RI Dibayangi Gugatan Pemilu ke MK & Penguatan Dolar, IHSG-Rupiah Aman?

Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin, IHSG menguat, sedangkan rupiah dan SBN melemah
Wall Street terkoreksi di awal pekan, pasca mencatatkan rekor pekan lalu
Sentimen utama pekan ini berasal dari dalam negeri terkait data sengketa pemilu di MK, dividen saham, realisasi APBN hingga sentimen luar negeri
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan mayoritas mengakhiri di zona pelemahan pada perdagangan kemarin, Senin (25/3/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi satu-satunya yang menguat, sedangkan rupiah dan harga Surat Berharga Negara (SBN) harus terkoreksi.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada hari inii, utamanya dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting dari dalam negeri seputar gugatan MK dan APBN Kita. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
Pada perdagangan kemarin, Senin (25/3/2024), IHSG terpantau menguat tipis 0,38% menjadi 7.377,76 indeks poin. IHSG telah menguat sebanyak tiga hari perdagangan beruntun.
Penguatan IHSG kemarin didorong dari enam sektor. Penguatan sektor bahan dasar menjadi katalis IHSG berada di zona hijau dengan terapresiasi 1,84%.
Saham BMRI dan BBRI kompak berada di zona hijau, dengan kenaikan lebih dari 10 indeks poin. BMRI mendorong kenaikan indeks sebesar 18,18 poin dan BBRI mendorong kenaikan sebesar 14,57 poin.
Sementara, sektor pemberat berasal dari sektor energi yang membebani sebesar 1,89%. Saham yang menjadi pemberat yaitu PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) membebani penurunan 19,83 poin.
Dari pasar uang, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah kuatnya dolar AS yang mengalami apresiasi dua hari beruntun.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup turun 0,13% di angka Rp15.795/US$. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 29 Januari 2024.
Depresiasi rupiah khususnya datang dari penguatan dolar AS yang tercermin dari pergerakan indeks dolar (DXY) yang terjadi belakangan ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan alasan rupiah berada dalam tren melemah.
"Dolar cenderung menguat dan mata uang banyak yang depresiasi seperti Indonesia 1,6%," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/3/2024).
Meski demikian, Sri Mulyani menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah tidak seburuk banyak negara lain, seperti Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, Bath Thailand dan Lira Turki. "Dibandingkan Turki sudah jauh banget," ujarnya.
Lebih lanjut, kuatnya DXY disinyalir terjadi akibat data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur AS mencapai level tertinggi dalam 21 bulan, yaitu 52,5 pada Maret 2024. Hal ini mengalahkan perkiraan pasar sebesar 51,7, menurut perkiraan awal.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang solid dalam sektor manufaktur, dibantu oleh peningkatan tajam dalam output dan lapangan kerja.
Selain itu, tingkat inflasi AS secara tahunan melonjak 3,2% untuk periode Februari 2024 dibandingkan bulan sebelumnya dan konsensus pasar sebesar 3,1%.
Inflasi AS headline yang meningkat ini mengindikasikan bahwa target bank sentral AS (The Fed) untuk menurunkan inflasi ke level 2% semakin sulit tercapai.
Alhasil, potensi untuk pemangkasan suku bunga ke depan pun sulit untuk terjadi karena saat ini, fokus The Fed yakni ingin menurunkan inflasi hingga ke level yang sudah ditetapkan.
Jika The Fed tidak menurunkan suku bunga, maka dolar AS akan tetap berada di level yang cukup tinggi dan tekanan terhadap rupiah akan terus ada.
Dari pasar SBN, yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun seri benchmark terpantau naik berada di level 6,66%.
Kenaikan imbal hasil obligasi mengindikasikan kekhawatiran pelaku pasar berinvestasi di surat utang Indonesia. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, mengindikasikan investor sedang menjual SBN.
(mza/mza)