BI dan OJK Gelar Pertemuan Penting, Pernyataan Jokowi Ditunggu Pasar
- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam kemarin, IHSG dan nilai tukar rupiah melemah sementara harga SBN naik
- Bursa Eropa ditutup beragam sementara bursaa Asia Pasifik ditutup mayoritas menguat
- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dan hasil pemilu serta keputusan bank sentral China diperkirakan akan membayangi pergerakan pasar keuangan hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup melemah pada perdagangan Senin (19/2/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah berada di zona negatif. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) turun yang berarti SBN semakin diborong oleh investor.
Pasar keuangan hari ini nampaknya masih cukup volatil khususnya IHSG. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup turun tipis 0,53% ke posisi 7.296,7. IHSG kembali berada di bawah level psikologis 7.300.
Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai sekitar Rp 9,99 triliun atau nyaris Rp10 triliun dengan melibatkan 16,97 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,19 juta kali. Sebanyak 198 saham menguat, 336 saham melemah, dan 242 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi pemberat terbesar IHSG pada perdagangan kemarin, yakni mencapai 1,49%. Selain itu, sektor konsumer non-primer juga menjadi pemberat IHSG yakni sebesar 1,39%.
Beberapa saham pun menjadi pemberat IHSG khususnya saham-saham big caps termasuk perbankan buku empat.
IHSG ditutup di zona merah akibat aksi profit taking atau investor yang merealisasikan keuntungannya.
Hal ini juga dipertegas oleh Head of Research FAC Sekuritas, Wisnu Prambudi Wibowo yang mengatakan bahwa pelemahan IHSG kemarin cenderung diakibatkan karena aksi profit taking, meski ada katalis lain seperti perkembangan Federal Open Meeting Committee (FOMC) hingga real count Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Beralih ke nilai tukar rupiah, berdasarkan data Refinitiv pada sepanjang perdagangan kemarin terpantau melemah tipis 0,06% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ke posisi Rp15.625/US$. Posisi ini semakin memperpanjang tren pelemahan yang telah terjadi sejak 15 Februari 2024.
Depresiasi mata uang Garuda terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS (DXY) belakangan ini.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto memastikan perkembangan terakhir masih dipengaruhi sentimen global khususnya dolar AS, di mana DXY di minggu sebelumnya sempat melemah, namun di pekan lalu agak menguat kembali.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya capital outflow khususnya dari pasar obligasi Indonesia.
Berdasarkan data transaksi 12 - 15 Februari 2024, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,07 triliun terdiri dari jual neto Rp0,98 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp6,03 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,98 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Per 16 Februari 2024, yield SBN 10 tahun stabil di 6,62%.
Tidak sampai di situ, tekanan terhadap rupiah juga hadir pasca data inflasi AS khususnya dari sisi konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang menunjukkan di atas ekspektasi pasar.
Untuk diketahui, inflasi AS yang masih berada di level 3,1% (year on year/yoy) membuat ekspektasi terhadap penurunan level Fed Funds Rate melemah dan mungkin baru bisa terealisasi di semester II-2024. Bagi Indonesia kondisi ini bisa berdampak ke kebijakan BI Rate dan posisi nilai tukar rupiah.
Dari pasar Surat Berharga Negara (SBN), imbal hasil terus mengalami penurunan yang mengindikasikan bahwa investor memborong SBN. Pada penutupan perdagangan kemarin, imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebesar 6,611% yang merupakan posisi terendah sejak 7 Februari 2024.
Perlu dicatat, pada pasar obligasi hubungan yield dengan harga berbanding terbalik, sehingga penguatan pada yield yang terjadi kemarin menunjukkan harga obligasi yang turun. Hal tersebut berarti investor terpantau membuang SBN.
(rev/rev)