Review Sepekan

Beda dari Yen Cs, Rupiah Malah Sakti Pekan Ini! Terbantu Liburan?

mae, CNBC Indonesia
10 February 2024 14:00
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia -Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini meski dihujani sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.

Pada perdagangan terakhir pekan ini, Rabu (7/2/2024), nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp15.630/US$ atau terapresiasi 0,61%. Penguatan ini mematahkan tren pelemahan yang terjadi dua hari beruntun.

Dalam sepekan, nilai tukar rupiah menguat 0,16%. Penguatan ini memperpanjang tren positif rupiah yang juga menguat 1,01% pada pekan sebelumnya.

Seperti diketahui, pasar keuangan Indonesia hanya buka selama tiga hari pekan ini karena ada libur panjang Hari Raya Imlek dan Isra Mi'raj.

Penguatan rupiah pekan ini justru terjadi di tengah banyaknya sentimen negatif mulai dari melonjaknya indeks dolar, capital outflow, hingga pernyataan hawkish dari sejumlah pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Namun, perdagangan rupiah yang hanya berlangsung tiga hari pekan ini membatasi pelemahan. Fakta ini setidaknya dilandasi bahwa mayoritas mata uang Asia ambruk pada pekan ini.

Mata uang ringgit Malaysia jatuh 0,95%, yen Jepang ambruk 0,63%, dolar Singapura merosot 0,32%, dan yuan China melemah 0,001%. Hanya won Korea yang menguat sangat tajam.

Dalam sepekan ini, nilai tukar mayoritas mata uang Asia mengalami tekanan karena kembali hawkishnya pernyataan The Fed. Kondisi ini membuat indeks dolar menguat tajam.

Indeks dolar menguat dari 103,92 pada pekan lalu menjadi 104,11 pada Jumat kemarin. Indeks dolar kini bergerak di angka 104 yang merupakan level tertingginya sejak awal Desember 2022 atau dua bulan terakhir.

Indeks melonjak setelah sejumlah pejabat The Fed menyampaikan pandangan mengenai kebijakan The Fed ke depan di beberapa acara pekan ini.

Mayoritas menegaskan jika The Fed belum akan memangkas suku bunga sampai mereka percaya diri jika inflasi akan turun ke kisaran 2%. Namun, terdapat pula pejabat yang cenderung dovish.
"Saat ini kebijakan kami sudah bagus, kamu sangat hati-hati dalam menilai data-data yang sudah ada dan outlook ke depan. Jika kami mulai percaya diri kamu akan mulai memangkas suku bunga tahun ini," tutur Presiden The Fed Boston Susan Collins di acara Boston Economic Club, pada Rabu pekan ini, dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, Chairman The Fed Jerome Powell sudah mengisyaratkan jika pemangkasan masih jauh.Powell dalam wawancaranya di "60 Minutes" di CBS mengatakan jika The Fed akan berhati-hati dalam memangkas suku bunga tahun ini.

"Kami ingin melihat bukti yang lebih meyakinkan jika inflasi melaju ke kisaran 2% sebelum mengambil langkah yang sangat penting berupa pemangkasan suku bunga," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.

Presiden The Richmond President Thomas Barkin di acara The Economic Club of Washington juga menyampaikan pandangan hawkish.Dia menekankan jika The Fed akan sabar menunggu inflasi turun.

Sebaliknya, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari memiliki pandangan yang lebih dovish.

"Saya bisa katakan dua atau tiga kali pemangkasan suku bunga tepat dilakukan sejarang jika melihat data yang ada," tuturnya dikutip dari CNBC International.

Perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan hanya 17,5% pelaku pasar memproyeksi The Fed akan memangkas suku bunga pada Maret mendatang. Padahal, probabilitas pemangkasan masih mencapai 70% pada tiga pekan lalu.

Dari dalam negeri, sentimen negatif datang dari laporan cadangan devisa (cadev). BI telah merilis data cadev yang menurun pada akhir Januari 2024 dibandingkan Desember 2023.

Tercatat posisi cadev Indonesia pada akhir Januari 2024 tetap tinggi sebesar US$145,1 miliar. Cadangan devisa ini turun US$1,3 miliar dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2023 sebesar US$ 146,4 miliar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation