
Lapor Pak Jokowi! Orang RI Mulai Ngerem Belanja, Irit Beli Makan-Baju

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,04% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2023 dan 0,45% (quartal to quartal/qtq). Namun, pertumbuhan tersebut dibarengi dengan kabar mengecewakan yakni anjloknya konsumsi rumah tangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan perekonomian Indonesia untuk keseluruhan 2023 mencapai 5,05%. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan 2022 yang sebesar 5,31%
Pertumbuhan ekonomi Oktober-Desember 2023 sebenarnya lebih tinggi dibandingkan kuartal III-2023, sebesar 4,94% secara tahunan (yoy).
Angka ini pada dasarnya relatif sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 14 institusi yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Oktober-Desember 2023 atau kuartal IV mencapai 5,01% (year on year/yoy) dan tumbuh 0,42% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq).
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV-2023 dan secara kumulatif 2023 sesuai proyeksi pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2023 akan ada di atas 5% sehingga secara keseluruhan tahun ada di kisaran 5%.
Sementara itu, BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan dalam kisaran 4,5%-5,3%.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 di bawah target yang sudah dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang berada di angka 5,3%.
Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05% secara kumulatif menjadi catatan negatif bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama hampir 10 tahun memimpin Indonesia, Jokowi selalu gagal memenuhi target pertumbuhan yang tercantum APBN. Pengecualian terjadi pada 2022 itupun dengan catatan karena basis tahun sebelumnya sangat rendah.
PDB dan PDB per Kapita
Perekonomian Indonesia 2023 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp20.892,4 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp75,0 juta atau US$4.919,7.
PDB per kapita pada tahun 2023 ini tumbuh 5,63% dari PDB per kapita Rp71 juta atau US$4.783,9 pada tahun lalu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan bahwa sasaran yang ingin dicapai Indonesia di tahun 2045 yakni PDB Nominal sebesar US$9,8 triliun dengan GNI per kapita US$30.300 dan kontribusi manufaktur ditargetkan mencapai 28% dengan serapan tenaga kerja sebesar 25,2%.
Konsumsi Rumah Tangga Melandai ke Level Terendah dalam Tujuh Kuartal
Pengeluaran rumah tangga memiliki peran sebesar 53% terhadap PDB menurut pengeluaran Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) atau sejumlah Rp11.109 triliun.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga pada dasarnya tetap tumbuh sebesar 4,47% pada kuartal IV-2023 dan secara kumulatif masih naik 4,82% sepanjang 2023. pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV adalah yang terendah sejak kuartal I-2022 atau dalam tujuh kuartal terakhir.
Laju konsumsi juga ada di bawah level historisnya yakni di kisaran 5%. Perlambatan konsumsi pada kuartal IV juga melawan tradisi historisnya di mana konsumsi biasanya terbang pada kuartal terakhir karena ada libur panjang Tahun Baru dan Hari Raya Natal.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dipicu oleh melandainya permintaan sejumlah kelompok pengeluaran mulai dari makanan dan minuman selain restoran serta pakaian dan alas kaki.
Fakta tersebut mengejutkan mengingat konsumsi makanan dan pakaian biasanya melesat menjelang akhir tahun.
Subsektor makanan dan minuman selain restoran tercatat tumbuh sangat rendah yakni tumbuh 2,56% pada kuartal IV-2023 atau terendah sejak kuartal III-2021 (9 bulan terakhir).
Sementara itu, konsumsi masyarakat untuk pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya hanya tumbuh 3,49% atau terendah dalam setahun terakhir.
Untuk diketahui, makanan dan minuman serta pakaian menjadi hal yang sangat penting dan krusial bagi kelangsungan hidup manusia jika dibandingkan dengan peralatan rumah tangga, komunikasi, dan lainnya.
"Kalau kita perhatikan daya beli rumah tangga terlihat masih cukup terjaga, perlambatan konsumsi rumah tangga utamanya terutama berasal dari perlambatan pengeluaran kelompok menengah," kata Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (5/2/2024).
Hal ini menjadi cukup pelik mengingat pada akhir tahun terdapat momen aktivitas yang cukup tinggi pada liburan Natal dan Tahun Baru serta pemilihan umum (pemilu) 2024 yang seharusnya mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga.
Konsumsi Turun, Orang Miskin Makan Tabungan
Melambatnya konsumsi rumah tangga pada kuartal IV sebenarnya sudah tercermin dari beberapa indikator. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil wholesales di pasar domestik pada Oktober-Desember 2023 atau kuartal IV mencapai 247.585 unit atau jeblok 14,6% dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Penjualan motor pada kuartal IV-2023 tercatat 1,52 juta atau turun 5,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Merujuk data BI, rata-rata indeks penjualan riil tumbuh (yoy) pada September-Desember 2023 juga hanya mencapai 1,53% Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama 2022 yang tercatat 1,9%..
Indeks keyakinan konsumen juga terus menurun dari 124,3 pada Oktober 2023 menjadi 123,8 pada Desember 2022. Data Bank Indonesia juga menunjukkan kredit konsumsi terus melandai menjadi menjadi 8,9% (yoy) pada Desember 2023 padahal angkanya masih mencapai 9,1% per Agustus 2023.
Penurunan tjuga tercermin dari penjualan mobil sepanjang 2023 yang merosot 4% menjadi 1.005.802 unit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan perlambatan konsumsi disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi karena adanya tekanan ekonomi global, di samping adanya faktor ketidakpastian dari kondisi pesta demokrasi di tanah air.
Ketidakpastian atau risiko ke depan itu seperti tensi geopolitik yang tak kunjung selesai, yang di antaranya konflik Rusia-Ukraina hingga perang Israel-Palestina, melemahnya ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia seperti China, suku bunga tinggi, hingga tekanan fluktuasi harga komoditas.
"Karena biasanya mereka akan less spending kalau merasa ke depan ada ketidakpastian, mereka akan menabung," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan bahwa kaum anak muda/milenial saat ini sudah tidak tertarik lagi menaruh uangnya di tabungan. Kaum milenial, kata dia, kini memiliki banyak pilihan untuk menabung di instrumen lainnya seperti saham dan obligasi. Kondisi tersebut menjadi salah satu melambatnya konsumsi rumah tangga.
Hal senada juga disampaikan Amalia yang mengatakan bahwa ia melihat ada peningkatan simpanan berjangka. Ini bisa diasumsikan, kelas menengah Indonesia mulai menggeser belanja ke investasi.
"Kalau kita perhatikan daya beli rumah tangga terlihat masih cukup terjaga, perlambatan konsumsi rumah tangga utamanya terutama berasal dari perlambatan pengeluaran kelompok menengah," kata Amailia.
Amalia menjelaskan perlambatan pengeluaran kelas menengah terlihat dari rendahnya penerimaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan penumpang angkutan udara. Di sisi lain, Amalia melihat ada peningkatan simpanan berjangka. Ini bisa diasumsikan, kelas menengah Indonesia mulai menggeser belanja ke investasi.
Jika melihat data uang beredar Bank Indonesia, pertumbuhan simpanan berjangka sebenarnya hanya 5,5% pada kuartal Iv-2023. Rata-rata pertumbuhan masih kalah jauh dibandingkan pada kuartal III-2023 yang mencapai 7%.
Secara nominal, nilai simpanan berjangka juga tidak terlalu melonjak yakni menjadi Rp 2.865,6 triliun per Desember 2023, dari Rp 2.819,9 triliun per Oktober 2023.
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperlihatkan mayoritas tabungan orang Indonesia berada di bawah angka Rp 100 juta. Hanya sekitar 1% orang Indonesia yang memiliki tabungan di atas Rp 100 juta.
Berdasarkan data LPS per November 2023, jumlah rekening yang ada di seluruh Indonesia mencapai 554.606.241. Dari jumlah tersebut, rekening yang memiliki nominal di bawah Rp 100 juta mencapai 547,93 juta rekening atau 98,8% dari rekening yang ada. Berarti, sisanya memiliki tabungan di atas Rp 100 juta.
Penjelasan lain dari melambatnya konsumsi rumah tangga adalah karena semakin menipisnya tabungan masyarakat. Banyak dari masyarakat Indonesia yang terpaksa menggunakan dana tabungan untuk konsumsi atau makan tabungan.
Fenomena masyarakat yang kini mengandalkan tabungan untuk konsumsi atau makan tabungan membuat dana pihak ketiga (DPK) di perbankan menurun drastis. Data BI menunjukkan DPK hanya tumbuh 3,8% pada 2023 dari 6,4% per September 2023.
Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan tabungan masyarakat di semua jenis kelas turun. Penurunan paling tajam terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah atau dengan tabungan di bawah Rp 1 juta.
Data MSI menunjukkan penurunan tingkat tabungan masyarakat kelompok lower sudah turun terus sejak Mei 2023. Kondisi ini ikut menekan porsi belanja mereka.
Bagi kelompok middle dan higher, porsi tabungan mereka juga berkurang tetapi tingkat penurunannya tidak secepat kelompok lower.
Data Bank Indonesia juga menunjukkan rata-rata proporsi pengeluaran masyarakat untuk menabung pada 2023 hanya 15,7%, turun dibandingkan pada 2022 yang ada di angka 16,1%. Sementara itu, proporsi untuk konsumsi naik ke kisaran 75-76% pada 2023 dari sebelumnya 73-74%.
![]() Sumber: Bank Mandiri |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)