
Kena Pukul Bertubi-tubi: Rupiah Terlemah Sejak Pandemi, Dolar Rp16.245

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terus ambruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar hari ini, Rabu (17/4/2024). Pada Rabu pagi pukul 09.40 WIB, dolar AS ada di posisi Rp 16.245. Dengan kata laun rupiah melemah 0,46%. Posisi rupiah saat ini adalah yang terendah sejak 3 April 2020 atau di awal masa pandemi Covid-19.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bahkan sempat menyentuh ke Rp 16.255 atau ambruk 0,52%.
Pelemahan rupiah ini memperpanjang tren negatifnya akibat sentimen global, utamanya dari ketegangan geopolitik Iran Israel. Rupiah juga melemah karena ada sentimen dari pernyataan Chairman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang menegaskan The Fed perlu lebih banyak waktu untuk memastikan pemangkasan suku bunga.
Rupiah ambruk sejak dibuka pada awal perdagangan setelah libur Lebaran, kemarin. Setidaknya ada dua faktor yang memicu pelemahan rupiah.
1. Konflik Israel vs Iran
Drone Iran menyerang Israel pada Sabtu pekan lalu (15/4/2024). Serangan drone tersebut yang merupakan serangan langsung pertamanya terhadap wilayah Tel Aviv. Ini berisiko meningkatkan eskalasi regional karena Amerika Serikat (AS) berjanji memberikan dukungan "kuat" kepada Israel.
Serangan Iran terjadi ketika proksi Teheran di Irak, Lebanon, Suriah dan Yaman melancarkan serangkaian serangan terhadap sasaran-sasaran Israel dan Barat sejak tanggal 7 Oktober, ketika Hamas yang didukung Iran melancarkan serangan teror yang menghancurkan di Israel selatan, sehingga memicu serangan membabi buta Tel Aviv ke Gaza, Palestina.
Ketengan di Timur Tengah akan meningkatkan ketidakpastian global sehingga investor menahan diri atau memilih aset aman seperti dolar AS.
2. The Fed Masih Galak
Powell dalam diskusi panel di acara Washington Forum on the Canadian Economy, Washington, D.C. pada Selasa waktu AS (16/4/2024) mengatakan perekonomian AS belum melihat inflasi kembali sesuai target bank sentral yakni di kisaran 2%. Hal ini menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga tidak akan segera terjadi dalam waktu dekat.
"Data yang lebih baru menunjukkan pertumbuhan yang solid dan kekuatan yang berkelanjutan di pasar tenaga kerja, namun juga kurangnya kemajuan lebih lanjut sepanjang tahun ini karena kembalinya target inflasi 2%," kata Powell dikutip dari CNBC International.
Senada dengan pernyataan pejabat bank sentral baru-baru ini, Powell mengindikasikan tingkat kebijakan saat ini kemungkinan besar akan tetap berlaku sampai inflasi mendekati target 2%.
"Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk mencapai kepercayaan tersebut," katanya dalam forum bank sentral.
Pernyataan Powell ini membuat pelaku pasar makin pesimis jika The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Perangkah CME Fedwatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini hanya bertaruh 27,3% jika The Fed akan memangkas suku bunga di Juni. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pada dua pekan lalu yang mencapai 60-70%.
3. Ekonomi AS Masih Panas, Inflasi Terbang
Inflasi AS di luar dugaan menanjak hingag 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024 dari 3,2% pada Februari. Sejumlah data AS juga menunjukkan ekonomi AS masih panas.
Data tenaga kerja AS juga menunjukkan adanya penambahan 303.000 pada non-farm payrolls, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar di angka 200.000.
Terbaru, data penjualan ritel AS untuk bulan Maret melampaui ekspektasi para analis, yang merupakan bukti terbaru mengenai ketahanan konsumen Amerika.
Departemen Perdagangan melaporkan pada hari Senin (15/4/2024), penjualan ritel meningkat 0,7% pada periode Maret 2024, jauh lebih cepat dari perkiraan konsensus Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 0,3%.
Masih panasnya ekonomi AS dan inflasi mereka membuat pasar pesimis jika The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
4. Dolar AS dan Imbal Hasil US Treasury Terbang
Dolar AS kembali diburu setelah pasar semakin pesimis dengan pemangkasan suku bunga The Fed. Mata uang Greenback juga semakin melesat setelah serangan drone Iran ke Israel. Dolar AS adalah aset aman yang diburu saat terjadi ketidakpastian politik dan ekonomi.
Pada penutupan perdagangan Selasa (16/4/2024). indeks dolar terbang ke 106,292. Indeks masih bergerak di level tertinggi sejak awal November atau lima bulan terakhir.
Begitu pula dengan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun yang juga naik ke kisaran 4,66%, Posisi tersebut adalah yang tertinggi 6 November 2024 atau lima bulan terakhir.
Melesatnya indeks dolar dan imbal hasil US Treasury mengindikasikan adanya pengalihan dana investor kepada dua instrument tersebut. Dengan kata lain, ada instrument berdenominasi non-dolar yang dijual. Dalam hal ini Indonesia mesti bersiap menghadapi kemungkinan terburuk ditinggal investor.
5.Capital Outflow
Nilai tukar terus tertekan akibat derasnya capital outflow, terutama di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) kemarin hingga mencapai Rp 2,48 triliun di seluruh pasar dengan rincian sebesar Rp 2,46 triliun di pasar reguler dan Rp 24,42 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Investor juga terpantau melepas SBN yang membuat imbal hasil SBN melambung. Pada perdagangan kemarin, imbal hasil SBN tenor 10 tahun terbang ke 6,94% atau tertinggi sejak 14 November 2023. Meningkatnya imbal hasil menandai banyaknya investor yang menjual SBN, termasuk dari investor asing.
Data Bank Indonesia menunjukkan berdasarkan data transaksi 1 - 4 April 2024, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp8,07 triliun terdiri dari jual neto Rp1,41 triliun di pasar SBN, jual neto Rp5,88 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,78 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]