Dampak Krisis Properti China Merembet ke Batu Bara, Harganya Jatuh 4%

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
21 March 2024 07:15
An undated handout photo of Whitehaven Coal's Maules Creek coal mine in New South Wales, Australia.   Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali ditutup melemah dan bertahan di level US$120 per ton. Harga tetap melandai meski China memperkirakan kenaikan produksi sehingga pasokan memadai.

Menurut data yang diperoleh dari Refinitiv, pada perdagangan Rabu (20/3/2024), harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak April ditutup pada level US$124,90 atau turun 0,16%. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif batu bara menjadi tiga hari beruntun. Dalam tiga hari tersebut, harga batu bara ambruk 4%.

Produksi batu bara China diperkirakan meningkat 36 juta metrik ton atau 0,8%, menjadi sekitar 4,7 miliar ton pada2024, menurut kelompok industri batu bara China pada Rabu, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu sebesar 2,9%.

China yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia menambang 4,66 miliar ton batu bara. Produksi yang meningkat ini bisa menambah pasokan dalam negeri sehingga permintaan impor bisa turun.

Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara China (CCTD) memperkirakan harga batu bara dalam negeri akan turun dengan cepat, sebagian karena melemahnya pasar real estate, menurut Feng Huamin, analis senior di departemen riset CCTD.

Feng menyebutkan perintah pemerintah untuk menunda proyek infrastruktur di beberapa provinsi yang memiliki banyak utang sebagai salah satu alasan utama tekanan terhadap harga.

Penurunan investasi dan penjualan properti di China telah melambat di tengah upaya pemerintah untuk menahan penurunan yang berkepanjangan di sektor ini, namun para analis khawatir untuk segera mengakhiri penderitaan di pasar properti yang rapuh.

Output dari sumber-sumber non-fosil akan menambah tekanan pada produksi dan permintaan batu bara termal tahun inii. Output listrik diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, tambah Feng.

Sementara itu, menurut S&P Global, kuotasi batubara kokas Australia (FOB Australia) turun 11,7% selama dua minggu di bulan Maret (1-14 Maret) menjadi US$270,9 per ton dibandingkan awal bulan.

Pada tanggal 14 Maret, batubara kokas di China (CFR China) ditawarkan dengan harga US$287 per ton, sementara kuotasi bahan baku turun sebesar 8,3% dibandingkan awal Maret.

Harga batubara kokas premium dari Australia turun pada minggu lalu di tengah kurangnya permintaan, sementara pemasok berusaha meningkatkan penjualan dengan secara aktif memberikan penawaran kepada pengguna akhir.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation