China dan India Siap-Siap Borong! Harga Batu Bara Langsung Bangkit

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
07 May 2024 07:20
Labourers load coal on trucks at Bari Brahamina in Jammu May 20, 2010. REUTERS/Mukesh Gupta/Files
Foto: REUTERS/Mukesh Gupta/Files

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mulai kembali menunjukkan penguatan setelah turun dua hari beruntun pada perdagangan sebelumnya. Kenaikan harga dipicu oleh proyeksi permintaan impor dari China dan India.

Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Senin (6/5/2024) harga batu bara acuan ICE Newscastle menguat 0,38% di level di US$ 145,95 per ton. Kendati menguat, harga batu bara belum mampu menembus level US$ 150 per ton.

S&P Global menjelaskan kenaikan harga batu bara ditopang oleh proyeksi kenaikan harga batu bara di China dan India. 
"Permintaan dari China kemungkinan akan naik karena meningkatnya permintaan (energi) setelah libur Hari Buruh. Pembangkit listrik di India juga diperkirakan akan melanjutkan pembelian dari luar negeri karena suhu udara diperkirakan akan melonjak," tulis S&P Global dalam Market Movers Asia May 6-10: Singapore Coking Coal Conference in focus; Chinese market reopens after Labor Day holidays, dalam website resmi mereka.

Seperti diketahui, kawasan Asia terutama ASEAN dilanda gelombang panas. 

Gelombang panas (heat wave) yang melanda Asia saat ini bisa menjadi salah satu berkah batu bara. Permintaan batu bara melonjak tajam karena penggunaan listrik meningkat drastis untuk pendingin ruangan.

Seperti diketahui, sejumlah negara Asia tengah berjuang menghadapi gelombang panas. Di antaranya adalah Thailand, Filipina, Myanmar, hingga India. Negara-negara tersebut masih mengandalkan pembangkit batu bara untuk menghasilkan listrik.

India mengandalkan 75% produksi listrik dari batu bara sementara Vietnam sekitar 55%, Myanmar sebesar 50%, dan Filipina sekitar 58%.

India juga bersiap menghadapi musim panas Pemerintah India memperkirakan permintaan listrik akan mencapai puncak pada musim panas April-Juni. Permintaan listrik diperkirakan akan menembus 250 Giga Watt (GW). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada puncak musim panas tahun lalu pada September 2023 yakni 243 Gw.

Untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan listrik dan batu bara di pembangkit, pemerintah India sudah meminta pembangkit untuk mengimpor batu bara lebih awal.

India juga sudah menggenjot produksi menjadi 78,69 juta ton pada April. Produksi tersebut naik 7,41% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

India pernah merasakan pengalaman pahit saat mengalami krisis energi pada musim panas 2022 karena tingginya permintaan listrik di tengah gelombang panas.

Pada Maret lalu, pemerintah India memperpanjang mandatory 6% batu bara impor untuk perusahaan pembangkit batu bara hingga Juni 2024.

Kewajiban tersebut untuk mengantisipasi lonjakan kenaikan energi pada puncak musim panas mendatang. Pemerintah India sudah menerapkan kewajiban impor batu bara pada 2022. Pada awal kebijakan berlaku, besaran impor ditetapkan sebesar 10%. Besaran mandatory kemudian diturunkan menjadi 6% pada Januari 2023 dan 4% pada September 2023.

Ada Ancaman Pelemahan Harga

Meski naik hari ini tetapi, secara tren, harga batu bara global masih dalam fase penurunan. Turunnya harga batu bara didorong dari beberapa negara yang telah beralih ke energi terbarukan dan mulai mengurangi penggunaan batu bara.

Indonesia sebagai salah satu produsen batu bara kini sudah mulai melakukan uji coba proyek transisi energi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia kini sedang menyelesaikan paket pensiun dini untuk pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) berkapasitas 660 megawatt sebagai proyek percontohan transisi energi.

"Kami sedang dalam tahap finalisasi paket pensiun dini PLTU 660 megawatt yang akan menjadi pilot project kami," ujarnya pada Sidang Bisnis Dewan Gubernur Asian Development Bank (ADB) di Tbilisi, Georgia, pada hari Minggu (5/5/2024).

Dalam pertemuan Tahunan ADB ke-57 pada 2-5 Mei 2024, ia mengajak negara-negara dan pihak lain untuk mendukung kebutuhan finansial dalam melakukan transisi energi dari energi fosil ke energi ramah lingkungan di Indonesia.

"Mengingat besarnya kebutuhan finansial untuk transisi energi, kami ingin mengajak negara-negara dan pihak lain untuk mendukung kami," ujar Sri Mulyani.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation