Newsdata

Israel Serang Balik Iran: Mata Uang Asia Ambruk, Rupiah Paling Parah

Revo M, CNBC Indonesia
19 April 2024 10:32
Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami pelemahan di tengah kuatnya ekonomi AS dan indeks dolar AS (DXY).

Dilansir dari Refinitiv, mata uang Asia yang memiliki penurunan terparah yakni rupiah sebesar 0,59% dan won Korea Selatan sebesar 0,55%.

Sementara yen Jepang justru mengalami penguatan sebesar 0,34%.

Mata uang Asia kompak turun pasca Israel dikabarkan menyerang balik Iran.

Israel meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) dini hari. Hal itu diungkap pejabat senior AS kepada ABC News.

Peluncuran rudal tersebut menyusul serangan Iran pada Sabtu lalu, di mana negara tersebut mengirimkan lebih dari 300 drone dan rudal tanpa awak ke sasaran di seluruh negeri. Semua kecuali beberapa dicegat oleh Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, kata para pejabat.

Sementara itu, sebuah ledakan terdengar di kota Ghahjaworstan di Iran, terletak di barat laut kota Isfahan, menurut kantor berita semi-resmi Iran FARS, mengutip sumber-sumber lokal.

"Kota Ghahjaworstan terletak di dekat Bandara Isfahan dan pangkalan perburuan kedelapan Angkatan Udara," lapor FARS, dikutip CNN International.

Menyusul serangan tersebut, Iran mulai mengaktifkan sistem pertahanan udaranya di beberapa kota. Hal itu menyusul terdengarnya ledakan di dekat pusat kota Isfahan.

"Pertahanan udara Iran telah diaktifkan di langit beberapa provinsi di negara itu," kata kantor berita IRNA.

Mata uang Asia juga melemah karena ekspektasi pelaku pasar perihal pemangkasan suku bunga mulai bergeser.

Pada akhir 2023, pasar memiliki proyeksi penurunan suku bunga terjadi pada Maret 2024. Kemudian bergeser menjadi April dan hingga saat ini bergeser ke September 2024, bahkan mungkin hanya sekali saja pada akhir tahun.

Pergeseran ini terjadi karena data-data menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam masih kuat.

Chairman The Fed Jerome Powell pada Selasa mengindikasikan tingkat kebijakan saat ini kemungkinan besar akan tetap berlaku sampai inflasi mendekati target 2%.

"Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk mencapai kepercayaan tersebut," katanya dalam forum bank sentral, dikutip dari Reuters.

Inflasi AS melonjak 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024, dibandingkan 3,2% pada Februari 2024.

"Terkait kurs kita monitor dulu karena kurs ini kan bukan sesuatu yang kita harus respons daily bases dan kita lihat Cadev di BI masih besar jadi tidak ada yang perlu kita khawatirkan," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Kamis (18/4/2024).

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan secara fundamental perekonomian domestik tidak ada masalah. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 berada dalam kisaran 4,7-5,5%. Inflasi tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%, dengan realisasi 0,52% (mtm) pada Maret 2024, sehingga secara tahunan menjadi 3,05% (yoy).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags


Related Articles

Most Popular
Recommendation