
Wong Cilik Amerika Ngerem Belanja, McD Hingga Coca-Cola Sampai Pusing

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurun daya beli kini menghantui Amerika Serikat (AS). Kalangan ekonomi kelas bawah AS kini bahkan harus memilih untuk membeli makanan fast food di luar atau makan sendiri. Kondisi ini tentu saja membuat perusahaan-perusahaan raksasa AS mulai was-was.
Perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat (AS) mulai khawatir dengan penurunan konsumsi kelas bawah AS.
McDonald's. Coca-Cola, Nestle, dan PepsiCo mengungkapkan jika inflasi di AS sulit turun dalam jangka panjang maka kelas bawah akan semakin memangkas konsumsi produk mereka.
"Pelanggan tentu saja sangat diskriminatif dalam hal membelanjakan dolar," tutur direktur keuangan McDonald's AS Ian Borden dikutip dari The Financial Times.
McDonald's memperkirakan banyak dari pelanggan kelas bawah yang mengurangi konsumsi fast food dan memilih makan di rumah untuk berhemat.
Kelas bawah selama ini terbantu dengan stimulus ekonomi Presiden Joe Biden. Stimulus menjaga mereka dalam mengkonsumsi barang premium, seperti bir.
Namun, kemewahan itu menghilang seiring berkurangnya stimulus.
Coca-Cola memang masih membukukan kenaikan permintaan tetapi mereka memperkirakan penjualan mereka akan turun,
"Ada daya beli yang tertekan di kelas bawah. Tanda-tanda bahwa konsumen mulai shifting konsumsi demi mencari nilai barang," tutur Direktur Keuangan Coca-Cola John Murphy.
Nestle melaporkan penjualan mereka turun 7,7% pada Januari-Maret 2024 karena melandainya penjualan produk untuk kelas bawah seperti frozen food.
Seperti diketahui, pemerintah AS memberikan stimulus "Supplemental Nutritious Assistance Program" atau Program Bantuan Nutrisi Tambahan (SNAP) untuk kelas ekonomi bawah.
Direktur Keuangan Nestle Anna Manz menjelaskan pengurangan benefit program SNAP serta inflasi tinggi bisa membuat daya beli warga AS jatuh 50%.
Inflasi AS pada periode Maret 2024 meningkat menjadi 3,5%, dibandingkan 3,2% pada periode Februari 2024. Pada inflasi AS periode Maret 2024, indeks makanan naik sebesar 0,1% secara bulanan (MoM), setelah tidak ada perubahan pada Februari dan kenaikan 0,4% pada Januari. Adapula, harga pangan di luar rumah (pembelian restoran) naik sebesar 0,3% (MoM), menyusul kenaikan sebesar 0,1% di bulan Februari.
Dampak inflasi telah mendorong orang Amerika untuk mengurangi konsumsi. Hal ini termasuk pengeluaran mereka untuk makanan di restoran seperti McDonald's, restoran cepat saji yang secara historis mengutamakan nilai dan keterjangkauan sebagai nilai bisnis inti. Makan di luar kini menjadi lebih mewah.
Untuk terus mendapatkan pelanggan, pihak McDonald's menawarkan konsumen lebih banyak keuntungan saat drive-thru, termasuk paket dengan harga US$4 atau sekitar Rp 64.328 (kurs US$1 = Rp 16.085). Harga tersebut lebih rendah di 90% lokasinya di AS.
Selain dari kenaikan harga-harga, resto cepat saji seperti McDonald's juga mendapatkan tantangan lain. McDonald's menghadapi masalah keuangan secara internasional. Misalnya saja, rantai makanan cepat saji ini mencatat bahwa gejolak di Timur Tengah telah membebani penjualan di wilayah tersebut.
Penjualan dalam bisnis pasar berlisensi, yang merupakan bagian dari sebagian besar lokasinya di Timur Tengah, hanya tumbuh 0,7% pada kuartal terakhir 2023, jauh lebih buruk dibandingkan pertumbuhan lebih dari 4% di Amerika Serikat dan bisnis internasional lainnya.
Tabungan Orang Amerika
Selain melemahnya konsumsi, AS juga kini dihadapkan pada persoalan tabungan masyarakat yang melambat.
Berdasarkan data Forbes Advisor, total tabungan pribadi AS berjumlah US$802,1 miliar pada April 2023. Tingkat tabungan pribadi (tabungan pribadi sebagai persentase dari pendapatan pribadi yang dapat dibelanjakan) adalah 4,1%.
Tidak termasuk aset pensiun, rata-rata orang Amerika memiliki tabungan pribadi sebesar US$65.100 (Rp 1,05 miliar), menurut studi Perencanaan & Kemajuan Keuangan tahun 2023 dari Northwestern Mutual.
Dari tahun 1971 hingga 2023, tingkat suku bunga rata-rata 5,42%. Suku bunga mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar 20% pada bulan Maret 1980 dan rekor terendah sebesar 0,25% pada bulan Desember 2008.
![]() |
Survei Penasihat Forbes mengenai kebiasaan menabung yang dilakukan pada Maret 2023 menemukan bahwa dua pertiga (66%) orang Amerika mengatakan mereka mampu menabung dalam setahun terakhir. Kenaikan suku bunga (50%) dan kenaikan gaji (35%) merupakan faktor paling umum yang membantu responden menabung.
Keadaan perekonomian yang tidak menentu memotivasi banyak orang untuk menabung, namun ini hanyalah salah satu cara masyarakat berupaya melindungi diri mereka sendiri.
Laporan tahun 2023 dari Northwestern Mutual menemukan bahwa masyarakat Amerika mengambil tiga langkah besar untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi: Hampir 64% responden memangkas biaya, 50% melakukan penghematan, dan 41% menunda pengeluaran besar. Setiap rumah tangga sering kali menggunakan beberapa strategi sekaligus.
Namun, masyarakat Amerika menghadapi banyak hambatan dalam menabung dan menyisihkan lebih sedikit pendapatan mereka secara keseluruhan.
Menurut data dari Federal Reserve St. Louis, tabungan pribadi hanya menyumbang 4,1% dari pendapatan pribadi yang dapat dibelanjakan pada April 2023. Jumlah tersebut jauh di bawah angka tertinggi pandemi sebesar 33,8% pada April 2020 dan 26,3% pada Maret 2021 dan lebih rendah dari tingkat tabungan. satu dekade sebelumnya, 6,2% pada bulan April 2013.
Meskipun suku bunga tabungan berada pada titik tertinggi dalam 15 tahun terakhir, banyak orang Amerika mungkin merasa kesulitan untuk memanfaatkan suku bunga yang kompetitif ini dalam kondisi perekonomian saat ini.
CNBC Indonesia Research
