
5 Isu Penentu IHSG, Baca Biar Gak Boncos Sebelum Liburan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Selasa (7/5/2024) kemarin, setelah sempat bergerak cukup volatil sepanjang perdagangan kemarin.
Hingga akhir perdagangan, IHSG ditutup melemah 0,17% ke posisi 7.123,61. Meski gagal bertahan di zona hijau, tetapi IHSG masih bertahan di level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan kemarin mencapai Rp 11 triliun dengan volume transaksi mencapai 19 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 254 saham menguat, 290 saham melemah, dan 238 saham lainnya stagnan.
Secara sektoral, sektor transportasi menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 0,9%.
Adapun berikut berita-berita terkait IHSG kemarin.
1. Investor Asing Masih Getol Lepas Saham-saham RI
Hingga kemarin, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) atau outflow di pasar saham RI. Asing tercatat melakukan net sell mencapai Rp 714,39 miliar di seluruh pasar kemarin, dengan rincian sebesar Rp 683,28 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 31,11 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Angka ini cenderung menurun dari posisi perdagangan Senin lalu yang mencapai Rp 1,18 triliun di seluruh pasar, dengan di pasar reguler sebesar Rp 1,11 triliun dan sebesar Rp 70,48 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Setidaknya dalam tiga bulan terakhir, asing telah mencatatkan net sell hingga mencapai Rp 3,5 triliun, dengan rincian sebesar Rp 9,8 triliun di pasar reguler dan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 6,29 triliun di pasar tunai dan negosiasi.
Bahkan sepanjang tahun ini, asing telah mencatat net sell hingga mencapai Rp 4,71 triliun di pasar reguler, meski di pasar tunai dan negosiasi asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 8,02 triliun.
Sementara menurut Bank Indonesia (BI), berdasarkan data transaksi 29 April - 2 Mei 2024, bahwa investor asing di pasar keuangan domestik tercatat tercatat beli neto Rp 3,06 triliun terdiri dari beli neto Rp 3,75 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,27 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 1,58 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 2 Mei 2024, investor asing jual neto Rp 53,76 triliun di pasar SBN, beli neto Rp 6,11 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 13,87 triliun di SRBI.
Hal ini membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan perhatian terhadap aksi jual saham oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
OJK mencermati pengaruh dari peningkatan tekanan di pasar keuangan global terhadap kinerja pasar modal domestik membuat asing masih getol melepas saham-saham di RI hingga kemarin.
2. Asing Masih Getol Lego Saham RI, Ini Daftar Sahamnya.
Beberapa saham terpantau kembali dilepas asing kemarin. Saham-saham bank raksasa terpantau masih menjadi saham yang banyak dilepas asing hingga perdagangan kemarin.
Saham perbankan raksasa kedua di Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasarnya yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi yang paling banyak dilepas asing kemarin, yakni mencapai Rp 500,7 miliar.
Selain BBRI, adapula saham perbankan paling jumbo di Indonesia yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 135,1 miliar.
Berikut saham-saham yang dilepas asing kemarin.
3. Ini Saham Pemberat IHSG Kemarin.
Saham perbankan BBRI juga menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 14,1 indeks poin. Selain BBRI, juga ada BBCA yang menjadi laggard atau penekan yakni sebesar 6,9 indeks poin dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar 4 indeks poin.
Selain perbankan raksasa, ada pula saham teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan emiten pertambangan mineral Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN)
Berikut saham-saham yang menjadi penekan IHSG kemarin.
4. Saham IPO 2024 Masih Kurang Greget, Ada Apa?
Kinerja saham IPO 2024 sepertinya tidak jauh berbeda dengan saham-saham IPO 2023, di mana jika dihitung dari harga IPO-nya hingga akhir perdagangan kemarin, secara mayoritas merana.
Setidaknya ada 22 saham IPO 2024 yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Senin lalu dan kinerja sahamnya justru tidak jauh berbeda dengan saham-saham IPO 2023.
Jika dihitung dari harga IPO-nya hingga kemarin, maka ada 13 saham yang berkinerja negatif dan hanya ada sembilan saham yang berkinerja positif.
Saham PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk (MPIX) menjadi yang paling buruk kinerja sahamnya dari harga IPO yakni ambruk 76,49%. Sedangkan saham PT Multikarya Asia Pasifik Raya Tbk (MKAP) menjadi yang paling unggul, di mana dari harga IPO-nya hingga kemarin, saham MKAP masih meroket 228,7%.
Sementara pada akhir perdagangan kemarin, saham PT Multi Hanna Kreasindo Tbk (MHKI) menjadi yang paling parah koreksinya yakni mencapai 24,89% ke posisi Rp 350/saham. Bahkan, saham MHKI sudah menyentuh auto reject bawah (ARB) kemarin.
Kinerja saham IPO 2024 nyatanya tidak jauh berbeda dengan IPO 2023, di mana masih belum ada yang cukup menarik di saham IPO 2024.
Di tengah penurunan harga saham IPO yang masih berlangsung di 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap mengklaim harga saham dipengaruhi oleh permintaan dan persediaan. Bursa hanya menjamin perusahaan yang maju IPO memiliki prospek bisnis ke depan.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengatakan mengenai perusahaan IPO, Bursa tidak hanya mengutamakan historis kinerja keuangan, tetapi prospek bisnis yang berkelanjutan.
"Ya, kita bicara going concern kan. Itu yang jadi poin utama kita. Kalau kita bicara harga, supply and demand," kata Iman, Kamis (22/2/2024).
Dalam konteks serupa, bursa pernah menuturkan bahwa kemampuan secara historikal perusahaan memang penting dicermati, tetapi prospek ke depan juga harus diperhatikan.
Hal ini berkaitan dengan melantainya perusahaan di bursa dan dengan dana IPO yang diraup dapat menjadi penyokong atau modal bagi perusahaan untuk bertumbuh.
5. Ini Update Terbaru Saham di Bawah 10 Perak, Ada 2 Saham yang Sudah Sentuh 1 Perak
Sebanyak 37 saham terpantau sudah diperdagangkan di bawah harga Rp 10 per saham hingga akhir perdaganganSelasa kemarin, di mana dua saham ada yang sudah menyentuh harga Rp 1 per saham atau satu perak.
Adapun saham PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT) dan PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT) menjadi saham yang sudah berada di posisi satu perak. Keduanya pun ditutup ambruk 50%.
Berikut saham-saham yang sudah berada di bawah harga Rp 10 per saham.
Seperti diketahui, bursa telah melakukan penerbitan Peraturan Bursa Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang berlaku pada 9 Juni 2023 dan Peraturan Bursa Nomor II-X tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang akan berlaku pada 12 Juni 2023.
Pada Papan Pemantauan Khusus Tahap I, masih berlaku hybrid. Namun per Senin kemarin, BEI meresmikan Papan Pemantauan Khusus Tahap II, sehingga berlaku full periodic call auction.
Dengan adanya pemberlakuan perdagangan menggunakan full periodic call auction, maka ada potensi besar bagi saham-saham yang memiliki notasi khusus dapat menyentuh harga Rp 1 per saham atau satu perak.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy menjelaskan, ada konsukuensi dari penerapan papan ini. Salah satunya, jika suatu emiten masuk ke papan ini selama satu tahun berturut-turut maka ada kemungkinan sahamnya akan di suspensi oleh bursa.
Perlu diketahui, salah satu kriteria perusahaan tercatat yang masuk dalam papan pencatatan khusus adalah apabila perusahaan tidak dapat memenuhi persyaratan untuk tetap tercatat di BEI, salah satunya adalah memiliki ekuitas atau modal negatif.
"Secara aturan umum bagi saham yang masuk ke dalam papan pemantauan dosis secara satu tahun berturut-turut dapat dikenakan suspensi," ungkap Irvan dalam konferensi pers secara virtual.
Namun, ia mengatakan, bursa tidak akan serta merta menggembok saham yang setahun mendekam di papan pemantauan khusus tersebut. Melainkan, pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu lebih lanjut terkait sebab ekuitasnya bisa negatif.
"Terkait dengan suspensi ini memang apabila emiten ekuitas negatif karena terdampak pandemi maka otomatis tidak akan dilakukan suspensi ya untuk seluruh kriteria tidak hanya terkecuali pada ekuitas negatif," ujar Irvan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)