Debat Final Capres 2024

Bikin Pening RI, 5 Masalah Ini Malah Gak Dibahas di Debat Capres 2024

mae, CNBC Indonesia
05 February 2024 08:15
Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo saat debat Capres 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/12/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo saat debat Capres 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/12/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) resmi berakhir pada Minggu (4//2/2024). Debat mampu menggali sejumlah isu penting tetapi sayangnya banyak persoalan besar yang luput dari pembahasan. 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat capres dan cawapres dengan tema yang beragam mulai dari ekonomi hingga sosial. Debat menghadirkan tiga capres Anies Basweda, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Cawapres Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.

1. Debat Pertama: Selasa, 12 Desember 2023
Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerukunan Warga

2. Debat Kedua: Jumat, 22 Desember 2023
Ekonomi (ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital), Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan Perkotaan

3. Debat Ketiga: Minggu, 7 Januari 2024
Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik

4.Debat Keempat: Minggu, 14 Januari 2024
Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa

5. Debat Kelima: Minggu, 4 Februari 2024
Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi

Beberapa isu yang paling ramai dibahas dan menimbulkan saling serang capres-cawapres adalah hilirisasi, utang, Ibu Kota Negara (IKN), greenflation, pajak, dampak negatif teknologi seperti hacker, stunting, dan anggaran pertahanan.

Namun, sejumlah isu strategis dan penting justru luput dari pembahasan:

1. Subsidi energi

Subsidi energi mulai dari Bahan Bakar Minyak (BBM), gas hingga listrik menjadi persoalan besar yang terus dihadapi pemerintah. Subsidi BBM bahkan seperti "bom waktu" yang bisa meledak setiap saat dan membahayakan kesehatan APBN.

Merujuk data Kementerian Keuangan, subsidi energi pada 2023 mencapai Rp 164,3 triliun atau 5,26% dari total APBN.

Subsidi energi kerap melonjak jauh di atas targetnya. Pada 2022, misalnya, subsidi dan kompensasi energi subsidi menembus Rp 551,1 triliun atau hampir 18% dari belanja negara.

Subsidi BBM bahkan terus membengkak dari Rp 84,2 triliun pada 2019 menjadi Rp 422,8 triliun pada 2022. Subsidi turun pada tahun lalu menjadi Rp 95,6 triliun sejalan dengan melandainya harga minyak.

Realisasi subsidi BBM tetap menjadi beban meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan kebijakan baru di awal pemerintahannya pada 2015.

Sebagai catatan, sebelum 2015, pemerintah menanggung subsidi premium dengan menetapkan harga per liternya. Pemerintah akan menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dijual PT Pertamina. Cara tersebut dianggap membuat anggaran jebol karena subsidi rawan bengkak oleh kenaikan harga minyak Indonesia /ICP, pelemahan rupiah, hingga over kuota.

Pada 2012, misalnya, realisasi subsidi BBM jebol menjadi Rp 211,9 triliun, jauh di atas alokasinya yang ditetapkan sebesar Rp 137,4 triliun. Pada 2013, realisasi subsidi BBM menembus Rp 210 triliun, lebih tinggi dari alokasinya (Rp 199,9 triliun).

Sejak 1 Januari 2015, penentuan harga BBM mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.

Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Harga Pertalite, misalnya, tidak pernah naik sejak 2018- September 2022. Pembengkakan subsidi pun terus terjadi.

Sepanjang 12 tahun terakhir (2012-2023), hanya lima kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada tahun 2010, 2014, 2015, 2019, dan 2023. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.

2. Peran dan Posisi BUMN
Isu Badan usaha Milik Negara (BUMN) lepat dalam debat 1-5. Padahal, BUMN memiliki peran ganda yang besar yakni sebagai penyumbang penerimaan negara sekaligus agen pembangunan.
Dalam 10 tahun terakhir, kinerja BUMN juga banyak disorot karena menanggung banyak utang akibat penugasan pemerintah, terutama BUMN Karya.
Dua BUMN besar dan strategis seperti PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga sama sekali tidak disinggung.

3. Minyak dan gas (Migas)

Isu sektor migas juga luput dalam debat. Sejumlah capres-cawapres memang menyinggung sektor migas tetapi hanay sepintas seperti Gibran yang menyinggung peran biodiesel dalam menekan impor BBM.

Luputnya pembahasan migas sangat disayangkan mengingat sektor tersebut sangat strategis dalam menjaga ketahanan energi.
Sektor tersebut juga memiliki sejumlah persoalan besar yang akan membebani capres ke depan. Di antaranya adalah lifting minyak yang semakin jeblok, impor BBM dan gas yang tinggi, serta keseriusan investasi di migas.


4. Pasar Keuangan
Sektor pasar keuangan sama sekali tidak dibahas dalam debat 1-5. Pergerakan pasar keuangan mulai dari saham hingga rupiah memang tidak berkaitan langsung dengan pemerintah karena mengikuti faktor internal dan eksternal.

Namun, siapapun capres yang memenangi pilpres bisa memiliki peran lebih dalam menjaga stabilitas pasar keuangan, terutama di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Bursa saham dan obligasi Indonesia juga bisa memiliki potensi besar ke depan, termasuk sebagai salah satu sumber pendanaan.

Dalam menjaga stabilitas nilai tukar, presiden bisa mendorong lalu lintas Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui aturan yang lebih tegas. Dengan demikian pasokan dolar bisa meningkat.
Pemerintah juga bisa berpedan besar dalam mempermudah investasi di pasar saham melalui aturan atau pemberian insentif.

5. Posisi RI dalam Politik Luar Negeri
Isu h
ubungan internasional dan geopolitik sebenarnya menjadi tema dalam debat capres ketiga. Namun, isu ini malah luput dibahas karena debat terlalu fokus pada kinerja Prabowo sebagai menteri pertahanan serta anggaran Kementerian Pertahanan.

Padahal isu politik luar negeri sangat penting, terutama dengan munculnya dua kutub kekuatan Amerika Serikat dan China.
Posisi Indonesia sebagai salah satu leader ASEAN ataupun negara yang memiliki posisi strategis di Indo-Pasifik juga sangat penting. Sebagai catatan, kawasan Indo Pasifik diramal akan menjadi pusat dari kekuatan dunia dengan kehadiran China dan AS di sana.

Peran Indonesia dalam konflik Laut China Selatan juga sama sekali tidak dibahas padahal Indonesia memiliki kepentingan besar di wilayah tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]


(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation