbuhan industri minuman masih belum mencapai tingkat yang berkelanjutan.

"Kita lihat kinerjanya masih belum baik. Kita lihat pertumbuhan industri minuman belum sustainable, kita pikir ulang bagaimana agar bisa lebih baik," ujarnya.

Kendati demikian, Triyono mengatakan pelaku usaha minuman ringan tetap optimistis tahun 2024 merupakan sebuah kesempatan bagi industri ini untuk bangkit dari keterpurukan, setelah sempat dilanda pandemi covid-19.

"Kami melihat 2024 ada kesempatan untuk rebound, karena covid sudah lewat dan orang-orang sudah bebas. Tapi memang ada tantangan, karena ada Pilpres sehingga sedikit membuat kami berpikir ke depannya bagaimana policy-nya," pungkasnya.


(wur)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular