
Harga Tembaga Diramal Rekor, RI Siap-Siap Pesta

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga diproyeksi melambung 75% dalam dua tahun ke depan. Lonjakan harga bisa menjadi berkah bagi sejumlah negara yang memiliki cadangan tembaga jumbo, seperti Indonesia.
BMI, unit penelitian Fitch Solutions, memperkirakan permintaan akan tembaga melonjak drastis karena peningkatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
BMI memperkirakan peningkatan penggunaan EBT akan menambah permintaan tembaga 4,2 juta ton hingga akhir 2030.
Harga tembaga diperkirakan melonjak ke US$ 15.000 atau sekitar Rp 232,3 juta (US$ 1=Rp 15.485) per ton di 2025, lebih tinggi dibandingkan rekor tertinggi yang pernah tercatat yakni US$ 10.730 per ton pada Maret 2022. Harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan harga tahun ini yang berada di kisaran US$ 8.800 per ton.
Selain EBT, harga tembaga akan naik karena melemahnya dolar AS. Dolar diproyeksi melemah setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan akan memangkas suku bunga.
"Pandangan positif mengenai tembaga lebih bertumpu pada faktor makro-ekonomi," tutur Matty Zhao, analis dari Bank of America Securities, dikutip dari CNBC International.
Kenaikan penggunaan EBT semakin besarnya industri kendaraan listrik dan kesepakatan banyak negara untuk mengurangi perubahan iklim.
Lonjakan tembaga tentu saja akan menguntungkan banyak negara produsen nikel, seperti Indonesia.
Merujuk pada TheUnited States Geological Survey(USGS), cadangan tembaga di dunia menembus 890 juta ton logam pada 2022.
Chile menjadi negara dengan jumlah cadangan terbesar yakni 190 juta ton logam atau 21,3% dari cadangan total dunia diikuti dengan Australia yakni 97 juta ton logam pada 2022.
Indonesia ada di urutan ke-10 dengan jumlah cadangan mencapai 24 juta ton logam.
Chile juga menjadi negara dengan produksi tambang nikel di dunia yakni 5,2 juta ton logam pada 2022.
Namun, China menjadi negara dengan produksi refinery tertinggi yakni 11 juta ton logam, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan produksi tambangnya yang hanya 1,9 juta ton logam. Ekspor tembaga RI terbagi dua yakni ore dan konsentrat serta tembaga dan olahannya atau refined product.
Lonjakan harga tembaga akan menguntungkan Indonesia melalui jalur ekspor dan penerimaan negara dari bea keluar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor tembaga ore dan konsentrat mencapai US$ 6,45 miliar atau sekitar Rp 99,9 triliun pada Januari-Oktober2023 atau naik 4,7%.
Sementara itu, ekspor tembaga dan refined products mencapai US$ 770 juta atau sekitar Rp 11,9 triliun atau naik 0,56%.
Dalam catatan Kementerian Keuangan, penerimaan dari bea keluar menembus Rp 13,5 triliun pada 2023, termasuk dari bea keluar ekspor tembaga.
CNBC INDONESIA RESEARCH