
Ahok Bilang Jokowi Gak Bisa Kerja, Faktanya Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Viral di media sosial video yang merekam politikus PDIP Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bertanya apakah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gibran Rakabuming bisa kerja atau tidak.
Dalam video itu ada seorang ibu menyampaikan anggota keluarganya memilih pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Ahok kemudian menjelaskan tidak ingin memilih presiden yang tidak sehat, emosional, dan tidak bisa kerja, Ahok khawatir jika tiba-tiba Gibran yang naik jabatan.
"Lagi pula kita khawatir kalau tiba-tiba Gibran yang naik," kata Ahok di atas panggung.
Menurut ibu tersebut, justru bagus jika Gibran yang naik jabatan. Namun, Ahok mempertanyakan bukti Gibran bisa kerja.
"Tapi presiden kalau cuma dua tahun, karakter teruji kalau ada kekuasaan. Sekarang saya mau tanya, di mana ada bukti Gibran bisa kerja selama wali kota? Terus ibu kira Pak Jokowi juga bisa kerja?" ujar Ahok.
Ahok dalam video tersebut sesungguhnya enggan bicara hal itu dalam forum terbuka. Namun, menurutnya tak adil jika memilih presiden tak berdasarkan kemampuan kerja.
"Nah makanya kita bisa berdebat itu, saya lebih tahu, makanya saya nggak enak ngomong depan umum. Tapi kalau ibu mau pilih Pak Prabowo pun itu hak ibu. Tapi saya mau sampaikan juga, tidak fair kalau kita pilih presiden bukan berdasarkan kemampuan kerja," ucap Ahok.
Melansir detik.com, Ahok sudah dihubungi secara terpisah terkait video berisi dirinya itu viral bicara soal 'kerja Jokowi dan Gibran'. Namun, enggan menjelaskan lebih jauh.
Mengutip detik.com, politikus PDIP Ima Mahdiah lantas menjelaskan maksud ucapan Ahok 'di mana bukti Gibran bisa kerja'. Menurut Ima, rekam jejak Gibran belum teruji selama menjabat.
"Yang dimaksud oleh Pak Ahok adalah Gibran itu baru menjadi wali kota selama kurang dari 4 tahun saja. Tanpa pengalaman legislatif, dan pengalaman eksekutif yang baru seumur jagung, sekarang berlaga di pilpres, sehingga rekam jejaknya masih sangat minim untuk memimpin 230 juta rakyat Indonesia," ujar Ima kepada wartawan.
Ucapan Ahok, menurut Ima, senada dengan pernyataan Jokowi pada tahun lalu. Yakni pernyataan Jokowi soal Gibran baru menjabat di Solo sehingga belum tepat maju sebagai cawapres.
"Hal ini senada dengan komentar Pak Jokowi pada Mei 2023 lalu yang bilang bahwa saat itu Gibran masih 2 tahun jadi wali kota sehingga tidak logis jika dicalonkan sebagai calon wakil presiden. Kira-kira seperti itu maksud perkataan Pak Ahok yang saya tangkap," imbuhnya.
Ada Titik Kegagalan di Bidang Ekonomi Era Jokowi
Meskipun ekonomi Indonesia mampu tumbuh, selain saat era pandemi, ada beberapa poin di mana ekonomi RI di era Jokowi tidak sesuai ekspektasi atau bahkan dianggap gagal.
Pertama, janji Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye Pilpres 2014 silam salah satunya mewujudkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa menyentuh 7%. Namun, hingga 2023 janji itu belum bisa direalisasikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan perekonomian Indonesia untuk keseluruhan 2023 tumbuh sebesar 5,05%. Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 5,31%.
Adapun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2023 mencapai 5,04%. Dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,05% tersebut, maka total PDB mencapai Rp20.892,4 T dan PDB per kapita mencapai Rp74,96 juta.
Kedua, Jokowi dianggap banyak PR terkait pertumbuhan manufaktur yang terus melambat.
Adapun, kontribusi industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001. Pada 2001, kondisi pertumbuhan manufaktur Indonesia mencapai 29,1%, namun sayangnya angka ini terus anjlok hingga 2023 yang hanya mencapai 18,7% saja.
Data OECD mengenai nilai tambah manufaktur sebagai bagian produksi juga menunjukkan tren penurunan di Indonesia dalam dua dekade terakhir.
Sejak Presiden Jokowi menjabat pada tahun 2014, rata-rata nilai tambah manufaktur adalah sekitar 39,12% hingga tahun 2020, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pada masa Presiden Megawati (43,94%) dan Presiden SBY (41,64%).
Selain itu, hal disoroti adalah mengenai pajak. Sepanjang era Presiden Joko Widodo (Jokowi) 2015-2022, rata-rata penerimaan pajak hanya Rp 91, 5 triliun setahun. Pemerintah baru bisa mengkoleksi pajak besar pada dua tahun terakhir yakni meningkat Rp 206 pada 2021 dan Rp 438 triliun pada 2022. Itupun harus dibantu dengan durian runtuh harga komoditas.
Tax ratio Indonesia terus melandai dalam 20 tahun terakhir. Angka tax ratio bahkan lebih rendah daripada negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, hingga Vanuatu.Tax ratio menghitung pendapatan pajak dibandingkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Data Kementerian Keuangan Indonesia menunjukkan realisasi tax ratio pada 2022 sebesar 10,41% dari PDB.
Namun, target tax ratio 2023 justru diturunkan menjadi 9,61%. Artinya, tax ratio akan kembali kesingle digit.Angka tersebut juga akan menjadi yang terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.
Pengecualian untuk 2020 dan 2021 karena tahun tersebut menjadi anomali menyusul ambruknya perekonomian dunia dan Indonesia karena pandemi Covid-19.Tax ratio Indonesia terus mengalami penurunan dalam 20 tahun terakhir dari 12% pada 2003 menjadi 10,41% pada 2022.
Pada periode tersebut, rekor tertinggi tax ratio tercatat pada 2008 yakni 13,3%. Tahun 2008 menjadi satu-satunya periode di mana tax ratio Indonesia menyentuh 13%.
Dalam catatan OECD, negara ASEAN dengan tax ratio tertinggi pada 2021 adalah Vietnam yakni 22,7% disusul kemudian Filipina (17,8%), Thailand (16,5%), Singapura (12,8%), dan Malaysia (11,4%).
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
(ras)