
Awas, RI Simpan 'Bom Waktu'! Mahfud-Cak Imin-Gibran Bisa Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi perbincangan tiap tahun karena realisasinya hampir selalu lebih tinggi dibandingkan alokasi. Subsidi BBM bahkan seperti "bom waktu" yang bisa meledak setiap saat dan membahayakan kesehatan APBN. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian calon wakil presiden (cawapres) yang akan melakukan debat pada Jumat (22/12/2023).
Realisasi subsidi BBM tetap menjadi beban meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberlakukan kebijakan baru di awal pemerintahannya pada 2015.
Sebagai catatan, sebelum 2015, pemerintah menanggung subsidi premium dengan menetapkan harga per liternya. Pemerintah akan menanggung selisih harga keekonomian dengan harga yang dijual PT Pertamina. Cara tersebut dianggap membuat anggaran jebol karena subsidi rawan bengkak oleh kenaikan harga minyak Indonesia /ICP, pelemahan rupiah, hingga over kuota.
Pada 2012, misalnya, realisasi subsidi BBM jebol menjadi Rp 211,9 triliun, jauh di atas alokasinya yang ditetapkan sebesar Rp 137,4 triliun. Pada 2013, realisasi subsidi BBM menembus Rp 210 triliun, lebih tinggi dari alokasinya (Rp 199,9 triliun).
Sejak 1 Januari 2015, penentuan harga BBM mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.
Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Harga Pertalite, misalnya, tidak pernah naik sejak 2018- September 2022. Pembengkakan subsidi pun terus terjadi.
Sepanjang 11 tahun terakhir (2012-2022), hanya empat kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada tahun 2010, 2014, 2015, dan 2019. Pada periode tersebut, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.
Dalam catatan pemerintah, realisasi subsidi BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG) 3 Kg pada periode 2011-2022 mencapai Rp 1.535,83 triliun, lebih tinggi daripada alokasinya sebesar yang ditetapkan yakni Rp 1.131,6 triliun.
Pembengkakan luar biasa juga terjadi pada tahun lalu di mana realisasi subsidi BBM dan kompensasinya menembus Rp 422,8 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan alokasinya yang hanya Rp 149,4 triliun serta setara dengan 13,6% dari total belanja negara 2022.
Pembengkakan salah satunya karena ada perubahan kebijakan yakni Pertalite menjadi Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) sehingga disubsidi.
Pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM, termasuk Pertalita, pada awal September 2022 karena semakin membengkaknya subsidi.
Realisasi subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg mencapai Rp78,20 triliun per akhir November 2023. Anggaran tersebut belum termasuk pembayaran kewajiban kompensasi BBM dan listrik Rp116,66 triliun.
Gagasan Cawapres Terkait BBM
Besarnya subsidi BBM inilah yang diharapkan menjadi salah satu pembahasan dalam debat cawapres pada Jumat (22/12/2023). Pasalnya, porsi subsidi BBM semakin besar sementara manfaatnya dinilai tidak dirasakan oleh target yakni masyarakat miskin.
Tiga cawapres yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Mahfud MD, dan Gibran Rakabuming Rakada diharapkan mengeluarkan gagasan dan solusi untuk menekan pembengkakan subsidi BBM.
Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden Anies Baswedan dan Cak Imin dalam visi misinya ingin meningkatkan stok BBM nasional hingga ke tingkat yang aman, menjamin ketersediaan BBM dan memungkinkan dilakukannya perencanaan impor yang matang, dan mendapatkan harga terbaik. Lebih lanjut, mereka juga menginginkan agar dapat terwujudnya kepastian untuk mendapatkan subsidi BBM dan bantuan peralatan melaut termasuk alat penangkapan ikan bagi nelayan.
Sedangkan dalam program prioritasnya Prabowo dan Gibran, mereka berkomitmen untuk memperluas konversi BBM kepada gas dan listrik untuk kendaraan bermotor. Meningkatkan dan menambah porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran listrik.
Melanjutkan program subsidi energi (subsidi BBM, LPG, listrik) yang tepat guna untuk masyarakat yang membutuhkan serta meningkatkan daya beli masyarakat dengan mengendalikan tarif listrik dan harga BBM, serta mengendalikan pengenaan pajak.
Sementara pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD lebih berfokus pada pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai generator pembaharuan yang potensinya sekitar 3.700 GW secara bertahap untuk kebutuhan energi dalam negeri, sehingga porsi EBT di dalam bauran energi menjadi 25-30% hingga tahun 2029.
Ganjar dan Mahfud juga berfokus pada kemandirian energi di desa. Desa diharapkan mampu mendayagunakan sumber energi lokal berbasis EBT untuk memasok kebutuhan energinya, sehingga menjadi bagian dari gugus penghijauan ekonomi Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)