CNBC Indonesia Research

China Guyur Stimulus Rp 2.000 T, Siap-Siap RI Dapat Rejeki Nomplok

Revo M, CNBC Indonesia
17 January 2024 15:10
Jokowi Bertemu Xi Jinping, Ini 10 Kesepakatan RI-China!
Foto: Infografis/ Jokowi Bertemu Xi Jinping, Ini 10 Kesepakatan RI-China!/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana China menerbitkan obligasi spesial "ultra long" memberikan kelegaan bagi berbagai negara yang memiliki hubungan erat dengan China. Bagi Indonesia, China merupakan mitra dagang utama ekspor sehingga hal ini dapat memberikan angin segar jika dilaksanakan dengan baik.

Penerbitan obligasi spesial "ultra long' senilai satu triliun yuan atau US$139 miliar setara Rp2.166 triliun (Asumsi kurs Rp15.585/US$).

Guyuran stimulus ini adalah langkah ke sekian kalinya yang diambil pemerintahan Presiden Xi Jinping untuk membangunkan kembali ekonomi Sang Naga. Sebelumnya, Xi Jinping juga sudah memberikan sejumlah stimulus, terutama ke sektor properti. Bank sentral China (PBoC) juga mencoba membangkitkan ekonomi China melalui pemangkasan suku bunga pinjaman satu tahun.

Sebagai informasi, PBoC pada Senin (15/1/2024) kembali mempertahankan suku bunga dasar pinjaman (LPR) satu tahun, yang merupakan fasilitas pinjaman jangka menengah yang digunakan untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga, tidak berubah pada rekor terendah sebesar 3,45% selama empat bulan berturut-turut.

Sedangkan suku bunga lima tahun, yang menjadi acuan hipotek sebesar 4,2% selama enam bulan berturut-turut.

Bank sentral China bakal pada September tahun lalu juga menggencarkan stimulus lagi melalui pemangkasan jumlah rasio cadangan perbankan atau reserve requirement ratio (RRR) kedua kalinya pada 2023.

Melansir dari Reuters, berdasarkan rencana obligasi khusus negara, penerbitan surat utang spesial ini termasuk langka, setidaknya ini bakal menjadi penjualan keempat dalam 26 tahun terakhir.

Apa Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi?

Pada hari ini (17/1/2024), Biro Statistik China (NBS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi China tumbuh 5,2% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2023. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kuartal III-2023 yang tumbuh 4,9% yoy.

Kendati demikian, angka tersebut di bawah perkiraan jajak pendapat Reuters, 5,3%. Penjualan ritel hanya tumbuh sebesar 7,4% pada bulan Desember dibandingkan tahun lalu yang meleset dari ekspektasi pertumbuhan sebesar 8%.

Jika stimulus baru senilai 1 triliun yuan ini dapat terealisasi dengan baik, maka hal ini diharapkan dapat mendukung perekonomian yang sedang berjuang untuk mempertahankan momentum.

Langkah stimulus baru ini juga mengalihkan tanggung jawab belanja ke pemerintah pusat dari pemerintah daerah China yang terlilit utang dan kesulitan mendanai berbagai langkah stimulus.

Desain obligasi dengan durasi yang sangat panjang ini dimaksudkan untuk dilunasi selama beberapa dekade, sehingga mengurangi tekanan pada pemerintah untuk melakukan pembayaran dalam jangka pendek.

Dalam catatan penelitiannya, Goldman Sachs mengatakan obligasi ultra long masih "mungkin tidak mampu mengatasi semua tantangan fiskal," namun penerbitan utang tersebut kemungkinan merupakan "alat" untuk pelonggaran fiskal tahun ini.

Stimulus ini juga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China yang secara domino juga akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi negara lainnya termasuk Indonesia.

Begitupun sebaliknya, jika ekonomi China mengalami perlambatan, maka perekonomian Indonesia juga berpotensi mengalami kemunduran.

Ekonom dan mantan Menteri Keuangan di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) M. Chatib Basri menegaskan bahwa pasar barang negara yang sangat berpengaruh pada perdagangan Indonesia dan negara ASEAN adalah China. Pelemahan permintaan impor China yang melambat akan membuat permintaan ekspor dari Indonesia juga melambat.

"1% perlambatan ekonomi di China, itu memiliki dampak perkiraannya sebesar 0,3%," kata dia dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2024, dikutip Selasa (28/11/2023).

Dengan kata lain, jika pertumbuhan ekonomi China tumbuh di atas 6%, maka bukan tidak mungkin, pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir dapat dipastikan tumbuh di atas 5,1%.

Dampak Stimulus China terhadap Perekonomian Indonesia

China merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Asia dan kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).

Dengan predikat tersebut, Sang Naga Asia berperan cukup besar khususnya bagi Indonesia, sebab negeri tirai bambu tersebut merupakan tujuan ekspor dan salah satu investor paling besar.

Dengan perbaikan ekonomi China maka dampak positifnya akan menjalar ke berbagai sektor mulai dari perdagangan, pasar keuangan, hingga investasi sektor riil.

Dari sisi perdagangan, ekspor Indonesia ke negara tujuan China menempati posisi pertama dengan ekspor sebesar 25,09% dari total ekspor dengan nilai US$64,94 miliar. Angka ini jauh di atas negara lainnya seperti AS yang hanya 8,98% dan Jepang yang berkisar 8,03%.

Golongan barang yang paling banyak di ekspor ke China yakni ferro-nickel (23,02%), lignite (12,03%), dan coal (5,92%).

Porsi besar China jadi negara tujuan ekspor RI menjadi satu ketergantungan yang tak bisa dipisahkan. Pasalnya ketika ekonomi China lesu ekspor bisa kontraksi yang menyebabkan neraca dagang Indonesia susut, walaupun sejauh ini masih tumbuh surplus.

Oleh karena itu, apabila ekonomi China berangsur pulih maka nilai ekspor diharapkan bisa meningkat lagi yang dampaknya bisa ke surplus neraca dagang tetap dipertahankan.

Sebagai informasi, neraca dagang Indonesia tercatat surplus 44 bulan beruntun dengan nominal mencapai US$3,3 miliar atau setara Rp51,31 triliun (asumsi kurs US$1 = Rp15.550). Surplus ini jauh lebih besar dibandingkan US$2,41 miliar pada November 2023.

Secara kumulatif, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total surplus Indonesia pada 2023 mencapai US$36,93 miliar, lebih rendah US$17,52 miliar atau 33,46% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu (US$ 54,46 miliar).

Dengan mencatat surplus pada 2023 maka neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus sebanyak empat tahun beruntun sejak 2020. Namun, untuk pertama kalinya surplus menurun pada 2023.

Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, Indonesia juga mampu membukukan surplus dengan China pada 2023, Ekspor Indonesia ke China pada 2023 tercatat US$ 64,94 miliar sementara impor dari China menembus US$ 62,88 miliar. Artinya, ada surplus sebesar US$ 2,06 miliar.  

Dalam catatan BPS, Indonesia terakhir kali membukukan surplus dengan China pada 2007.

Stimulus China diharapkan mampu menstimulasi konsumsi yang berujung pada kenaikan investasi. Hal ini diharapkan bisa mendongkrak impor China akan produk Indonesia.

Lebih lanjut, jika perekonomian China mengalami kemajuan, maka kemungkinan China untuk menambah kredit utangnya terhadap Indonesia pun hadir.

Sebagai catatan, utang dari China kembali turun menjadi US$20,89 miliar pada November 2023 atau turun selama dua bulan beruntun sejak September 2023 yang berada di angka US$20,96 miliar.

Gelontoran dana dari China juga diperkirakan akan mengalir ke pasar saham serta investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia. China adalah salah satu investor terbesar di Indonesia. Dengan tambahan likuiditas maka investor dari China memiliki peluang lebih baik untuk menambah investasi di Indonesia.

Penanaman Modal Asing (PMA) China sejak kuartal I hingga kuartal III-2023 tercatat sebesar US$5,58 miliar atau sekitar Rp86,96 triliun. Angka ini merupakan yang tertinggi kedua setelah Singapura di Asia.


Sementara secara realisasi investasi per kuartal III-2023 telah mencapai Rp1.053,1 triliun, atau 95,7% dari target renstra dan 75,2% dari target Presiden Joko Widodo.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku optimis target tahun ini akan segera terealisasi.

Bahlil mengungkapkan, capaian arus investasi sepanjang tahun ini pun masih akan didominasi oleh penyertaan modal asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI) dengan porsinya sebesar 50%.

Dari total realisasi investasi per kuartal III-2023, memang porsi PMA yang masuk mendominasi dengan nilai mencapai Rp559,6 triliun atau setara 53,1% dari total realisasi investasi, sedangkan PMDN senilai Rp493,5 triliun atau 46,9%.

PMA China di Indonesia setidaknya sejak 2018 hingga 2022 tercatat terus mengalami pertumbuhan dari US$2,37 miliar menjadi US$8,22 miliar. Kenaikan PMA China terhadap Indonesia ini relatif terjadi secara konsisten setiap tahunnya kecuali pada 2021 yang sempat menurun menjadi US$3,16 miliar.

Investasi China di Indonesia tercatat US$ 1,8 miliar pada kuartal III-2023.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation