5 Isu Panas Penentu IHSG Hari Ini: Koalisi Prabowo - Dampak BI Rate

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 April 2024 08:30
Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (25/4/2024) kemarin, sehari setelah kejutan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuannya dan di luar ekspektasi pasar.

Pada akhir perdagangan, IHSG ditutup melemah 0,27% ke posisi 7.155,29. IHSG pun masih bertahan di zona psikologis 7.100.

Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan kemarin mencapai Rp 14,5 triliun dengan volume transaksi mencapai 27 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 208 saham naik, 338 saham turun, dan 235 saham stagnan.

Terpantau beberapa sektor menjadi penekan IHSG di akhir perdagangan, yakni transportasi yang mencapai 1,14%, energi sebesar 1,1%, dan bahan baku sebesar 1,04%.

Adapun berikut berita-berita terkait IHSG kemarin.

1. IHSG Terkapar Sehari Setelah BI Naikkan Suku Bunga

Investor di pasar saham RI kemarin masih menimbang dampak dari naiknya suku bunga acuan BI pada Rabu lalu. Bahkan, saham perbankan yang seharusnya terdorong oleh sentimen kenaikan suku bunga, pada perdagangan kemarin justru bergerak sebaliknya.

Sebelumnya, BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25%, dari sebelumnya di level 6%. Ini menjadi kedua kalinya suku bunga dinaikkan sejak pandemi Covid-19. Adapun terakhir BI menaikkan suku bunga acuannya yakni pada Oktober 2023.

Kenaikan ini juga berbeda dengan hasil polling yang dihimpun olehCNBC Indonesia Researchdari 14 institusi yang menunjukkan sembilan di antaranya memproyeksi bahwa BI masih akan menahan suku bunga. Dari 14 institusi, hanya lima yang memperkirakan BI menaikkan suku bunga.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bp menjadi 6,25%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat konferensi pers secara daring, Rabu (24/4/2024).

Perry Warjiyo menjelaskan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkahpre-emptivedanforward lookinguntuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

"Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegasnya.

Meski suku bunga kembali dinaikkan, tetapi masih akan ada stimulus yang diberikan BI untuk menjaga daya tahan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu melalui kebijakan makroprudensial yang longgar.

Kebijakan makroprudensial longgar itu untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.

2. Dampak Kenaikan Suku Bunga BI

Sejumlah kalangan mulai dari bankir hingga pelaku usaha memperkirakan kondisi perekonomian Indonesia berpotensi tertekan, akibat dampak dari keputusan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate pada April 2024 menjadi 6,25%.

Dari kalangan pengusaha, peringatan potensi tekanan ekonomi akibat kenaikan BI Rate itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani serta Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani. Mereka menyoroti potensi perlambatan ekonomi 2024.

Shinta mengatakan, dengan kenaikan suku bunga acuan itu, maka target pertumbuhan ekonomi pemerintah pada tahun ini sebesar 5,2% akan sulit dicapai. Sebab, beban bunga kredit akan tinggi untuk ekspansi usaha maupun konsumsi masyarakat.

"Target ini akan sulit dicapai bila suku bunga terlalu tinggi atau tidak affordable, sementara kondisi geopolitik juga turut menekan potensi investasi dan perluasan usaha. Jadi sedapat mungkin beban-beban terhadap penciptaan perluasan kinerja usaha, investasi, dan ekspor pada pelaku usaha dalam negeri harus ditingkatkan efisiensinya, bukan ditambah," tegas Shinta dikutip dari keterangannya, Kamis (25/4/2024).

Sementara itu Ajib menambahkan, dengan kebijakan suku bunga BI yang ia kategorikan sebagai kebijakan agresif bisa menimbulkan tiga permasalahan pada perekonomian Indonesia. Pertama ialah akan perbankan yang cenderung akan menaikkan suku bunga kredit, sehingga di sektor usaha akan mengalami kenaikan cost of fund.

"Hal ini akan mendorong kenaikan Harga Pokok Penjualan (HPP) atas produksi. Inilah hal pertama yang perlu dimitigasi, yaitu timbulnya inflasi karena kenaikan harga pokok produksi atau cost push inflation," ucap Ajib.

Kedua ialah terkait pelemahan daya beli masyarakat. Dengan semakin sedikitnya likuiditas dan potensi kenaikan harga barang, maka daya beli masyarakat akan mengalami tekanan. Apalagi pemerintah juga mempunyai ruang fiskal yang relatif terbatas untuk menopang daya beli masyarakat dengan skema bantuan sosial (bansos).

Tantangan ketiga menurutnya pelambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kata Ajib sebetulnya saat ini sedang menghadapi masalah, yaitu tren yang menurun. Pada 2022 pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31% dan pada 2023 hanya mencapai 5,05%.

"Ketika pemerintah membuat kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, semakin tidak mudah mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan," ucap Ajib.

Sejumlah bankir bahkan mengaku terkejut dengan keputusan BI menaikkan suku bunga acuan April 2024, meski alasannya untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah yang terus melemah ke level atas Rp 16.000. Sebab, bagi bankir saat ini ekonomi Indonesia belum pulih sepenuhnya dari dampak Pandemi Covid-19.

Direktur Utama Allo Bank Indonesia (BBHI) Indra Utoyo mengatakan hal tersebut. Menurutnya, tingkat suku bunga tinggi akan berdampak langsung pada pembiayaan oleh industri perbankan, mengingat faktor ketidakpastian terus menjadi acuan utama dalam pengelolaan risiko pembiayaan.

