Review Sepekan

Investor Berpesta! IHSG Cetak Rekor 2 Kali Pekan Ini, Kok Bisa?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
10 March 2024 10:15
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini terbilang cemerlang, di mana IHSG berhasil mencetak rekor tertinggi selama dua kali.

Sepanjang pekan ini, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut melesat 0,96% secara point-to-point (ptp). IHSG juga berhasil kembali menyentuh level psikologis 7.300 pada pekan ini.

Bahkan, IHSG pada pekan ini berhasil mencetak rekor selama dua kali. Rekor pertama dicetak pada perdagangan Kamis lalu di 7.373,96 dan yang kedua yakni pada Jumat lalu di 7.381,907. Pada perdagangan Jumat lalu atau akhir pekan ini, IHSG ditutup naik 0,11%.

Selama lima hari perdagangan, IHSG terpantau menguat sebanyak tiga kali dan melemah sebanyak dua kali. Pada Kamis lalu, selain berhasil mencetak rekor juga berhasil melesat lebih dari 1%.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 49,8 triliun. Namun sayangnya, investor asing mencatatkan outflow atau penjualan bersih (net sell) pada pekan ini, yakni mencapai Rp 959,12 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 121,1 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 838,01 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Ada beberapa penyebab IHSG kembali mencetak rekor tertingginya lagi kemarin. Pertama yakni respons pasar terkait pernyataan Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell yang mengindikasikan akan memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini. Namun, penurunan suku bunga belum dapat dipastikan kapan waktunya.

"Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, kemungkinan akan tepat untuk mulai menarik kembali pembatasan kebijakan pada suatu waktu di tahun ini," kata Powell dalam pidatonya yang disiapkan untuk disampaikan pada sidang di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS.

Secara keseluruhan, pidato tersebut tidak memberikan landasan baru terhadap kebijakan moneter atau prospek ekonomi The Fed. Namun, komentar tersebut mengindikasikan bahwa para pejabat tetap khawatir agar tidak kehilangan kemajuan yang telah dicapai terhadap inflasi dan akan mengambil keputusan berdasarkan data yang masuk, bukan berdasarkan arah yang telah ditetapkan.

"Kami yakin bahwa suku bunga kebijakan kami kemungkinan akan mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan ini. Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, mungkin akan tepat untuk mulai mengurangi pembatasan kebijakan pada tahun ini," kata Powell dalam komentarnya.

"Tetapi prospek perekonomian masih belum pasti, dan kemajuan menuju sasaran inflasi 2% masih belum terjamin," tambah Powell.

Meskipun belum ada jawaban pasti kapan tepatnya suku bunga akan dipangkas, tapi asa investor mengenai pemangkasan akan terjadi tahun ini menjadi lebih terang.

Menurut perangkat FedWatch, pasar melihat pemangkasan suku bunga akan dimulai pada Juni 2024 ke target 5%-5,25%. Turun 25 basis poin dari target suku bunga saat ini 5,25%-5,5%.

Hingga akhir tahun ini, pasar memperkirakan suku bunga The Fed akan turun hingga ke target 4%-4,25% atau turun 125 basis poin dari saat ini.

Selain pernyataan Powell, pasar juga merespons positif dari rilis data tenaga kerja dan ekonomi terbaru di AS dan China.

Pada Kamis malam, Biro Ketenagakerjaan AS merilis data pekerjaan terbaru yang dapat menjadi perhitungan dalam memprediksi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Jumlah orang yang mengklaim tunjangan pengangguran di AS adalah 217.000 pada pekan yang berakhir 2 Maret 2024, tidak berubah dari tingkat revisi minggu sebelumnya dan di atas ekspektasi pasar sebesar 215 ribu.

Level minggu sebelumnya direvisi naik 2.000 dari 215.000 menjadi 217.000. Sementara itu, klaim pengangguran berkelanjutan naik sebesar 8 ribu menjadi 1906 ribu pada minggu sebelumnya, tertinggi sejak November, dan di atas ekspektasi pasar sebesar 1889 ribu. Rata-rata pergerakan 4 minggu turun 750 menjadi 212,25 ribu

Angka dari jumlah klaim pengangguran yang meningkat akan menjadi sentimen baik karena dipandang menjadi 'pelicin' The Fed untuk menurunkan suku bunga segera.

Berikutnya, ada sentimen positif juga dari China terkait dengan surplus neraca dagang yang melonjak. Sepanjang Januari - Februari 2024, neraca dagang sang Naga Asia ini tercatat surplus US$ 1215,16 miliar.

Nilai tersebut melonjak signifikan dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 103,8 miliar dan melampaui perkiraan pasar sebesar US$ 103,7 miliar.

Surplus neraca dagang China disinyalir karena ekspor meningkat lebih besar dibandingkan impor. Ekspor tumbuh sebesar 7,1%, mengalahkan ekspektasi pertumbuhan 1,9%, sementara impor naik 3,5%, dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 1,5%

Posisi China sebagai partner dagang RI terbesar, pertumbuhan baik dari sisi ekspor-impor tentu akan menguntungkan. Pasalnya, siklus perdagangan menjadi lebih lancar dan memberikaninflowke RI.

Kedua, yakni dari dalam negeri, terkait posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 sebesar US$ 144 miliar. Realisasi ini turun dibandingkan posisi pada akhir Januari 2024 sebesar US$ 145,1 miliar.

Berdasarkan siaran pers Bank Indonesia (BI), Kamis (7/3/2024) kemarin, penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ketiga, terkait pembagian dividen beberapa perbankan raksasa pada pekan depan. Sejauh ini, beberapa saham perbankan raksasa sudah mengumumkan kebijakan pembagian dividen untuk Tahun Buku 2023. Terbaru yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), yang akan membagikan dividen sebesar 60% dari laba tahun buku 2023 atau senilai Rp 33,04 triliun.

Dengan demikian,investor akan mendapatkan Rp 353,96 per saham.

Berikutnya ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), yang akan membagikan dividennya sebesar50% dari laba bersih tahun buku 2023. Dengan demikian bank akan memberikan pembagian keuntungan kepada investor senilai Rp 10,45 triliun atau Rp 280,49 per lembar saham.Rasio dividen pada tahun ini naik dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar 40%.

Adapun periode cum date dari dividen BBNI kali ini diperkirakan akan jatuh pada 14 Maret mendatang.

Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) akan membagikan dividennya sebesar 80% dari laba bersih tahun buku 2023 atau Rp 48,1 triliun.Nilai tersebut setara dengan Rp 319 per lembar saham.Adapun periode cum date dari dividen BBRI kali ini diperkirakan akan jatuh pada 13 Maret mendatang.

Terakhir, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk(BBTN) yang akan menebar dividen senilai Rp 700,19 miliar atau setara Rp 49,9 per saham. Angka ini sebesar 20% dari perolehan laba bersih tahun buku 2023. Periode cum date dari dividen BBTN kali ini diperkirakan akan jatuh pada 18 Maret mendatang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation