Bedug Sahur-Piknik Iftar, Ini 5 Tradisi Unik Ramadan Lintas Negara

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
12 March 2024 18:15
Jamaah Muslim mengambil bagian dalam salat malam 'Tarawih' selama bulan suci Ramadhan, di kompleks Al-Aqsa, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, di Kota Tua Yerusalem 10 Maret 2024. (REUTERS/Ammar Awad)
Foto: Jamaah Muslim mengambil bagian dalam salat malam 'Tarawih' selama bulan suci Ramadhan, di kompleks Al-Aqsa, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount, di Kota Tua Yerusalem 10 Maret 2024. (REUTERS/Ammar Awad)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menyambut bulan Ramadan, bulan penuh sukacita ada banyak tradisi unik yang dilakukan di berbagai belahan dunia, mulai dari membangunkan sahur dengan bedug, menembak meriam, hingga menghias lentera di tiap rumah.

Tradisi yang sudah dilakukan berabad-abad lalu tersebut menjadi bentuk semangat solidaritas antar umat Muslim.

Lantas apa saja tradisi itu?

1. Tradisi Membangunkan Sahur

Tradisi memabangunkan sahur dengan bedug di IndonesiaFoto: Google Image
Tradisi memabangunkan sahur dengan bedug di Indonesia

Tradisi pertama datang dari Indonesia dengan menabuh bedug sebagai tanda memulai waktu sahur selama bulan Ramadan. Bedug merupakan jenis drum yang terbuat dari kayu dan kulit binatang. Umumnya, bedug dipukul dengan stik kayu.

Pada bulan Ramadan, kegiatan menabuh bedug ini kerap dilakukan oleh sejumlah pemuda daerah atau masjid yang bertugas sebagai penjaga waktu sahur. Biasanya, menabuh bedug ini juga dilakukan dengan berkeliling kampung atau desa agar segera bangun untuk menunaikan makan sahur sebelum waktu imsak.

Selain Indonesia, negara lain juga melakukan tradisi membangunkan sahur, walaupun bukan dengan bedug. Seperti di Maroko, mereka membangunkan masyarakat untuk makan sahur dengan terompet, sementara itu di Yaman dengan cara mengetuk rumah tetangga.

2. Tradisi Menembakkan Meriam

Menembakkan meriam cukup terkenal menjadi tradisi yang selalu dilakukan di banyak negara di Timur Tengah, termasuk Lebanon. Akan tetapi, sempat menghilang pada 1983 setelah invasi yang menganggap meriam sebagai senjata.

Namun, tradisi ini berhasil dihidupkan kembali oleh Tentara Lebanon setelah perang yang kemudian masih berlanjut hingga saat ini. Menembakkan meriam merupakan tradisi yang dilakukan untuk menandai waktu buka puasa.

Dalam sejarahnya, menembakkan meriam yang dikenal juga sebagai midfa al iftar pertama kali dilakukan di Mesir sekitar lebih dari 200 tahun lalu pada masa kepemimpinan Ottoman Khosh Qadam.

Pada waktu itu, Qadam tidak sengaja menemukannya lantaran melakukan uji coba meriam baru kala matahari terbenam. Suara yang terjadi setelah meriam dilemparkan kemudian menggema di seluruh Kairo.

Hal tersebut akhirnya membuat banyak warga mengira bahwa itu merupakan cara baru untuk menandakan akhir puasa. Banyak yang berterima kasih atas temuannya tersebut. Anak perempuan Qadam, Haja Fatma kemudian mendesaknya untuk menjadikan ini sebagai tradisi.

3. Bernyanyi Lagu Tradisional

Selanjutnya, ada tradisi unik selama bulan Ramadan yang dilakukan Komunitas Muslim Albania di Roma dengan bernyanyi bersama lagu-lagu tradisional.

Kegiatan bernyanyi tersebut digunakan untuk mengumumkan awal dan akhir puasa dengan lagu-lagu tradisional. Selama berabad-abad, komunitas Muslim Albania yang bernyanyi biasanya berbaris wara-wiri di jalan dengan memainkan lodra, sebuah gendang silinder berujung ganda yang dilapisi kulit domba atau kambing.

4. Piknik Iftar

Tradisi Piknik Iftar di Delhi, IndiaFoto: Google Image
Tradisi Piknik Iftar di Delhi, India

Tradisi unik berikutnya datang dari kota Delhi di India dengan melakukan piknik Iftar. Menariknya di wilayah ini kebiasaan adat Islam dan Hindu saling menyatu. Oleh karena itu, piknik iftar dilakukan selama bulan Ramadhan tak hanya dilakukan umat Muslim, tetapi juga yang beragama lain.

Piknik iftar biasanya dilakukan di jalan setelah maghrib, adapula yang melakukannya di teras masjid. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk berbuka puasa bersama-sama.

Tak hanya di India, sebenarnya berbuka puasa bersama pada masa kini sering dilakukan bersama dan menjadi momen saling silaturahmi, baik dengan keluarga, rekan kerja, reuni sekolah, dan lainnya.

5. Menghias Jalan dengan Lentera

Setiap tahun biasanya masyarakat di Mesit akan menyambut bulan suci Ramadhan dengan menyalakan fanous atau lentera warna-warni yang melambangkan kegembiraan dan persatuan.

Meskipun ini lebih bersifat budaya daripada agama, namun menyalakan fanous erat kaitannya dengan Ramadhan yang memiliki makna spiritual.

Menelisik sejarahnya, tradisi ini diyakini berawal pada zaman dinasti Fatimiyah ketika rakyat Mesir menyambut kedatangan Khilafah Al-Mu'izz li-Din Allah di Kairo pada hari pertama Ramadhan.

Untuk memberikan jalan yang terang bagi sang imam, para pejabat militer meminta penduduk setempat untuk membawa lilin di jalan yang gelap, di bingkai kayu agar aman dari kebakaran.

Seiring berjalan-nya waktu, bingkai kayu tersebut berubah menjadi lentera berpola dan kini menjadi tradisi yang dipamerkan di seluruh negeri, menyinari bulan suci Ramadhan.

Seiring perkembangan zaman, fanous sering diintegrasikan dengan tradisi lokal lainnya. Kemudian, di masa modern saat ini lentera berupa lampu-lampu hias menarik dengan aksen Ramadhan sering pula di temui di bahu jalan, fasilitas publik, hingga mal-mal di berbagai negara.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation