- Pasar keuangan Indonesia kompak melemah pada pekan lalu meski IHSG sempat membuat rekor tertinggi sepanjang masa
- Wall Street mengakhiri perdagangan di zona merah pekan lalu
- Keputusan bank sentral RI, China, Jepang, dan juga AS akan menjadi penggerak sentimen pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan kompak ditutup di zona merah pada perdagangan Jumat (15/3/2024) dan selama sepekan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 1,42% di level 7.328,05, begitu juga dengan rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dengan turun 0,10% di level Rp15.590/US$1.
Selama sepekan, IHSG terkoreksi 0,72% sepekan meski mencatat all time high/ATH) di 7.433,315 pada Kamis (14/3/2024). Sementara itu, rupiah juga tercatat melemah tipis sebesar 0,03% terhadap dolar AS pada pekan lalu.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada pekan ini, dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting sepanjang pekan ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
.
Pada pergerakan IHSG Jumat (15/3/2024), tercatat turnover IHSG ramai berada di angka Rp17,85 triliun, dengan volume saham sebanyak 25,69 miliar lembar. Tercatat 226 saham naik, 312 turun dan 230 tidak berubah.
Anjloknya IHSG didorong dari penurunan delapan sektor salah satunya penurunan tajam sektor keuangan 1,96% yang diisi oleh saham-saham perbankan big caps. Selain itu penurunan hebat juga terjadi di sektor basic-industry yang diisi oleh saham-saham emas, serta beberapa saham-saham milik Prajogo Pangestu juga mendorong penurunan di beberapa sektor.
Saham BBRI dan BBNI anjlok setelah masa cum date dividen berakhir. Hal ini wajar terjadi, Ketika banyak para pelaku pasar melakukan aksi taking profit setelah mendapatkan dividen saat cum date dan keluar saat ex date.
Sementara saham-saham emas berjatuhan sejalan dengan pergerakan emas di pasar spot yang turun 0,25% di level US$2.155,54 pada perdagangan Jumat (15/3/2023). Pelemahan emas terjadi saat investor menurunkan ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) setelah data selama seminggu menunjukkan tekanan harga yang menggelembung.
Indeks Harga Pordusen (producer price index/PPI) AS pada Februari lalu bergerak lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar. Panasnya data PPI bisa memicu prospek pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada Juni menyusut.
Sementara Indeks Harga Konsumen (consumer price index/CPI) AS naik 3,2% pada periode Februari, meleset dari ekspektasi pasar sebesar 3,1% yang sedikit lebih rendah dan lebih tinggi dari 3,1% pada periode Januari.
Selain itu, jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim pengangguran mencapai 209.000 pada pekan yang berakhir 9 Maret. Nilai tersebut malah turun dibandingkan pekan sebelumnya sebesar 210.000 dan berbanding terbalik dengan konsensus yang proyeksi naik ke 218.000 klaim.
Di sisi lain,penjualan ritel AS periode Februari 2024 dengan hasil 1,5% secara tahunan (yoy), melampaui ekspektasi pasar berdasarkan data Trading Economic sebesar 1% yoy.
Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, pada perdagangan Jumat (15/3/2024) rupiah ditutup melemah 0,10% di angka Rp15.590/US$1. Dalam sepekan kemarin, rupiah juga tercatat melemah tipis sebesar 0,03% terhadap dolar AS.
Pelemahan rupiah selain didorong dari penurunan ekspektasi suku bunga AS karena menguatnya ekonomi AS, juga terdorong dari sentimen dalam negeri, termasuk neraca perdagangan.
Pada Jumat pekan lalu (15/3/2024), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca dagang yang tercatat surplus tipis, bahkan berada jauh di bawah konsensus. Tercatat surplus neraca dagang Indonesia sebesar US$0,87 miliar, turun dibandingkan surplus Januari US$2,02 miliar.
Surplus ini juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 11 instansi yang memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 akan mencapai US$ 2,05 miliar.
Surplus ini dipicu oleh penurunan ekspor pada Februari 2024. Nilai ekspor Februari 2024 sebesar US$19,31 miliar atau turun 9,45% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di saat yang sama, impor melesat tajam. Impor migas Februari 2024 senilai US$2,98 miliar.
Surplus neraca perdagangan Indonesia Februari 2024 terutama berasal dari sektor nonmigas US$2,63 miliar yakni bahan bakar mineral lemak dan minyak hewan nabati dan besi baja, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,76 miliar, dengan penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.
Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan dolar AS di dalam negeri cukup tinggi, sehingga memberikan dampak yang kurang baik bagi perspektif investor. Hal ini dapat memberikan tekanan bagi mata uang Garuda.
Jika ekspor Indonesia terus tertekan, bukan tidak mungkin, neraca dagang Indonesia untuk pertama kalinya mengalami defisit dan tekanan terhadap rupiah akan semakin besar.
Sementara dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik tipis ke 6,65% pada perdagangan Jumat (15/3/2024) dari 6,64% pada perdagangan sebelumnya. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Berdasarkan data transaksi Bank Indonesia aliran modal asing pada minggu kedua Maret 2024, premi CDS Indonesia 5 tahun per 14 Maret 2024 sebesar 67,06 bps, turun dibandingkan 8 Maret 2024 sebesar 68,32 bps.
Kemudian berdasarkan data transaksi periode 13 - 14 Maret 2024, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp21,72 triliun terdiri dari beli neto Rp12,44 triliun di pasar SBN, beli neto Rp8,91 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp0,37 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga 14 Maret 2024, nonresiden jual neto Rp23,34 triliun di pasar SBN, beli neto Rp19,68 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp23,84 triliun di SRBI.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street kompak ditutup melemah usai investor menyoroti tingginya valuasi dan turunnya kinerja di beberapa saham yang sering disebut sebagai grup Magnificent Seven, yakni Amazon, Apple, Nvidia, Meta Platforms, Microsoft, Alphabet, dan Tesla.
Pada perdagangan Jumat (15/3/2024) Dow Jones ditutup melemah 0,49% di level 38.714,77, begitu juga dengan S&P 500 ditutup lebih rendah atau turun 0,65% di level 5.117,09, dan Nasdaq merosot 0,96% di level 15.973,17.
Kelompok yang disebut "Magnificent Seven" secara kolektif memperdagangkan rata-rata 33 kali lipat laba yang mereka harapkan selama 12 bulan ke depan, naik dari 26 kali lipat pada akhir tahun 2022, menurut LSEG Datastream. Bandingkan dengan rasio harga terhadap pendapatan sekitar 21 untuk indeks acuan S&P 500 yang telah meningkat lebih dari 7% tahun ini.
Investor pada tahun lalu dengan senang hati membayar mahal megacaps tersebut, mengingat neraca perusahaan yang solid dan posisi dominan di industri mereka. Namun, mereka menjadi lebih diskriminatif pada tahun ini, menghukum saham Tesla (TSLA.O) dan Apple (AAPL.O) ketika pandangan mereka berubah suram dan memicu kenaikan yang memusingkan di Nvidia (NVDA.O).
"Ketika Anda melakukan penilaian seperti itu, Anda tidak punya ruang untuk gagal, tidak ada ruang untuk kecewa," ujar Mike Mullaney, direktur riset pasar global di Boston Partners, kepada Reuters.
Kekhawatiran terhadap permintaan kendaraan listrik telah memicu penurunan hampir 35% saham Tesla pada tahun ini, menjadikannya saham dengan kinerja terburuk dalam S&P 500. Saham tersebut diperdagangkan sekitar 65 kali lipat laba ke depan pada awal tahun, dan turun menjadi sekitar 50.
Anggota Magnificent Seven lainnya, Apple, telah menyerahkan posisinya sebagai perusahaan AS terbesar berdasarkan nilai pasar kepada Microsoft (MSFT.O) setelah sahamnya turun 10% pada tahun ini, di tengah tekanan dalam bisnisnya di China. Dimana P/E sahamnya turun dari 29 menjadi 25.
Sementara itu, saham produsen chip Nvidia (NVDA.O), yang memperdagangkan labanya sekitar 35 kali lipat, telah melonjak sekitar 80% karena mereka mengukuhkan posisi dominan dalam aplikasi kecerdasan buatan. Optimisme AI juga membantu mendorong peningkatan hampir 40% di Meta Platforms (META.O).
Sebaliknya, Magnificent Seven tahun lalu naik sekitar 50% untuk Apple dan lebih dari 230% untuk Nvidia. Karena bobot saham yang besar di S&P 500, kinerja grup tersebut menyumbang lebih dari 60% apresiasi indeks tahun lalu. S&P 500 naik 24% pada tahun 2023.
Sementara, pasar kini sedang menunggu pertemuan kebijakan The Federal Reserve (The Fed) pada pekan ini, yang berakhir pada hari Rabu. Perekonomian yang kuat dan inflasi yang tinggi telah menurunkan ekspektasi investor mengenai seberapa besar bank sentral akan memangkas suku bunga tahun ini, sehingga menyebabkan kenaikan imbal hasil Treasury yang dapat menekan saham jika hal ini terus berlanjut.
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah isu dan sentimen penting pada perdagangan hari ini dan sepanjang pekan ke depan mengingat banyaknya data dan agenda penting yang akan terjadi sepekan ini. Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah hingga Surat Berharga Negara (SBN) akan dihiasi data-data penting yang diprediksi dapat mendorong menambah volatile pasar keuangan Indonesia hari ini.
Setidaknya ada delapan bank sentral yang akan mengumumkan suku bunga pekan ini yakni Australia, Jepang, China, Amerika Serikat, Indonesia, Turki, Brasil, Inggris, Meksiko, dan Rusia.
Indonesia
Dari dalam negeri, Bank Indonesia akan mengumumkan keputusan suku bunga bank Indonesia pada Rabu (20/3/2024). BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di level 6,00% pada pekan ini demi menjaga stabilitas nilai tukar.
Diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Februari 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Bank Indonesia juga akan merilis posisi uang beredar atau M2 periode Februari 2024 pada Jumat (22/3/2024). Menarik disimak seberapa besar peredaran uang di Indonesia selama periode Februari di mana Indonesia menggelar pemilihan umum.
Sebelumnya, likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada periode Januari 2024 tumbuh lebih tinggi. Posisi M2 pada Januari 2024 tercatat sebesar Rp8.721,9 triliun atau tumbuh 5,4% (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 3,5% (yoy). Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 4,9% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,1% (yoy).
Perkembangan M2 pada Januari 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. Penyaluran kredit pada Januari 2024 tumbuh sebesar 11,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,3% (yoy).
Aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 4,8% (yoy), setelah tumbuh sebesar 3,6% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) tumbuh sebesar 1,9% (yoy), setelah terkontraksi sebesar 6,5% (yoy) pada Desember 2023.
Amerika Serikat
Bukan hanya Indonesia, penantian keputusan suku bunga juga akan dilakukan oleh AS melalui rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) The Federal Reserve (The Fed) AS pada Selasa-Rabu (20/3/2024). The Fed akan mengumumkan kebijakan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia,
Bank sentral AS diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah di level 5,25%-5,50%. Pertanyaan yang lebih besar adalah sinyal kebijakan ke depan, termasuk apakah mereka akan menurunkan suku bunga pada Juni (seperti yang diperkirakan pasar obligasi saat ini), dan berapa banyak pemotongan yang diperkirakan terjadi pada tahun 2024.
Bahkan jika The Fed tidak memberi sinyal pengurangan suku bunga pada Rabu, pesan yang diharapkan dari pernyataan bank tersebut dan konferensi pers Ketua Jerome Powell adalah bahwa para pejabat akan berhati-hati dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter.
Meskipun investor memasuki 2024 dengan ekspektasi penurunan suku bunga akan dimulai bulan ini, konsensusnya adalah Juni sebagai pilihan yang lebih mungkin dilakukan. Pasar obligasi sebelumnya telah memperhitungkan enam pemotongan pada tahun ini, namun kini semakin banyak ekonom yang cenderung melakukan tiga pemotongan secara bertahap pada setiap pertemuan berikutnya.
Perhatian juga akan tertuju pada setiap diskusi mengenai pejabat The Fed yang akan mengurangi kepemilikan obligasi mereka, sebuah proses yang dikenal sebagai pengetatan kuantitatif.
Berlanjut pada Kamis (21/3/2024) akan ada data klaim pengangguran awal, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur AS periode Maret 2024, Indeks Manajer Pembelian Komposit Global (PMI) S&P AS periode Maret 2024, dan Indeks Manajer Pembelian Jasa (PMI) AS.
Diketahui, jumlah orang yang mengklaim tunjangan pengangguran di AS turun 1.000 menjadi 209.000 pada pekan yang berakhir 8 Maret 2024, di bawah ekspektasi pasar sebesar 218.000, dan turun dari periode pekan sebelumnya sebesar 210.000.
Sementara itu, PMI Manufaktur AS direvisi naik menjadi 52,2 pada Februari 2024, melampaui perkiraan awal sebesar 51,5 dan 50,7 pada bulan Januari.
Kemudian, PMI Komposit Global S&P direvisi lebih tinggi menjadi 52,5 pada Februari 2024, dari perkiraan awal sebesar 51,4 dan naik dari 52 pada Januari. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak Juni 2023, karena produksi manufaktur mengalami peningkatan sementara aktivitas sektor jasa juga meningkat.
PMI Jasa Global AS S&P direvisi lebih tinggi menjadi 52,3 pada bulan Februari 2024 dari angka awal sebesar 51,3 dan dibandingkan dengan 52,5 pada Januari. Angka tersebut menunjukkan kinerja sektor jasa yang semakin solid, seiring dengan peningkatan output selama tiga belas bulan berturut-turut, dan arus masuk bisnis baru yang terus meningkat meskipun pada laju paling lambat dalam tiga bulan terakhir, karena bisnis baru dari luar negeri kembali masuk ke wilayah kontraksi.
China
Selain Indonesia dan AS, dari negeri tirai bambu China juga akan mengumumkan keputusan suku bunganya pada Selasa (19/3/2024).
Sebelumnya pada periode Februari 2024, Bank Sentral China (PBoC) mempertahankan suku bunga pinjaman (LPR) satu tahun tidak berubah pada angka 3,45% seperti yang diharapkan, namun secara mengejutkan memangkas suku bunga LPR lima tahun sebesar 25bp menjadi 3,95%, yang merupakan penurunan pertama kali suku bunga lima tahun sejak Mei 2023.
Pemotongan LPR selama lima tahun menargetkan untuk pemulihan pasar properti di negeri tirai bambu tersebut. Selain itu, dapat meningkatkan keterjangkauan pembeli dengan menurunkan suku bunga KPR.
China tengah menjadi sorotan karena ekonominya masih loyo meskipun sudah mulai menunjukkan pemulihan pelan-pelan.
Jepang
Bank sentral Jepang juga akan mengumumkan suku bunga pekan ini yakni pada Selasa (19/3/2024). Keputusan bank sentral Jepang (BoJ) menjadi salah satu yang paling ditunggu-tunggu karena BoJ diperkirakan akan mengakhiri kebijakan suku bunga ultra rendahnya pada bulan ini. Suku bunga ultra rendah -0,1% sudah berlaku sejak 2016 atau dalam kurun delapan tahun terakhir.
Selain itu, bank sentral Australia akan memutuskan kebijakan suku bunga pada Selasa (19/3/2024), Brasil, Turki, dan Inggris pada Kamis (21/3/2024), sementara Meksiko dan Rusia pada Jumat (22/3/2024).
Konferensi Pers THR
Kementerian Ketenagakerjaan menggelar konferensi pers tentang pembayaran THR keagamaan yang akan dilaksanakan pada hari ini, Senin (18/3/2024). Pengumuman kebijakan THR ini menjadi kabar penting bagi publik dan pasar keuangan Indonesia karena bisa menjadi sentimen positif.
Pembayaran THR diharapkan menjadi pendobrak daya belu masyarakat hingga meningkatkan penjualan perusahaan, terutama yang berbasis konsumsi.
Perusahaan consumer goods seperti PT Unilever Indonesia (UNVR), PT Mayora Indah (MYOR), Indofood Group, hingga ritel seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) akan banyak diuntungkan.
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Agenda ekonomi
* Pertemuan menteri keuangan dan jaksa agung mengenai laporan dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia di Lobby Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan (10.00 WIB)
* Kementerian Ketenagakerjaan menggelar konferensi pers tentang pembayaran THR keagamaan (11.00 WIB)
* Komisi VII DPR RI menggelar RDP dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian RI (15.00 WIB)
• PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) - Cum Date Dividen Rp49,89/saham
• PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) - RUPST
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]