Tak Ada "Kiamat" di Eropa, Harga Batu Bara Kembali Turun

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
08 March 2024 07:10
Foto: Reuters
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara melanjutkan penurunan pada hari kedua perdagangan, dipicu oleh sejumlah faktor termasuk pasokan energi di beberapa negara yang masih cukup baik sehingga membatasi tingkat impor.

Menurut Refinitiv, pada perdagangan Kamis (7/3/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak April ditutup di level US$ 137,6 per ton, atau terkoreksi 1,18%. Harga batu bara mengalami pelemahan setelah mengalami kenaikan selama 11 hari berturut-turut.

Penurunan ini sejalan dengan tingginya tingkat produksi India dan pasokan listrik Eropa yang baik akibat angin kencang. Pemerintah India mengumumkan pencapaian produksi batu bara dalam negeri sebesar 900 juta ton per 6 Maret, melebihi target produksi tahun sebelumnya. Melansir Financial Express, Menteri Energi, Pralhad Joshi, optimis bahwa target produksi 1 miliar ton akan tercapai pada akhir 2023-2024.

Sementara itu, kementerian batu bara memproyeksikan stok batu bara di pembangkit listrik thermal berbasis batu bara mencapai 45 juta ton pada akhir Maret, sedangkan pada 7 Maret stoknya mencapai 43,5 juta ton. Total stok batu bara di seluruh lokasi, termasuk perusahaan batu bara dan pembangkit listrik, diperkirakan akan meningkat menjadi 155 juta ton pada akhir tahun ini.

Peningkatan produksi batu bara domestik telah mengurangi ketergantungan India pada impor, dengan pangsa impor batu bara dalam konsumsi total turun 19% pada 2023-2024 dibanding 26% pada 2019.

Pada sepuluh bulan pertama tahun fiskal ini, India berhasil menghemat devisa. Peningkatan produksi ini turut menjadikan harga batu bara global terkoreksi mengingat India sebagai konsumen terbesar ke-2 global.

Sementara itu, Eropa mengakhiri musim dingin dengan jumlah gas tersimpan yang mencetak rekor, mengembalikan harga gas ke level pra-krisis setelah memperhitungkan inflasi. Mengutip dari Reuters, inventaris gas di fasilitas penyimpanan di Uni Eropa dan Inggris mencapai 62% pada 5 Maret, melampaui rata-rata 41% selama dekade sebelumnya.

Kondisi Eropa ini jauh lebih baik dibandingkan 2022 di mana mereka menghadapi "neraka" dalam pasokan gas menjelang musim dingin setelah Rusia memutus pasokan gas mereka.

Musim dingin ini ditandai oleh Pola Osean Atlantik Utara yang positif, dengan adanya angin kencang dari Atlantik ke Eropa Barat Laut. Fenomena ini menyebabkan suhu lebih tinggi dan kecepatan angin di atas rata-rata, mengurangi permintaan pemanasan dan meningkatkan generasi angin, mengurangi konsumsi gas.

Dengan permintaan pemanasan yang 14% di bawah rata-rata di London dan 25% di bawah rata-rata di Frankfurt, Eropa Barat Laut mencatat musim dingin yang kedua kali secara berturut-turut. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi konsumsi gas dan listrik, bersama dengan musim dingin yang ringan, telah menjaga pasokan energi tetap aman.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation