
Profesor IPB Sindir Bansos Jokowi Rp496 T Hingga Pork Barrel Politics

Jakarta, CNBC Indonesia - Profesor Didin Damanhuri dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi salah satu ahli yang dihadirkan Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024). Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo itu, Didin menyinggung program bantuan sosial (bansos) pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mencapai Rp 496 triliun.
"Bansos, atau 'social safety net', adalah bantuan pemerintah di kala krisis, seperti tahun 1998, 2008, dan terakhir adalah pandemi COVID-19. Normalnya bansos secara normal menurun sesuai dengan kondisi perekonomian," ungkap Didin.
Didin menyoroti paradoks bansos yang meningkat di saat kemiskinan mengalami penurunan dari tahun 2020 hingga 2023. Dia menambahkan bahwa kondisi inflasi saat itu juga terkendali dengan baik.
"Data kemiskinan menurun terus sejak 2020 dan seharusnya secara normal bansos itu menurun dibanding 2023 untuk 2024. Ada inflasi yang rata-rata di bawah 3%. Jadi alasan bahwa ini menanggulangi inflasi sebenarnya inflasi itu sendiri sudah terkendali di bawah 3%," lanjutnya.
Didin menyoroti penggelontoran dana bansos yang massf pada 2024, melibatkan banyak menteri dari kubu pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dia menilai hal ini sebagai bentuk politik gentong babi atau 'Pork Barrel Politics'.
Praktik politik semacam ini menjadi sangat efektif, terutama di tengah masyarakat yang masih dalam proses pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19. Bantuan seperti bansos pangan dan tunai menjadi obat bagi krisis ekonomi, terutama di kalangan yang literasi politiknya masih rendah, dengan lebih dari 50% penduduk berada di bawah garis kemiskinan.
Lalu apa itu Pork Barrel Politics?
Merujuk pada Perludem.org dalam artikel "Bahaya Politik Gentong Babi di Pilkada", pemberian bansos menjelang pemilu termasuk jenis politik uang pork barrel atau politik gentong babi.
Pork barrel adalah bentuk penyaluran bantuan materi dalam bentuk kontrak, hibah, bansos, atau proyek pekerjaan umum ke kabupaten/kota bahkan desa dari kepala daerah. Karakter utama dari politik gentong babi ialah, adanya pemanfaatan uang yang berasal dari dana publik, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Politik gentong babi dijalankan dengan menggunakan sumber daya negara melalui program-program populis yang sengaja diimplementasikan pada periode elektoral dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih. Aktor yang menerapkan program bansos tentunya penguasa, incumbent. Kelompok yang menjadi target sasaran program ini bisa pemilih pendukung atau bahkan pemilih yang condong ke oposisi.
Politik gentong babi dijalankan dengan menggunakan sumber daya negara seperti APBN melalui program-program populis calon yang sengaja dilakukan pada periode elektoral tertentu dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih.
Namun, politik gentong babi telah dikritik karena sejumlah alasan. Bagi sebagian orang, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan pemborosan belanja negara. Proyek gentong babi bisa memakan biaya yang mahal untuk didanai oleh masyarakat luas, namun hanya menguntungkan kelompok yang lebih sempit.
Pejabat terpilih juga dapat dianggap tidak etis jika mendukung proyek hanya untuk memperkuat dukungan politik bagi diri mereka sendiri, atau untuk memberikan kontrak yang menguntungkan kepada sekutu mereka.
Dalam catatan CNBC Indonesia, Jokowi memang kerap memberikan bansos dalam setahun terakhir, terutama dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai.
Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya ia telah meluncurkan berbagai BLT sekurang-kurangnya Rp190 triliun atau 346% lebih besar dibandingkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya dari Rp40 triliun. Anggaran tersebut masuk dalam anggaran perlindungan sosial yang jumlahnya melebihi Rp 433 triliun pada 2023.
Pada 2020 hingga 2023, Jokowi secara agresif memberikan bantuan tunai langsung dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT BBM, BLT UMKM, BLT Dana Desa (BLT-DD), BLT Pedagang Kaki Lima dan Warung, BLT Minyak Goreng, hingga BLT El Nino.
Pada Februari 2024 atau menjelang pemilu, pemerintahan Jokowi akan mengucurkan dana sebesar Rp11,2 triliun untuk program BLT kepada warga Indonesia dengan jumlah sasaran 18,8 juta Kelompok Penerima Manfaat (KPM). BLT tersebut mencakup tiga bulan sekaligus yakni Januari, Februari, dan Maret.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan BLT kepada 18,8 juta penduduk miskin sebesar Rp200.000 per bulan atau Rp600.000 secara total diberikan untuk memitigasi risiko pangan bagi masyarakat miskin.
Menurut Airlangga, bansos BLT ini menggantikan program El Nino yang pada 2023 diberikan di akhir tahun sebesar Rp200.000 per bulan. Saat itu, bantuan El Nino diberikan November dan Desember 2023 sehingga total BLT sebesar Rp400.000.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)