"dapat disimpulkan industri perbankan akan menghadapi tekanan untuk menjaga NII/NIM pada tahun 2024, sedangkan nilai tukar rupiah diharapkan dapat terjaga setelah BI menaikkan tingkat suku bunga," ujar Indra.

Ia mengatakan, jika melihat indikator perekonomian, langkah BI menaikkan suku bunga kurang relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnya, jelas Indra, pengendalian laju inflasi yang masih dalam level baik sebesar 3,05%, masih dalam target Bank Indonesia 2,5% ± 1%.

 

Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (BJTM) Busrul Iman menambahkan, pihaknya bahkan mau tidak mau melakukan evaluasi terhadap DPK, yang dia sebut sensitif terhadap perubahan suku bunga.

"Meningkatnya suku bunga ini secara makro akan berpengaruh kepada inflasi dan daya beli masyarakat serta sektor riil. Sebagai pelaku di industri perbankan, tentu mau tidak mau kami harus melakukan evaluasi terutama dari sisi Dana Pihak Ketiga utamanya yang sensitif terhadap suku bunga," ujar Busrul saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2024).

Direktur Utama BPD terbesar, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBR) atau BJB, Yuddy Renaldi juga menilai keputusan kenaikan BI Rate secara umum akan memberikan tekanan yang lebih panjang terhadap perbankan dalam hal biaya dana.

Menurutnya, likuiditas juga mungkin akan mengetat pada tahun ini. "Perbankan harus mengelola dana pihak ketiga yang dimiliki dengan optimal dengan mencari sumber-sumber pendanaan yang efisien," kata Yuddy saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (24/4/2024).

3. Imbal Hasil SBN Meningkat

Tekanan jual di pasar obligasi tampaknya masih akan berlanjut, menyusul posisi imbal hasil obligasi acuan RI tenor 10 tahun yang melambung.

Berdasarkan data Refinitiv, imbal hasil obligasi acuan RI selama 10 tahun pada penutupan kemarin, Kamis (25/4/2024) menyentuh posisi 7,12%. Ini menjadi posisi tertinggi sejak 27 Oktober 2023 atau enam bulan terakhir.

Perlu diketahui, dalam obligasi pergerakan imbal hasil dan harga itu berlawanan arah. Jika imbal hasil naik, maka harga turun, karena banyak investor jualan.

Kenaikan imbal hasil ini bisa berdampak ke sejumlah hal mulai dari melemahnya rupiah hingga beban bunga utang pemerintah yang membengkak.

Kenaikan imbal hasil SBN tenor 10 tahun sejalan dengan US Treasury di mana imbal hasil tenor 10 tahun juga melonjak ke 4,564% dari 4,598% pada awal pekan ini. Jika imbal hasil US Treasuryterus naik makayieldSBNpun akan ikut merangkak naik.

4. Asing kembali Mencatatkan Net Sell Cukup Besar di Pasar Saham

Investor asing sepertinya masih getol melepas saham-saham RI hingga perdagangan kemarin. Berdasarkan data pasar, asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) di pasar saham RI hingga mencapai Rp 1,13 triliun.

Padahal beberapa hari sebelumnya, net sell asing sudah mulai berkurang. Dalam lima hari terakhir, asing mencatatkan net sell kurang dari Rp 1 triliun.

Bahkan pada perdagangan Rabu lalu, asing terpantaunet buydi keseluruhan pasar sebesar Rp 7,84 miliar. Memang di pasar reguler masih banyak aksi jual sebesar Rp 245 miliar. Namun, di pasar tunai dan nego menutupi itu dengan pembelian sebanyak Rp 252,85 triliun.

Saham perbankan besar PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling banyak dilego asing kemarin, yakni mencapai Rp 881,8 miliar.

Naiknya kembali net sell asing kemarin hingga kembali menyentuh Rp 1 triliun sepertinya disebabkan karena asing mulai mengalihkan investasinya ke pasar obligasi, setelah BI menaikkan suku bunga acuannya.

Hal ini juga dapat dibuktikan dengan semakin tingginya imbal hasil SBN. Ketika imbal hasil semakin tinggi, maka tandanya pasar obligasi semakin menarik. Alhasil, pasar saham apalagi rupiah berpotensi kembali merana.

5. Koalisi Prabowo-Gibran Semakin Terlihat

Dari kabar politik dalam negeri, koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran sepertinya semakin terbentuk. Hal ini tercermin dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang menjadi partai pertama yang bergabung dengan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Umum NasDem usai bertemu Prabowo di Jalan Kertanegara Nomor 4, Jakarta Selatan, pada Kamis sore (25/4/2024).
"NasDem menyatakan kembali menegaskan mendukung pemerintahan baru di bawah bapak Prabowo Subianto," ungkapnya.

Berdasarkan perhitungan KPU, terdapat delapan partai yang lolos parlemen dengan perolehan suara di atas parliamentary threshold 4%. Partai tersebut diantaranya adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Meski demikian, partai koalisi pasangan Prabowo-Gibran diantaranya adalah Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dengan total perolehan suara gabungan partai tersebut sebesar 65.547. 525 atau setara dengan 43,18%.

Sedangkan, partai yang bukan koalisi dari Prabowo-Gibran yaitu PDIP, PKB, NasDem, dan PKS. Bergabungnya NasDem maka total suara koalisi pemenang mencapai 52,84%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation