
Asing Banjiri Pasar Saham RI, IHSG Perkasa Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini terbilang cemerlang, di mana IHSG sepanjang pekan ini terpantau melejit hingga lebih dari 2% karena membaiknya sentimen pasar global.
Sepanjang pekan ini, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut melejit 2,47% secara point-to-point (ptp), jauh lebih baik dari dua pekan sebelumnya yang menguat kurang dari 0,5%.
Pada perdagangan Jumat (17/11/2023), IHSG ditutup menguat 0,28% ke posisi 6.977,67. Pada pekan ini, IHSG juga berhasil menyentuh level psikologis 6.900, level terakhir yang dicetak pada 18 Oktober lalu. Namun sayangnya, IHSG masih belum mampu untuk menembus kembali level psikologis 7.000.
Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 34,7 triliun. Bahkan, investor asing mencatatkan inflow atau pembelian bersih (net buy) pada pekan ini, yakni mencapai Rp 864,95 miliar di seluruh pasar.
Pada pekan ini, IHSG hampir menguat selama lima hari beruntun, di mana hanya sekali IHSG mencetak koreksi, itu pun terbilang tipis.
Membaiknya sentimen pasar global membuat IHSG perkasa pada pekan ini. Dari global, sentimen positif datang dari inflasi Amerika Serikat (AS) periode Oktober 2023 yang melandai, membuat pasar kembali optimis bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengubah sikapnya menjadi lebih dovish.
Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 3,2% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023.
Melandainya inflasi diikuti dengan melemahnya sejumlah indikator ekonomi lainnya mulai dari indeks harga produsen (PPI), penjualan ritel, hingga naikya klaim pengangguran.
Indeks harga produsen AS terkontraksi 0,5% (month-to-month/mtm) pada Oktober 2023. Kontraksi ini adalah yang pertama sejak Mei dan terbesar sejak April 2020. Secara tahunan (yoy), harga produsen naik 1,3% dari Oktober 2022, melandai dari 2,2% pada September 2023 dan menjadi kenaikan terkecil sejak Juli.
Data penjualan ritel AS juga menunjukkan tren pelemahan. Secara bulanan (mtm), penjualan ritel AS terkontraksi 0,1% pada Oktober 2023, menjadi kontraksi pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Secara tahunan, penjualan ritel juga melandai menjadi 2,5% pada Oktober 2023, terendah dalam empat bulan terakhir.
Pengajuan tunjangan pengangguran naik 13.000 menjadi 231.000 untuk pekan yang berakhir 11 November, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada Rabu waktu Indonesia. Angka tersebut merupakan tertinggi dalam tiga bulan.
Data-data tersebut semakin menegaskan jika inflasi AS memang sudah mendingin sehingga membawa harapan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan segera melunak.
Perangkat CME Fed Watch tool menunjukkan 100% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang. Artinya, hingga akhir tahun suku bunga masih berada di level 5,25-5,50%.
Ekspektasi ini membuat dolar AS terperosok. Indeks dolar AS (DXY) jatuh ke 103,92 pada perdagangan Jumat akhir pekan ini. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak akhir Agustus atau 2,5 bulan terakhir.
Ekspektasi tersebut juga membuat investor menarik investasi dalam denominasi dolar dan mengalihkannya ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada transaksi 13-16 November, investor asing mencatat net buy sebesar Rp 7,33 triliun rupiah dengan rinciannet buysebesar Rp 2,49 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 0,87 triliun di pasar saham serta sebesar Rp3,97 triliun di Sekuritas Rupiah BI (SRBI).
Catatan net buy berbanding terbalik dengan pekan sebelumnya di mana investor asing masih mencatat net sell sebesar Rp 1,27 triliun. Catatan net buy pada pekan ini adalah yang tertinggi sejak pekan pertama Mei 2023 atau lebih dari enam bulan terakhir.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)