Newsletter

Pasar Pesimis Fed Segera Pangkas Suku Bunga, Begini Proyeksi Arah IHSG

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 23/01/2024 06:00 WIB
Foto: (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
  • S&P 500 dan Dow Jones catat rekor tertinggi sepanjang masa pada penutupan perdagangan kemarin
  • Pasar mulai tidak yakin akan keputusan The Fed pangkas suku bunga pada kuartal pertama 2024
  • Jepang akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia berakhir di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini. Sebaliknya rupiah harus berakhir di zona pelemahan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup di zona hijau pada Senin (22/1/2024). IHSG ditutup menguat 0,28% ke posisi 7.247,93.

Penguatan IHSG terjadi di menit-menit terakhir sebelum penutupan, didorong oleh saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berbalik arah dari melemah menjadi berakhir stagnan di posisi Rp9.625 per saham.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan mencapai Rp11,65 triliun dengan 52,87 juta lembar saham berpindah tangan sebanyak 11.650 kali. Ada sekitar 211 saham menguat, 323 terkoreksi, sementara sisanya 232 saham stagnan.

Dari 11 sektor di Bursa, sektor utilities melesat 4,12%, basic material melonjak 1,50%, properti menguat 0,84%, technology naik 0,55%, dan keuangan merangkak 0,36%.

Hanya tiga sektor yang terkoreksi yaitu Consumer Non Cyclicals sebesar -1,01%, kemudian diikuti Energy turun 0,79% dan Healthcare susut 0,12%.

Penguatan IHSG pada perdagangan kemarin tak mampu diikuti oleh mata uang Garuda.

Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah derasnya minat investor asing untuk berinvestasi di pasar keuangan domestik.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.630/US$ atau turun sebesar 0,13%. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan yang terjadi selama dua hari beruntun sejak 18 Januari 2024.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Senin (22/1/2024) pukul 14.51 WIB turun 0,08% menjadi 103,2. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu (19/1/2024) yang berada di angka 103,28.

Tekanan terhadap mata uang Garuda dipengaruhi oleh lesunya ekonomi China masih akan berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Pasalnya, China merupakan mitra dagang utama Indonesia baik impor maupun ekspor.

China saat ini mengalami deflasi akibat krisis properti yang berlarut-larut, yang kemudian membuat pemerintah setempat mempertimbangkan peluncuran stimulus jumbo senilai satu triliun yuan guna mendongkrak industri.

Selain itu, hari ini China juga telah mengumumkan suku bunga dasar pinjaman (LPR) satu tahun, yang merupakan fasilitas pinjaman jangka menengah yang digunakan untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga, tidak berubah pada rekor terendah sebesar 3,45% selama lima bulan berturut-turut.

Begitu pula untuk LPR lima tahun yang menjadi acuan untuk hipotek, dipertahankan pada 4,2% selama tujuh bulan berturut-turut.

Jika suku bunga mengalami pemangkasan, maka diharapkan ke depan ekonomi China akan dapat semakin membaik.

Kendati tekanan masih cukup kental, namun investor asing tercatat masih tertarik untuk masuk ke pasar keuangan domestik.

Berdasarkan data transaksi 15 - 18 Januari 2024 yang dirilis Bank Indonesia (BI), investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp7,66 triliun terdiri beli neto Rp5,52 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,65 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,50 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).


(ras/ras)
Pages