Darurat! Sampah Makanan Orang RI Tembus Ratusan Triliun

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
23 January 2024 16:50
Ilustrasi makanan diet. (Dok: los_angela/iStockphoto/Getty Images)
Foto: Ilustrasi makanan diet. (Dok: los_angela/iStockphoto/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Darurat sampah makanan di RI kian membengkak di mana Indonesia menempati posisi empat besar dari seluruh negara . Ratusan triliun rupiah terbuang yang harusnya bisa digunakan untuk memberi makan lebih dari 30% populasi Indonesia.

Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Waste Index 2021. Total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun, nilai tersebut menempati posisi empat terbesar setelah China, India, dan Nigeria.

Ratusan Triliun Rupiah Terbuang, Harusnya Bisa Beri Makan Jutaan Orang

Mengutip kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selama kurun waktu dua dekade dari tahun 2000 - 2019, Indonesia telah membuang sampah makanan mencapai 23-48 juta per tahun, setara dengan 115 - 184 kilogram (kg) per kapita dalam satu tahun.

Tak hanya bermasalah bagi lingkungan, dari sisi ekonomi makanan yang terbuang ini memberikan kerugian sekitar Rp231 - 551 triliun per atau setara dengan kontribusi ke Produk Domestik Bruto sebesar 4% - 5% per tahunnya. Jumlah tersebut harusnya bisa memberi makan 30% - 40% populasi kita.

Sampah Makanan Paling Banyak Terbuang di Tahap Konsumsi

Jika dirinci, berdasarkan rantai pasokan sampah makanan di Indonesia ternyata paling banyak terjadi di tahap distribusi atau konsumsi.

Melansir dari Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia (2021), hasil riset kolaborasi Kementerian PPN/Bappenas, Waste4Change, dan World Resource Institute memberikan proyeksi nilai kehilangan ekonomi di tahap food loss (pangan yang terbuang pada tahap produksi, pascapanen/penyimpanan, dan pemrosesan/pengemasan) sekitar Rp106 triliun sampai Rp205 triliun per tahun.

Nilai kehilangan ekonomi pada tahap food waste (pangan yang terbuang pada tahap distribusi/pemasaran dan sisa konsumsi) berkisar antara Rp107 triliun sampai Rp346 triliun per tahun.

Bappenas mendapatkan angka-angka tersebut dari hasil perkalian antara volume timbulan sampah makanan di setiap tahap rantai pasok dengan harga komoditas pangan yang terbuang.

Namun, karena keterbatasan data, Bappenas hanya menghitung harga 88 komoditas di tahap food loss dan 64 komoditas di tahap food waste, sementara total komoditas pangan nasional mencapai 146 komoditas.

Jadi, sebenarnya angka potensi kehilangan ekonomi ini bisa lebih besar jika memperhitungkan lebih banyak komoditas pangan yang bisa saja terbuang menjadi sampah.

Kebiasaan Menyisakan Makanan Bikin Darurat Sampah

Berdasarkan data di atas, memang nampak jelas bahwa tahap konsumsi menjadi penyumbang terbesar darurat sampah makanan di RI. Tahap konsumsi ini berkaitan dengan perilaku orang-orang yang masih sering menyisakan makanan.

Bahkan, terkadang perilaku tersebut masih dianggap sepele bagi banyak orang. Padahal, waktu kecil kita diajarkan untuk tidak membuang-buang makanan.

Selain karena kebiasaan tersebut, jika mengurutkan dari sisi hilir pada petani juga sebenarnya masih mengalami kendala seperti transportasi logistik hingga pengolahan ke industri yang tidak optimal.

Sebagai contoh, untuk petani buah-buahan dan sayur akan terkendala jarak dan waktu, jika jaraknya jauh proses pengantaran akan lebih lama, petani jadi khawatir barangnya tidak awet dan malah bisa berakhir busuk di konsumen. Imbasnya, harga jual akan jadi turun.

Masalah selanjutnya di sisi industri pengolahan makanan saat ini tampaknya belum bisa mengolah secara optimal, misalnya jika sedang terjadi kelebihan pasokan cabai harusnya bisa diolah menjadi cabai kering yang bisa disimpan lebih lama.

Namun, karena kebiasaan masyarakat yang lebih suka makanan segar, produk olahan yang tahan lama malah jadi kurang diminati.

Hal ini juga sempat terjadi penjualan daging sapi yang tidak lau pada 2016 silam. Pada waktu itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyatakan daging sapi beku milik pemerintah kurang diminati oleh masyarakat.

Salah satu penyebabnya adalah selera konsumen di Indonesia secara umum tidak terbiasa dengan daging beku, tetapi lebih suka daging sapi segar.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation